Mohon tunggu...
Moh. Samsul Arifin
Moh. Samsul Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka membaca dan menulis apa saja

Saya suka menulis, dan membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kalau Orang Madura di Soal "Wawasan Kebangsaan"

9 Juni 2021   09:11 Diperbarui: 9 Juni 2021   09:53 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebanyak 53 pegawai KPK tak lolos saat mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri). Materi TWK sendiri disusun oleh BKN dengan melibatkan BIN, BAIS TNI, Pusat Intelejen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD dan BNPT.

Masalahnya, beberapa pertanyaan dalam paket soal TWK dinilai tidak merepresentasikan kepentingan KPK, karena dinilai nyeleneh atau mengandung nilai-nilai personal juga kontroversial. Misalnya pertanyaan tentang pacaran, apakah membaca doa qunut dalam salat subuh, hingga yang paling viral tentu saja pertanyaan pilih Pancasila atau Al-Quran.

Gerakan perlawanan terhadap BKN pun menyeruak, dari akademisi hingga politisi. Tokoh MUI, NU & Muhammadiyah pun tak absen mengkritisi polemik ini. Namun tanpa menghakimi terlalu jauh, bagaimana jika misalnya orang Madura diberi kesempatan untuk pertanyaan-pertanyaan nyeleneh ini. Begini kira-kira.

Kalau pacaran, ngapain aja?

Ya pacaran, dan saling perhatian lebih serius, mungkin telponan, atau lebih sering jalan-jalan. Tapi jalannya gak akan jauh, (pacaran bagi masyarakat Madura memiliki arti negatif), baru nanti kalau sudah bertunangan, setelah dapat ijin dari kedua orang tua kami (masing-masing), baru bisa ketemu lebih sering.

Kenapa umur 30 belum menikah?

Tidak ada standar pakem tentang usia menikah, meskipun kebanyakan kami (masyarakat Madura) menikah di usia sebelum 30 tahun, menikah adalah acara sekaligus upacara yang sangat kami sakralkan. Sebisa mungkin menikah itu hanya sekali, dan sebisa mungkin acara pernikahan itu meriah sekali.

Kalau kamu jadi istri kedua saya, gimana?

Maaf saya tidak bisa. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, sebisa mungkin sekali saja seumur hidup. Jangan lihat banyaknya angka poligami di Madura. Mereka (pelaku poligami) itu terpaksa (dengan alasan seribu banyaknya dan tidak bisa disebut disini). Saya kira tidak ada wanita yang benar-benar mau dimadu, semua wanita ingin diistimewakan, dijadikan satu-satunya.

Mau terima donor darah dari agama lain apa tidak?

Kenapa tidak, kami ini dari kecil diajari beragama dengan baik dan benar. Bahkan, ritual-ritual keagamaan (islam) pun telah menjadi ritual-ritual adat istiadat kami di Madura (tahlilan, perayaan maulid nabi, tasyakuran dan lain-lain telah menjadi budaya, sekalipun dalam beribadah tidak begitu baik, namun kegiatan keagamaan seperti yang disebutkan sudah menjadi kebiasaan dan budaya di masyarakat Madura). Begitu pula tentang donor darah, tidak ada ajaran agama yang melarang berbagi darah (donor) dengan pribadi-pribadi beda agama. Jadi tidak pernah menjadi masalah apakah kami memberi atau menerima darah dari saudara yang tidak seiman.

Kamu salat Subuh pakai Qunut apa tidak?

Kami baca qunut, kami menghafal doa qubut sama dengan kami menghafal bacaan salat sejak kecil. Qunut itu wajib, tidak baca qunut berarti tidak sah, dan bahkan setelah kami tahu bahwa qubut itu bukan salah satu rukun shalat, kami tetap baca qunut setiap salat subuh.

Pilih Pancasila atau Al Quran?

Pasti saya pilih Al-Quran. Kitab suci itu tidak akan pernah sama (level, urgensitasnya) dengan kitab suci lainnya, apalagi hanya dibanding-bandingkan dengan hasil kesepakatan (konsensus) manusia dalam hal Ideologi Negara seperti Pancasila, demokrasi, komunitarisme dll. 

Al Quran merupakan kalamullah (kalimat Allah) Sang Maha Pencipta alam semesta, Sang Maha Mulia dan Maha Kuasa atas segala-galanya. Tidak bisa Al Quran dibandingkan dengan Pancasila.

Lagi pula, bukankah Pancasila itu sendiri adalah representasi Al Quran secara tersirat. Lihat poin-poinnya; 1) Ketuhanan Yang Maha Esa (QS.al-Ikhlas:1-4), 2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (QS.al-Hujurat:13), 3) Persatuan Indonesia (QS.al-Hujurat:10), 4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusywaratan Perwakilan (QS.al-Imran:159), dan 5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (QS.al-Hujurat:13).

Kita tidak bisa membandingkan atau harus pilih beras apa nasi, jawabannya selalu relatif. Jika kebutuhannya untuk dimakan, pasti kita pilih nasi (kecuali anda pemain debus yang sedang melakukan atraksi pertunjukan), jika untuk ditanam, tidak mungkin anda memilih nasi. Beras dan nasi pada hakikatnya sama, hanya kegunaannya selalu bergantung pada keadaan dan kebutuhannya masing-masing.

Memakai Ayat Al Quran sebagai dasar Negara (Piagam Djakarta) tidak mungkin dilakukan. Itu sudah terbukti dulu pada rapat BPUPKI saat ada golongan yang tidak setuju, karena mereka menganggap itu hanya mewakili umat islam dan tidak mewakili rakyat Indonesia secara keseluruhan yang bermacam-macam kayakinannya.

Sebagai jalan keluar, maka lahirlah (disepakatilah) Pancasila (Lima Sendi Pokok Negara Indonesia) ini yang sebenarnya hanya berubah redaksinya saja. Namun esensinya tetap (sama), berasal dan memiliki nilai-nilai yang ada dalam Al Quran.

Akhirnya saya harus sampaikan, ini adalah bentuk opini dan tidak mungkin mewakili rakyat Madura secara keseluruhan, namun saya yakin, catatan sejarah yang kami tulis, paling tidak membantu mencerahkan polemik TWK yang sedang viral akhir-akhir ini. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun