Mohon tunggu...
Muhammad Shiddiq
Muhammad Shiddiq Mohon Tunggu... Penulis - Guru

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hari Guru Nasional ke 77 Tahun 2022: Penerapan Kode Etik Pendidik Sudah Sejauh Mana?

25 November 2022   16:28 Diperbarui: 25 November 2022   16:35 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kompas.com

Tanggal 25 November adalah tanggal yang ditetapkan sebagai hari guru Nasional. Di tahun 2022 ini, peringatan hari guru nasional telah mencapai edisi ke 77. 

Suatu angka yang jika di komparasikan kepada kehidupan manusia, merupakan angka yang sudah masuk kepada usia lanjut, yang tentu melambangkan kedewasaan dan juga kekayaan pengalaman. 

Namun di balik itu semua, ada satu pertanyaan yang hendak penulis sampaikan dan uraikan dalam artikel edisi khusus peringatan hari guru nasional di tahun ini. Yakni, "Pada peringatan hari guru nasioanl ke 77 tahun 2022 ini, sudah sejauh manakah penerapan kode etik guru dalam praktik pengajaran?"

Dewasa ini, guru telah menjelma sebagai profesi yang bisa dikatakan setara dengan profesi lainnya, jika dilihat dari aspek kesejahteraan. Katakatanlah mereka yang telah berstatus sebagai guru PNS (Pegawai Negeri Sipil). 

Sederet fasilitas yang diberi dan didapatkan dari pihak pemerintah, merupakan bukti, bahwa profesi guru, adalah profesi yang memilki kesetaraan level dengan profesi lainnya. 

Berbeda halnya dengan guru yang hanya berstatus sebagai guru honorer. Mereka adalah tenaga pengajar, yang tidak sedikit masih harus berjibaku dengan sulitnya pemenuhan kebutuhan kesehariannya di ranah rumah tangga. 

Oleh karenanya, keadaan ini tak hayal membuat para guru yang berstatus sebagai guru honorer bisa mencampur adukkan masalah pribadi rumah tangganya dengan kegiatan profesionalitasnya sebagai tenaga pendidik. 

Dan tidak jarang pula, para guru honorer adalah mereka yang di berbagai kesempatan harus berubah status pekerjaan menjadi "pesuruh"nya guru-guru sang pemilik gelar PNS, di beberapa satuan pendidikan. 

Dari sekelumit masalah yang penulis ulas, penulis ingin mengajak para pembaca untuk sedikit berefleksi terhadap penerapan kode etik pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. 

Prof. Made Pidarta dalam bukunya yang berjudul "Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia", memaparkan bahwa kode etik pendidik itu terdaoat 17 poin. Yaitu:

  • Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
  • Setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan negara.
  • Menjungjung tinggi harkat dan martabat peserta didik.
  • Berbakti kepada peserta didik dalam membantu mereka mengembangkan diri.
  • Bersikap ilmiah dan menjungjung tinggi pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni sebagai wahana dalam pengembangan peserta didik.
  • Lebih mengutamakan tugas pokok dan atau tugas negara lainnya daripada tugas sampingan.
  • Bertanggung jawab, jujur, berprestasi, dan akuntabel dalam bekerja.
  • Dalam bekerja berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu Pendidikan.
  • Menjadi teladan dalam berperilaku.
  • Berprakarsa.
  • Memiliki sifat kepemimpinan.
  • Menciptakan suasana belajar atau studi yang kondusif.
  • Memelihara keharmonisan pergaulan dan komunikasi serta bekerja sama dengan baik dalam pendidikan.
  • Mengadakan kerja sama dengan orang tua siswa dan tokoh-tokoh masyarakat.
  • Taat kepada peraturan perundang-undangan dan kedinasan.
  • Mengembangkan profesi secara kontinu.
  • Secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.

Dari ketujuh belas kode etik pendidik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, ada dua poin saja yang ingin penulis ulas, sebagai bahan refleksi bagi kita sebagai seorang pendidik.

Pertama adalah kode etik pendidik poin ke 6, yakni "Lebih mengutamakan tugas pokok dan atau tugas negara lainnya daripada tugas sampingan". 

Poin ini menarik untuk penullis ulas, karena seyogyanya saat ini kita sebagai seorang pendidik, terlebih bagi seluruh pendidik yang sudah berstatus sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) lebih sering mengabaikan tugas pokok sebagai pendidik, ketimbang menikmati sederet fasilitas yang diterima. 

Katakanlah seperti tugas pokok menyiapkan administrasi pembelajaran, mendidik dan mengajarkan para peserta didik dengan kesungguhan hati dan ilmu pengetahuan, serta tugas-tugas lainnya yang menjadi tugas pokok bagi seluruh pendidik. 

Hal ini dibuktikan, dengan seringnya para pendidik yang bergelar PNS tersebut, menjadikan guru honorer sebagai "pesuruhnya" untuk menuntaskan tugas-tugas pokok tersebut. 

Sedangkan mereka, malah lebih fokus untuk mengurusi segala urusan yang bersangkutan dengan fasilitas penunjang yang mereka dapatkan. Ataupun kasus lainnya, di mana tidak sedikit para guru PNS ini, yang mendidik siswa tidak dengan kesungguhan hati dan kesungguhan ilmu. 

Alhasil, apa yang didapatkan oleh para peserta didik, hanya pembinaan yang tidak berkualitas, dan cenderung membosankan. Malah ada peserta didik yang sampai berpikir bahwa guru merupakan momok yang sangat menakutkan untuk mereka jumpai. Hal ini dikarenakan ketidaksungguhan hati dan ilmu para pendidik di dalam membina para peserta didiknya.

Kedua adalah kode etik pendidik poin ke 9, yakni "Menjadi teladan dalam berperilaku". Seyogyanya seorang guru adalah sosok untuk digugu dan ditiru. Sehingga menjadi seorang guru, pada dasaranya kita telah memilih jalan untuk menjadi panutan bagi banyak orang. 

Baik panutan dari tata cara berbicaranya, panutan dari segi berpakaiannya, penutan dari cara bersosial masyarakatnya, serta panutan-panutan dari segi-segi lainnya. 

Narasi idealis seperti ini, nampaknya menjadi sesuatu hal yang paradoksal ataupun bertentangan dengan keadaan guru saat ini. Pasalnya tidak sedikit guru di masa sekarang bukanlah menjadi panutan yang baik bagi para peserta didik, namun malah menjadi panutan buruk bagi para peserta didik. 

Beberapa contoh kecil yang bisa dikaji seperti seorang guru sudah mulai berperan sebagai artis tiktok yang berjoget-joget tidak karuan. Dengan santainya banyak diantara guru memperlihatkan kemolekan lekukan tubuhnya dengan cara berjoged-joged di tiktok, bahkan lebih jauh, para guru ini memiliki akun tiktok yang sering melakukan kegiatan siaran langsung yang tidak sama sekali mengedepankan nuansa pendidikan. Hal ini sungguh menjadi sebuah ironi yang sangat miris. 

Pasalnya, peserta didik yang notabene pada masa ini sangat akrab dengan media sosial, harus menjadi objek binaan agar tidak terlalu intens berinteraksi dengan media sosialnya, malah diberikan contoh yang tidak baik oleh para gurunya untuk menghidupkan rasa candu terhadap media sosial, terlebih kepada media sosial yang sarat dengan unsur sara. 

Contoh kecil lainnya, seorang guru yang seharusnya mengedepan adab kesopansantunan dan perasaan kepekaan sosial yang tinggi terhadap lingkungan sosial, malah menjadi contoh yang tidak mencerminkan hal tersebut kepada para siswanya. 

Hal ini ditunjukan dengan sikap cuek kepada lingkungan sekitar yang membutuhkan, menggunjing orang-orang yang selayaknya dibantu serta  contoh buruk lainnya, yang membuat para peserta didik, tidak kunjung memilki perasaan kepekaan sosial yang tinggi, namun malah tumbuh sikap sebaliknya di dalam benak dan juga pikiran.

Permasalahan-permasalahan kode etik pendidik seperti inilah, yang harus selalu menjadi sistem pengingat kita para guru dalam rangka pelaksanaan tugasnya dalam dunia pendidikan. Karena jika hal-hal yang seperti ini tidak menjadi sistem pengingat bagi para guru, maka sedikit demi sedikit para guru bisa tergerus oleh unsur disorientasi kode etik pendidik. Sehingga para guru mengajar tidak lagi mengedepankan kode etik, namun mengedepantan kepragmatisan kehidupan.

Simpulan

Dalam perayaan Hari Guru Nasional yang ke 77 di tahun 2022 ini, penulis yang juga sama sebagai pendidik mengajak agar kita selalu ingat dan juga menerapkan kode etik pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran. Terkhusus pada kode etik poin 6 dan poin 9. 

Sehingga kita sebagai guru, bisa menjadi seorang guru yang memiliki kesadaran tanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas pokok sebagai seorang pendidik, dan juga kita bisa menjadi seorang panutan yang baik, bagi para peserta didik kita di Satuan Pendidikan, tempat kita mengajar.

Daftar Pustaka:

Undang-undang RI  nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Weil, Marsha, et al. 1978. Personal Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.

Pidarta, Made. 2007. Landasan  Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun