Rasa malas merupakan hal yang wajar, merupakan arus negative dari rasa rajin. Ibarat baterai yang terdiri dari arus positif dan negative. Tentu sama sekali tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Kalau mood seseorang berada pada rajin, maka apapun yang dikerjakannya akan mencapai hasil yang maksimal. Sebab, ia mengerahkan seluruh kekuatannya sampai habis untuk meraih tujuannya.
Lantas bagaimana kalau rasa rajin sudah habis tetapi kita belum sampai pada tujuan yang kita inginnya. Kali ini akan dibahas mengenai manajemen rasa malas agar tujuan tetap bias tercapai.
Manajemen rasa malas adalah (bahasa penulis) adalah kemampuan seseorang untuk bernegosisasi kepada dirinya agar tidak berhenti melangkah.
Maksudnya adalah, kalau posisi rasa malas sedang melanda, maka jangan berhenti melangkah sebelum sampai tujuan. Ibarat menuju jalan yang berlubang, gunakan kecepatan rendah supaya tetap bisa melewatinya.
Sama halnya dengan diatas, ibarat rasa rajin (cepat) mengantarkan  kita sampai 80% pencapaian, maka sisa 20% harus tetap dilewati meski memakai rasa malas (pelan).
Lantas bagaimana kalau sudah sampai tujuan atau 100% tercapai? Bisa penulis katakan kalau pada tingkat tersebut, barulah kita bisa berhenti sejenak. Ingat, hanya sejenaknya ya.
Kenapa sejenak, kok tidak berhenti secara final atau total? Sebab, kalau kita berhenti melangkah karena sudah mencapai tujuan, itu sangat menyalahi sa;ah satu hokum hidup, yaitu proses.
Manusia itu seharusnya melakukan usaha hingga akhir hayatnya. Akhir hayat (kematian) itulah yang disebut sebagai tujuan hidup yang sebenarnya.
Hidup sendiri adalah serangkaian proses yang harus manusia jalani. Kata orang bijak, kalau manusia tidak mau berproses, bagaimana ia bisa dikatakan hidup? Sedangkan hidup sendiri itu memiliki arti berproses.
Proses yang kita jalani saat hidup di dunia ini beberapa akan kita tuai dan lihat balasannya langsung dari Allah melalui keajaiban dunia kepada kita.