Mohon tunggu...
Moh. Samsul Arifin
Moh. Samsul Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka membaca dan menulis apa saja

Saya suka menulis, dan membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kotoran Kucing Kesayangan

26 Desember 2020   17:22 Diperbarui: 26 Desember 2020   17:24 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Seorang wanita dimasukkan ke dalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil yang ada di lantai," (HR. Bukhari). Hadits ini hanya salah satu literatur keislaman yang membuktikan tidak hanya bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada seluruh alam (manusia hewan dan lingkungan) namun juga membuktikan betapa berharganya kucing bagi nabi Muhammad SAW.

Dalam kisah yang sudah masyhur, menyebutkan bahwa Rasulullah dikenal sebagai penyayang binatang. Beliau pun sering mencontohkan sahabat-sahabatnya untuk berbuat hal yang sama karena memang hal ini mendatangkan pahala. Rasulullah bersabda, "Setiap air yang diberikan kepada hewan hidup (untuk minumnya) mendatangkan pahala." (HR Bukhari dan Muslim). Salah satu binatang yang sangat Nabi Muhammad sayangi adalah kucing yang diberi nama Muezza.

Pada suatu hari, Nabi Muhammad hendak keluar dan ingin mengambil jubahnya. Tapi kemudian, beliau mendapati Muezza sedang tertidur lelap di atas jubah yang akan dikenakannya. Melihat hal ini, alih-alih membangunkan si kucing, Nabi Muhammad justeru rela memotong belahan lengan jubahnya yang ditiduri oleh Muezza agar tidak mengganggu tidurnya, beliau juga sering memangku Muezza di atas pahanya saat sedang berceramah ataupun menyambut tamu di rumahnya.

Binatang lucu dan jinak seperti kucing memang sudah akrab dengan kehidupan manusia sejak dahulu kala. Menurut National Geographic Indonesia, banyak peneliti  telah menyatakan jika persebaran kucing di dunia terjadi ketika populasi tikus mulai menyebar di daerah pertanian, timur Mediterania dan Turki sekitar abad ke-18. Koloni tikus yang menjadi hama biji-bijian milik petani, akhirnya mengundang keberadaan kucing liar sebagai predator alami.

Singkatnya, banyak petani yang mulai membiarkan kucing liar tinggal di tempat mereka dan berujung membudidayakannya sebagai hewan piaraan. Temuan lain menyebutkan, tim peneliti percaya bahwa para pelaut pada abad ke-14 telah memelihara kucing di kapalnya untuk mengusir tikus. Kucing sekarang semakin dekat dengan kehidupan manusia karena sifatnya yang lucu, menghibur dan menggemaskan.

Di rumah, aku juga merawat dua ekor kucing kampung. Tiap pulang kerja, mereka menyambutku dengan meong-nya yang lucu, saat shalat bahkan sering ada di tempat sujud atau duduk di pangkuanku. Adikku juga mencintai kucing. Seminggu sekali, ia memandikan dua ekor piaraan kita itu dengan air hangat.

Kecuali ibu, ibu mulanya tidak benci atau fobia terhadap kucing, tapi pernah satu hari dulu di musim hujan, mukena kesayangannya jadi tempat buang hajat si meong milik kami sebelumnya. Beliau murka dan melempari si kucing itu dengan amarah yang meluap mencapai ubun-ubun. Centong, sendok, remot TV dan apapun yang ada di sekitarnya kala itu jadi amunisi yang bertubi-tubi terbang ingin menghajar si kucing. Sejak saat itu keluarga kami terbagi menjadi tiga kubu, aku dan adik yang tetap mencintai kucing, di kubu oposisi ibu sebagai musuh berat kucing dan bapak sebagai pihak yang netral.

Sampai hari ini, perdebatan kecil masih sering terjadi di rumah kami. Aku dan adik berpendapat bahwa kucing, jika dirawat dengan baik, tidak akan sembarangan. Ibu berpendapat, yang namanya hewan, tetap tidak punya pikiran seperti manusia, hal-hal yang tak diinginkan akan bisa terjadi kapanpun tanpa kita sangka. Sedangkan bapak, tentu saja si penengah, hanya ada untuk mendamaikan dan meredam jika perdebatan jadi seru serupa itu kembali terjadi.

Sampai hari ini, fenomena kucing nyatanya tetap ada di sekitar kita dan diperankan oleh masing-masing juga oleh kita. Rasa cinta pada seseorang atau kelompok yang berlebihan, bukan merupakan cinta yang mendatangkan kebahagiaan dan menciptakan keharmonisan, karena itu terjadi berdasarkan cinta buta atau lebih tepatnya bisa disebut cinta dengan (sengaja) menutup mata. Tidak hanya perihal  kucing, kelompok ini juga berpegang teguh pada literatur agama yang suci seperti hadits Nabi sebagai legitimasi cintanya yang menurutku dipakai tanpa logika.

Menyakiti kucing (misalnya) yang buang kotoran sembarangan dengan kejam juga bukan hal yang disukai Nabi. Tapi yang namanya kotoran hewan, meski kucing itu ada dalam hadits Nabi, ya tetap saja menjijikkan. Peristiwa-peristiwa sederhana yang luar biasa menjadi pelajaran bagi manusia andai kita mau sedikit berfikir terbuka. Oh iya, sebenarnya saat ini kita berperan sebagai apa. Ibu, bapak, saya. Atau kucing saya itu.? Selamat berpikir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun