Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945

22 Juli 2023   01:29 Diperbarui: 22 Juli 2023   01:33 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (Dok: Detik.com)

Amendemen atau perubahan pertama yang ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999, pasal 6 bunyinya masih tetap, namun pasal 7 diubah yang membatasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimum hanya dua kali masa jabatan. 

Amendemen kedua UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, pasal 6 maupun pasal 7 masih tetap sama bunyinya. Sedangkan pada amendemen ketiga yang ditetapkan pada tanggal 9 November 2001, susunan pimpinan MPR mengalami perubahan yaitu: Drs. Kwik Kian Gie (PDIP) diganti Ir. Sutjipto dan Hari Sabarno SIP, MBA, MM (mewakili ABRI) digantikan Agus Widjojo. 

Yang mendasar pada perubahan ketiga ini adalah mengenai Presiden dan Wakil Presiden yang calonnya hanya bersyarat harus WNI sejak saat kelahirannya, kecuali pada pasal 6 ayat 2 disebut syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur dengan Undang-undang. Pada amendemen keempat yang ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002, pasal 6 dan pasal 7 masih tetap bunyinya seperti hasil amendemen ketiga.      

Terkait dengan Indonesia Asli, dalam pasal 26 UUD 1945 yang asli disebut bahwa yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara yang syarat-syaratnya juga ditetapkan dengan Undang-undang. 

Bunyi rumusan ini tetap ada sampai pada amendemen keempat. Sehingga timbul pertanyaan, pada pasal 26 menyebut tentang orang-orang bangsa Indonesia asli, tetapi kenapa pasal 6 pada amendemen ketiga diubah menjadi WNI saja sebagai syarat menjadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Karena disebut pada pasal 6 dan pasal 26 dalam UUD 1945 yang asli, mungkin kita perlu mengkaji ulang tentang pentingnya rumusan orang Indonesia Asli tersebut. 

Para pendiri bangsa yang tergabung dalam PPKI pasti penuh pertimbangan yang seksama ketika merumuskan Indonesia Asli itu sesuai pengalaman perjuangannya menegakkan Indonesia Merdeka yang bebas dari cengkeraman bangsa asing. 

Apakah pokok pikiran yang penuh perenungan dan perdebatan para perintis kemerdekaan itu kita langgar karena tidak merasakan langsung pahit-getirnya menegakkan dan merebut kemerdekaan. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang dibentuk atas dasar amendemen UUD 1945 perlu menginisiasi pentingnya mengkaji kembali amendemen tersebut berikut rumusannya. 

Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia diharapkan lebih proaktif dalam mendeteksi dan memahami masalah bangsa. Sebab, kalau menyebut bangsa Indonesia Asli, mestinya harus ada sensus yang jelas, jujur  dan teliti, sehingga akan diketahui berapa persen penduduk Indonesia Asli dan berapa persen keturunan bangsa lain yang akhir-akhir ini agak diabaikan dan dibutakan. 

Pada hal ini sangat penting dalam menentukan segala kebijakan yang cerdas, adil dan beradab, bukan dalam rangka menghembuskan isu SARA yang negatif, tetapi dalam rangka menghindari timbulnya politik identitas yang membahayakan masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan lagi, kenapa amendemen cukup dilakukan oleh MPR hasil pemilu yang kompetensi serta kredibilitasnya masih penuh tanda-tanya. 

Mestinya, amendemen konstitusi itu ditanyakan dulu kepada seluruh rakyat yang berarti perlunya diadakan referendum. Biarlah melalui referendum itu seluruh rakyat terutama para cerdik-pandai dan pengawal negara menyampaikan pendapatnya secara bebas dan bertanggungjawab. 

Sekali lagi, inilah tugas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk memikirkan! Sebab, selama ini keberadaan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dikesankan hanya menunggu laporan dan pengaduan saja. Mungkinkah peran Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ini bisa lebih ditingkatkan dan diharapkan lebih peka sehingga benar-benar menjadi Lembaga andalan pemecah masalah bangsa.*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun