Ada beberapa alasan mengapa hidup Anda terasa susah, hingga-hingga tak semangat lagi dalam menjalani hidup dan memutuskan untuk berputus asa.
Alasan yang paling banyak digunakan karena cobaan hidup yang lebih besar ketimbang orang lain, banyak kegagalan, lingkungan yang tidak kondusif, dan alasan yang lain.
Tapi tahukah Anda jika sebenarnya sumber dari segala permasalahan itu adalah satu, yaitu pertama: kurangnya mengenali jati diri yang Anda miliki.
Begini, memang tidak ada yang tahu nashi orang. Ada orang miskin yang kemudian menjadi kaya dan sebaliknya, ada juga orang kaya yang tiba-tiba menjadi miskin.
Itu semua kehendak Allah dan manusia itu teramat sedikit kekuasaan atas hidupnya. Maksudnya, sekeras apapun manusia itu mengelak dari bencana, jika Allah berkehendak maka ia tidak akan dapat mengelak.
Dalilnya ada dalam hadis Ibnu Abbas yang berbunyi,Â
".... Ketahuilah, seandainya seluruh manusia bersatu untuk memberi manfaat dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu; dan jika mereka bersatu untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering" (HR At Turmudzi).
Sudah jelas jika segala sesuatu itu memang sudah ada garis takdir dari Allah. Manusia memang diwajibkan untuk bekerja keras, akan tetapi hasilnya tetap Allah yang menentukan.
Makanya, terkadang Anda termasuk penulis seharusnya juga tidak perlu iri terhadap kesuksesan orang lain dan menganggap semua jerih payah yang Anda jalankan itu sia-sia.
Perlunya untuk menerima kondisi diri sendiri adalah upaya dari kesuksesan dalam menemukan jati diri. Dalam perjalanan hidup yang Anda lalui, pasti Anda pernah merasakan jika,
 "Oh, sepertinya bidang ini adalah diri saya. Oh, bidang ini seperti bukanlah diri saya."
Jika Anda sudah mengenali apa kelebihan dan kekurangan, maka itu selangkah lebih dekat dengan kenyamanan hidup Anda.
Sebab, Anda tahu mana kelebihan yang akan Anda gunakan untuk kebermanfataan orang lain, mana kelemahan Anda yang perlu disadari dan tidak perlu disesali.
Ya kalau diminta tolong orang dan Anda tidak sanggup, cukup katakanlah tidak mampu/bukan bidangnya. Jadi, tidak perlu menguasai semua hal/bidang, sebab itu akan menjadikan Anda frustasi.
Kemudian, dalam al-Hujurat ayat 18 diterangkan bahwa,
 "Sungguh, Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Bekerja keras itu tidak menjamin kaya, tetapi yang perlu diingat adalah seringkali manusia itu tinggi harapan dan ekspetasi. Dan kita tahu semua, jika tinggi ekspetasi, maka bersiaplah untuk kecewa. Ini termasuk cara yang kedua: tidak berharap berlebihan.
Kalau kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib, "Aku sudah pernah merasakan kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia."
Dan itu akan senada kepada pepatah dalam filosofi jawa yang berbunyi,Â
"Sepi ing pamrih, rame ing gawe." Artinya sedikit pamrih dan banyak bekerja.
Pamrih itu mengharap upah atau imbalan dari orang lain. Kalau dalam konteks Anda bekerja dalam perusahaan, pamrih itu sebuah keharusan.
Tetapi jika dalam konteks berkeluarga, bermasyarakat, ataupun bersosial lain, maka jangan pamrih atas kerja keras Anda
Misal Anda merupakan tokoh agama dalam masyarakat, kemudian karena jasa yang begitu besar terhadap masyarakat, maka Anda berkata dalam hati pasti jika Anda ada hajatan ramai, maka masyarakat pasti semuanya hadir.
Apakah kenyataannya seperti itu? Ternyata seringkali dijumpai tidak seperti demikian. Anda sudah berkorban dengan keras baik materiil maupun non-materiil, tetapi sikap masyarakat justru bertolak belakang dengan harapan Anda.
Ya seperti yang penulis katakana diatas, terus berbuat baik dan bekerja keras saja, tidak perlu pamrih. Anggap saja seperti telah berlalu lalang dan seperti tidak terjadi apa-apa.Â
Dan juga, tidak perlu iri dengan kesuksesan orang lain. Firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 216 berbunyi,
 "Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
Itu artinya, bisa jadi kalau Anda dikasih kekayaan justru malah nasib Anda lebih buruk dari hari ini. Sebab kekayaan itu ada dua ujungnya, bisa memuliakan orang atau menghina orang.
Orang yang tertangkap korupsi itu salah satu contoh orang kaya yang terhina. Orang kaya dermawan itu salah satu contoh orang kaya yang mulai. Allah pasti tahu yang terbaik bagi hamba-Nya.
By: M. Saiful Kalam
Source: Kitab Suci dan Pengalaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H