Mohon tunggu...
M. Saiful Kalam
M. Saiful Kalam Mohon Tunggu... Penulis - Sarjana Ekonomi

Calon pengamat dan analis handal

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Dilema Profesi Guru

30 Agustus 2021   23:56 Diperbarui: 22 November 2021   11:01 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Referensi: cerita orang dekat

 "Man-Teman, ayo kita disiplin, kalau enggak guru disini nanti dipecat dan nggak digaji. " ucap salah seorang temanku saat jam pelajaran berlangsung. 

Siapa coba yang tidak kaget dan menangis dikatai seperti itu okeh muridnya sendiri kelas 4 SD, di hadapan ramai lagi. Si guru, namanya Bu Siti, langsung mengakhiri kelas dan bergegas menuju ke ruang guru. 

Sesampainya di sana, ibu tersebut menangis sejadi-jadinya di dekat guru yang lain. Bahkan berita ini sampai tersebar luas satu sekolah dan para wali murid angkatan saat itu. 

Memang sekolah tersebut adalah sekolah swasta, yang mana guru di sana mendapatkan gaji dari SPP bulanan dari para murid. Berbeda dengan sekolah negeri yang guru mendapat gaji dari pemerintah. (sepemahaman penulis) 

Hal itu sebenarnya bukan masalah baru. Banyak murid dalam tanda kutip 'kurang ajar' yang sering membuat masalah di sekolah. Makanya tidak kaget ada paradigma di orang tua agar bisa menyekolahkan anak di sekolah favorit. 

Sebab pikiran mereka, para murid disana pada baik-baik saja. Yah meski pada kenyataannya, tidak sedikit masih ada murid yang kurang ajar dijumpai. 

Kalau anda berada di sekolah dalam notabene 'terpelosok', maka guru yang mengajar disana juga harus banyak bersabar. Gaji seorang guru berapa sih, dibanding karyawan senior perusahaan, gajinya terbilang kecil. 

Apalagi guru yang masih GTT atau PTT, tambah harus bersabar. Sebab, gaji guru itu baru bisa terasa kalau sudah diangkat menjadi PNS, kalau sekarang istilahnya ASN. Dan itu perlu waktu bertahun-tahun lamanya. 

Juga jenjang karirnya seorang guru yang terbilang kurang luas, sehingga budaya kerjanya jauh berbeda ketimbang karyawan di perusahaan. 

Oke kembali lagi ke pembahasan tentang cerita di awal. Kalau menurut pandangan penulis, memang benar kalau guru itu dibayar oleh siswa, tapi lebih tepatnya kan orang tua. Tidak mungkin lah usia SD sudah bisa membayar SPP nya sendiri. 

Ya mungkin hanya 1 dari 100 anak yang mungkin bisa, tapi selebihnya tidak. 

Nah, problemnya sendiri adalah orang tua siswa yang sibuk bekerja dan tidak sempat mendidik anaknya. Pasti guru juga tidak bisa menyalahkan, lha wong orang tuanya aja, mohon maaf, 'kurang ajar' juga. Ya anaknya ngikutlah. 

Oke, (maaf kalau alurnya agak muter, tapi ini juga bagian dari intinya) terkait masalah guru yang dibayar siswanya, penulis punya pandangan sendiri. 

Coba kita samakan dengan salah satu marketing strategy yang berbunyi, "pembeli adalah raja". Nah, pernyataan, kalau sekarang pernyataan tersebut dibalik dengan pernyataan seperti ini "Raja yang mana dulu?"

Memangnya bisa apa seorang pembeli kalau tidak dilayani oleh penjual. Seandainya diibaratkan kondisi yang kejepit, pembeli apa bisa memakan uangnya? Ya enggak bisa lah, pembeli tersebut bakalan mati kelaparan. 

Kembali lagi ke pembahasan awal, jadi seorang murid itu tidak patut semena-mena terhadap gurunya. Mungkin nakal diusia kanak-kanak dan remaja adalah hal wajar, tapi tidak wajar kalau sudah tidak respect sama guru, maka dijamin gagal dunia-akhirat. 

Coba lihat orang sukses di Indonesia. Katakanlah siapa, Chairul Tanjung, seorang pengusaha yang masuk Top 10 versi Forbes Times. Kalau anda membaca buku "Chairul Tanjung si Anak Singkong" karya Tjahya Gunawan Direjadja. 

Di sana ada cerita menarik bahwa beliau ketika sukses mendirikan CT Corp dan mengakuisisi Bank Mega, beliau mengundang beberapa guru semasa sekolahnya untuk makan di tempatnya beliau bekerja. 

Saya yakin, beliau pasti adalah murid yang baik dan menghormati gurunya. Bahkan ia dinobatkan sebagai mahasiswa teladan seluruh Indonesia pada tahun tersebut, bagaimana beliau itu bukan murid yang baik dan hormat kepada gurunya? 

Mungkin karena hormat kepada seorang guru, maka akhirnya beliau bisa jadi sukses seperti itu. 

By: M. Saiful Kalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun