Lagu yang menggambarkan keindahan alam Indonesia yang kaya akan flora dan fauna, serta suasananya yang aman dan tenteram-damai sehingga bisa membangkitkan semangat untuk merebut kemerdekaan dan mempertahankannya.Â
Lagu yang indah itu, oleh Presiden Soekarno pernah ditampilkan pada penutupan Asian Games IV di Jakarta pada tahun 1962 dengan tarian kolosalnya yang dilukiskan memukau para peserta. Dan kaset lagu itu dibagikan sebagai kenang-kenangan kepada semua peserta Asian Games IV.
Sekarang ini, lagu keroncong yang semestinya merupakan karya seni-budaya asli bangsa Indonesia jarang sekali terdengar.
Mengenai musik keroncong, saya jadi teringat ketika tahun 1970 sampai dengan 1972.Â
Sewaktu pertama kali diterima bekerja di PT Pertamina (Persero) ditempatkan/ditugaskan di Laboratorium Pabrik Aspal Pertamina Wonokromo.Â
Apabila dinas malam, pemuka saya selalu membawa radio transistor dan selalu menikmati siaran acara lagu-lagu keroncong. Pak Marto, Pak Natsir, Pak Nasir, Pak Djalil, Pak Karmadi, Pak Budi Priyandoko dan Pak Thoyib, adalah para pemuka saya yang jadwalnya berpasangan bergantian setiap dua minggu.Â
Dengan dihibur lagu-lagu keroncong yang menemani kerja memeriksa mutu produk hasil pengolahan (refinery) yang sample (contoh)-nya dikirim setiap jam, merupakan kenangan yang sulit dilupakan.
Meminjam syair kata lagu keroncong "Solo Di Waktu Malam" ciptaan R. Maladi, lagu-lagu keroncong memang meresap dan mendalam di hati serta menawan di sanubari.Â
Kegandrungan terhadap musik keroncong ini saya rasakan sampai sekarang.
Untungnya, TV RI selalu menyuguhkan acara "Keroncong Lestari" yang tayang setiap hari Rabu pada malam hari mulai jam 21.30 WIB dan saya selalu menikmatinya.