Referensi: pengalaman teman
Istilah psikologi seperti IQ, EQ, dan SQ saya kenali ketika SMP. Kalau tidak salah, saat itu ada kayak semacam seminar konseling, yang datang dari salah satu bimbingan konseling terkenal, yaitu Lazuardi.Â
Di sana dijelaskan perbedaan mendasar antara ketiga hal tersebut. Kalau IQ itu mengarah kepasa kecerdasan otak seseorang. Kalau EQ itu mengarah kepada kecerdasan dalam pengendalian emosi seseorang.Â
Dan SQ itu mengarah kepada kecerdasan sosial. Ketiga hal tersebut sangatlah penting untuk dikuasai semuanya. Sebab, kalau salah satu saja hilang, maka dapat dipastikan seseorang itu akan kehilangan beberapa dari diri mereka.Â
Ambil contoh, orang yang memiliki IQ 170, misal. Secara kasat mata, ia selalu menjadi juara kelas dan sering memenangkan olimpiade. Tentu orang seperti ini banyak diharapkan oleh sekolah supaya bisa mengangkat nama baik sekolahnya.Â
Tapi, disisi lain SQ nya rendah. Sehingga, ia dikenal sebagai murid yang kuper (kurang pergaulan). Akibatnya secara psikis apa? Ya si anak tersebut akan merasa sendirian dan mudah stress.Â
Contoh lagi, orang yang SQ nya tinggi. Ia dikenal sebagai aktivis kampus. Namanya tenar dan selalu menjadi mahasiswa hita di kampusnya. Tidak ada satu pun yang tidak mengenali mahasiswa ini.Â
Bahkan, organisasi kalau diketuai oleh orang seperti selalu berjalan sukses. Tapi, minusnya ia kurang di aspek IQ. Akhirnya apa yang terjadi, seringkali ia harus mengulang mata pelajaran dan tidak jarang ia lulus belakangan (karena bertambah semester).
Oke kembali lagi ke pembahasan. Kali ini penulis tidak akan membahas mengenai pentingnya untuk menyelaraskan antara SQ dan IQ. Namun, penulis akan memberikan perspektif mengenai SQ.Â
Sebelumnya, penulis akan memberikan definisi sukses itu (boleh berbeda pendapat). Sukses itu ada dua hal, yaitu terkenal di mata banyak orang dan banyak yang meniru langkah kita.Â
Kalau melihat dari dua aspek tersebut, maka kecerdasan yang sangat diperlukan adalah SQ.Â