Lantas, apa yang kita lakukan kalau anggaran self-reward kita habis? Ya kita bilang aja ke diri kita self-rewardnya beralih ke tabungan. Lah kok bisa dikatakan tabungan sebagai self-reward?Â
Penulis kasih contoh seperti ini. Misal kita masih pengantin baru dan belum punya rumah. Tentu kalau misal si pengantin itu punya rumah, bahagianya bukan main. Apalagi rumahnya itu nyaman ditinggali dan enak dipandang.Â
Setiap bulan, mereka menabung terus dan hanya sedikit mengasih self-reward. Akhir cerita, mereka sanggup beli rumah ketika menginjak tahun ke-7. Itu sudah lunas cicilannya dan biaya lain-lainnya. Siapa yang tidak senang kalau sekarang sudah memiliki rumah tanpa pusing mikirin hutang dan cicilan.Â
Walaupun terlihat sederhana dan tidak luas banget, tapi setiap kali mereka sehabis pulang kerja, rumah mereka terasa seperti surga. Dan itu adalah self-reward terbesar yang mereka miliki dihidup mereka.Â
Oke, balik lagi ke pembahasan. Terkadang, kita tergesa-gesa dan terlalu dini untuk mengambil kebahagiaan. Penulis juga sempat mengalaminya.Â
Sampai akhirnya, saya memutuskan agar tidak terlalu pusing untuk menyenangkan semua orang dan menerima apa adanya.Â
Kadangkali, kita ingin dianggap "wah/keren/kaya nih" oleh teman kita. Tapi, perlu disadari bahwa mereka sama sekali tidak memikirkan kita.Â
Tidak ada orang yang peduli dengan hidup kita kecuali diri kita sendiri. Dan ini adalah pegangan penulis supaya tetap bersikap 'bodo amat' dan fokus pada tujuan akhir.Â
Lalu, apa tujuan saya dari penulis, tujuannya sama seperti cerita diatas, agar bisa beli barang yang dibutuhkan di masa depan.Â
Saya sadar kalau harta berharga yang harus bisa dimiliki adalah seperti, tabungan, rumah, tempat usaha, dan sebagainya. Dan itu hanya bisa dimiliki ketika sudah bisa menabung selama bertahun-tahun lamanya.
Jadi, apakah self reward itu jadi penyemangat kerja atau sumber keborosan? Jawabannya bisa dilihat dari alokasi self reward tiap bulan ya tentunya.