By: M. Saiful Kalam
Source: Pengalaman Pribadi & Teman
Melamar pekerjaan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang sebelum bergabung ke sebuah instansi/perusahaan. Tentunya Anda harus sesuai kriteria yang perusahaan inginkan supaya kemungkinan diterima kerja itu besar.
Banyak cerita dari teman penulis bahwa ia melamar kerja kesana dan kesini di tengah pandemic. Memang tidak bias dipungkiri, bahwa pandemic dampaknya terasa betul bagi pegawai lepas dan non-kontrak.
Akan tetapi, dari sekian pekerjaan yang dilamar memang ada yang tidak sesuai dengan kualifikasinya. Yang penting asal diterima dan diupah sesuai dengan kualitas kerja, maka tidak menjadi masalah
Problem yang sering terjadi bila Anda melamar kerja secara asal-asalan itu banyak terjadi. Mulai system gaji yang tidak jelas, sikap atasan yang terlalu memanfaatkan tanpa gaji lebih, rekan kerja yang toxic, dan waktu yang Anda habiskan tidak jelas proporsinya alias sia-sia.
Yang ingin penulis garis bawahi adalah sia-sia waktu dan tenaga. Perlu diingat, bekerja itu adalah mencari nafkah yagn cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Perusahaan mendapat tenaga yang Anda berikan, dan Anda mendapat gaji yang selayaknya diterima. Terkadang, antara tenaga dan gaji tidak seimbang.
Waktu dan tenaga yang Anda berikan kepada perusahaan sepertinya tidak dihargai sama sekali. Ditambah gaji yang sangat tidak sepadan. Itu semua memang berawal dari kurang kepemahaman Anda tentang job position yang Anda lamar.
Jika Anda sudah dinyatakan diterima, Anda berhak untuk tanya berapa tenaga yang harus saya keluarkan dan gaji yang saya terima. Itu semua diistilahkan sebagai kontrak.
Jangan sampai Anda lembur, tetapi Anda tidak mendapatkan upah lembur. Alasan pertama, Anda berbuat dzholim terhadap diri sendiri. Kedua, jika Anda berkeluarga, Anda dzolim kepada keluarga (baik istri dan anak, sebab jam kerja yang menyita).
Maka dari itu, sebelum melamar ke sebuah perusahana, sangat disarankan untuk mengenali baik budaya perusahaan maupun posisi yang akan dilamar.
Caranya banyak, bisa bertanya kepada teman Anda yang sebelumnya pernah bekerja disana (suka dan dukanya). Kemudian, bisa tanya langsung kepada HRD yang meng-interview Anda.
Risiko yang terakhir, karir Anda bisa dipastikan macet. Meski Anda dinobatkan sebagai karyawan terbaik, tetapi itu hanyalah akal-akalan bos Anda.
Bos pada intinya ingin Anda tetap supaya jadi karyawan yang 'betah' dan 'siap diperas' tenaganya oleh perusahaan. Berhati-hatilah dan perbanyak literasi tentang dunia kerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H