Menabung adalah kegiatan menyimpan yang dengan tujuan yang spesifik, alasan A-Z. Untuk jumlah besaran tabungan, tiap orang tentu tidak sama.
Orang bergaji besar dengan bergaji sedang tentu cara dan jumlah tabungannya berbeda. Apalagi dengan yang bergaji rendah, tentu harus ada aspek yang harus dikorbankan bila menginginkan adanya tabungan.
Tulisan kali ini ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah dan atas. Kalau orang kaya sepertinya tidak mengenal isitilah menabung, tetapi lebih kepada investas. Kalau orang miskin sepertinya tidak mengenal isitilah menabung, tetapi lebih kepada tirakat.
Cara pertama, adalah mengalokasikan beberapa persen untuk khusus tabungan. Kalau penulis menyarankan 5% dari gaji tiap bulan.
Nah, kalau sudah maka kalau ditanya istri atau orang lain, maka bilang saja bahwa gaji Anda yang 95% itu (setelah dikurangi tabungan). Jangan bilang kalau Anda punya gaji yang 100%, bisa kacau.
Cara kedua, yaitu dengan membudayakan hemat. Hemat disini ada dua arti, yaitu tidak belanja kalau bukan kebutuhan dan menjaga aset yang dimiliki.
Tidak belanja kalau bukan kebutuhan disini diartikan sebagai perilaku tirakat. Mungkin teman Anda yang sudah sukses dan kaya itu sering piknik tiap minggu dengan keluarganya. Perlu diingat, mereka itu sudah sukses dan kaya.
Jadi harap bersabar dan yakin kalau 10-15 tahun lagi, Anda bisa seperti mereka.
Menjaga aset yang dimiliki artinya dengan menggunakan semua barang dan peralatan dengan bijak. Bahkan kalau perlu barang itu awet 5-10 tahun.
Kenapa demikian, sebab pada dasarnya dengan menggunakan barang secara bijak, maka akan menghemat pengeluaran. Pengeluaran itu bisa berupa service/perbaikan, atau parahnya beli lagi karena sudah rusak barangnya.
Akan sangat menjengkelkan kalau dana yang seharusnya bisa untuk dibelikan barang lain, harus terpaksan dipakai hanya untuk membeli barang yagn sejenis karena sudah rusak.
Cara ketiga, kalau habis belanja dari toko, maka uang receh wajib disimpan dan dilupakan. Hampir sama dengan cara pertama, akan tetapi ini khusus untuk uang 500 dan 1000 perak (tidak include yang 5% ya).
Bisa dibayangkan kalau minimal ada 500 perak dalam sehari. Maka setahun bisa 180 ribu. Oh iya hamper lupa, pada dasarnya menabung itu ikut nasehat ini, "sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit."
Cara keempat, ialah dengan mengeluarkan dana 5% untuk sedekah. Mengapa ini penting, sebab berdasarkan beberapa cerita, ada saja hal yang membuat barang itu jadi hilang atau rusak.
Salah satu nasehatnya yaitu karena kurang bersedekah, sehingga apa yang Anda beli itu menjadi kurang berkah.
Kalau kurang berkah, maka jangan salahkan jika barnag yang dibeli kadang rusak atau bahkan hilang. Dan hilang itu karena tentu pindah tangan (ke pencuri misal) juga karena Anda kurang bersedkah.
Sebab pada dasarnya, sedekah itu menolak balak/musibah. Katakanlah penulis pernah mengalami kecelakaan, mungkin karena sedekah/amal yang lain penulis tidak mengalami luka dan motor rusak. Anda tidak pernah tahu tiap detiknya, ada kejadian apa yang menimpa.
Dan cara terakhir, yaitu menentukan tujuan menabung.
Tujuan menabung yang biasa orang lakukan yaitu untuk pendidikan anak-anak mereka, naik haji/umroh, beli rumah dan mobil bagi yang belum punya, dan sebagainya.
Karena mereka sadar bahwa mereka bukan orang kaya, yang mana untuk beli barang mahal itu perlu puluhan tahun lamanya.
Dan kebahagiaan bagi kaum menengah, kalau barang mahal yang sudah dibelinya, hati mereka terasa senang dan sangat bahagia.
Beda dengan orang kaya, yang sama sekali tidak ada perbedaan hati jika belum dan sudah bel. Karena tidak ada proses dan kenangan yang dilaluinya.
Kemudian kalau sudah terkumpul, jadi orang juga jangan pelit-pelit untuk menyenangkan diri sendiri. Kalau dirasa tabungan sudah banyak, bisalah digunakan untuk self-reward.
Self-reward itu tidak muluk-muluk mahal, bisa makan bareng bersama keluarga atau saudara tercinta. Berjalan-jalan ke taman kota, dan sebagainya.
Karena menabung itu membutuhkan tekad yang kuat, maka yuk tanamkan dalam diri dengan nasehat, "berakit-rakit dahulu berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian."
By: M. Saiful Kalam
Source: Pengalaman Pribadi dan Teman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H