Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Lestarikan Musik Keroncong

12 Juli 2024   23:27 Diperbarui: 12 Juli 2024   23:50 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sundari Sukotjo. (Sumber: Okezone)

Di Indonesia, kolaborasi dengan ukulele, dawai, seruling, cello, bass dan biola, jadilah musik keroncong seperti yang kita kenal. Dinamakan keroncong karena bermula dari hasil kreasi orang-orang Tugu yang telah menciptakan tiga jenis gitar. 

Yang besar dinamakan jitera, ukuran sedang disebut prunga, sedangkan yang ukuran kecil disebut macina. Karena ketika dimainkan berbunyi krong-krong dan crong-crong, maka disebutlah sebagai musik keroncong. 

Mulai berkembang pesat sejak akhir abad XIX dan berfungsi dalam membantu menggugah dan menumbuhkan rasa patriotisme diantara para kaum terpelajar melalui lagu nasional, memperdalam cinta tanah air Indonesia dan melestarikan budaya nasional yang kaya dan indah. 

Oleh karena itu banyak lagu keroncong digubah bertemakan semangat perjuangan kemerdekaan dan semangat cinta tanah air. Sebagai contoh, lagu "Rayuan Pulau Kelapa" yang dicipta Ismail Mardjuki pada tahun 1944. 

Lagu yang menggambarkan keindahan alam Indonesia yang kaya akan flora dan fauna, serta suasananya yang aman dan tenteram-damai sehingga bisa membangkitkan semangat  untuk merebut kemerdekaan dan mempertahankannya. 

Lagu yang indah itu, oleh Presiden Soekarno pernah ditampilkan pada penutupan Asian Games IV di Jakarta pada tahun 1962 dengan tarian kolosalnya yang dilukiskan memukau para peserta.  Dan kaset lagu itu dibagikan sebagai kenang-kenangan kepada semua peserta Asian Games IV.

       Sekarang ini, lagu keroncong yang semestinya merupakan karya seni-budaya  asli bangsa Indonesia jarang sekali terdengar. Mengenai musik keroncong, saya jadi teringat ketika tahun 1970 sampai dengan 1972. 

Sewaktu pertama kali diterima bekerja di PT Pertamina (Persero) ditempatkan/ditugaskan di Laboratorium Pabrik Aspal Pertamina Wonokromo. 

Apabila dinas malam, pemuka saya selalu membawa radio transistor dan selalu menikmati siaran acara lagu-lagu keroncong. P

ak Marto, Pak Natsir, Pak Nasir, Pak Djalil, Pak Karmadi, Pak Budi Priyandoko dan Pak Thoyib, adalah para pemuka saya yang jadwalnya berpasangan bergantian setiap dua minggu. 

Dengan dihibur lagu-lagu keroncong yang menemani kerja memeriksa mutu produk hasil pengolahan (refinery) yang sample (contoh)-nya dikirim setiap jam, merupakan kenangan yang sulit dilupakan. Meminjam syair kata lagu keroncong "Solo Di Waktu Malam" ciptaan R. Maladi, lagu-lagu keroncong memang meresap dan mendalam di hati serta menawan di sanubari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun