Referensi: pengalaman orang dekat dan imajinasi pribadi
Mungkin penulis langsung jawab, bahwa yang paling hebat adalah keduanya.Â
Lalu apa argumen kok penulis menyatakan hal seperti ini. Penulis Umpamakan antara teori dan praktik. Nah, akademisi itu anggap saja antara teori dan praktik 80:20, sedangkan praktisi kebalikannya.Â
Kemudian, akademisi sendiri harus mengembangkan bahkan jika sanggup membuat sebuah teori baru, maka akan dapet penghargaan, entah itu nobel atau gelar profesor.Â
Kalau praktisi, itu mereka hanya sedikit menerapkan teori. Selanjutnya lah mereka harus bertindak di lapangan. Juga butuh bertahun-tahun agar sukses dan dapat mendapat gelar di masyarakat sebagai 'ahli'.Â
Dan kalau sukses, akan dapat penghargaan berupa award this year/the best this year, dan penghargaan lainnya.Â
Tapi, praktisi sendiri menang harus diakui ilmu up to date. Karena, yang mereka terjun di lapangan adalah tahun itu juga.Â
Cuman, pengalaman mereka kalau dipakai pada dua atau tiga generasi selanjutnya mungkin out of the dated, karena sudah beda zaman beda tantangan.Â
Berbeda dengan akademisi yang mempelajari dan membuktikan teori dari jaman nenek moyang sampai kurun abad tertentu, yang terkesan out of dated.Â
Tapi, mereka sanggup memberikan perbandingan dan mengetahui persamaan antara teori satu dengan teori lainnya, sehingga, ilmunya kalau semisal dipakai di zaman segala pun, mereka sudah bisa memperkirakan dan beberapa teorinya it works.Â
Mungkin contoh riilnya seperti ini. Seorang dosen ekonomi yang mengajarkan beberapa teori mengenai ekonomi, seperti teorinya Adam Smith, yang salah satunya mengatakan, "perekonomian akan tumbuh dan berkembang jika ada pertambahan penduduk."
Apakah teorinya yang disampaikan dosen itu salah? Mungkin ada beberapa dari kita yang bilang, "Halah dosen hanya bisa ngomong doang. Dia sendiri aja tak sanggup membuktikan, itu hanya teori saja. "Â
Eits jangan salah, ada yang namanya BPS (badan pusat statistik). BPS sendiri bisa dikatakan sebagai praktisi. Mereka sudah ahli kalau disuruh mengumpulkan data untuk keperluan laporan dan statistik sebuah perkembangan.Â
Coba kalian lihat di BPS, bagaimana ekonomi pertumbuhan negara dari tahun ke tahun. Dan, teori yang disampaikan dosen itu benar.
Kita juga lantas tidak bisa berkata ke BPS, "Enak sekali praktisi tinggal kerja doang tanpa harus banyak belajar." Eits, jangan salah juga, praktisi itu harus banyak praktik dan terkadang dijumpai menemui banyak kegagalan, karena keterbatasan teori mereka.Â
Tapi, meski demikian, antara akademisi dan praktisi adalah profesi yang sama-sama hebat dan tidak dapat dipisahkan. Namun, keduanya tidak dapat terpisahkan, masing-masing punya peran dan tujuan masing-masing.Â
Kenapa demikian, ibaratnya begini. Manusia tidak sanggup membuat membuat teknologi tanpa merusak alam. Sudah pasti teknologi merusak alam.Â
Cuman, kelebihannya kita dengan teknologi, seluruh kegiatan kita dapat terbantu dengan mudah. Contohnya seperti alat transportasi. Kita mau kemana saja dalam waktu singkat, bisa sampai, meski itu jauh. Tapi, kita kehilangan kesehatan udara dan rusaknya alam
Sama seperti baterai, ada sisi plus dan minus. Kalau hilang salah satunya, maka apakah bisa dipakai? Tentu tidak. Yang terjadi adalah mal fungsi.Â
Yang bisa dilakukan adalah memilih kemungkinan yang dan memutuskan sesuatu hal yang terbaik. Tidak bisa kita lantas berkata akademisi tidak berguna, praktisi tidak berguna.Â
Keduanya memiliki kendali dam peran masing-masing. Dan bila akan hebat bila mereka sanggup bersinergi, membuat sebuah keajaiban.
By: M. Saiful Kalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H