Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pejalan Kaki Abadi

22 Oktober 2022   21:44 Diperbarui: 22 Oktober 2022   21:53 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orang Berjalan Kaki di Indonesia (Sumber: Koran-Jakarta)

Pada tahun 1995 saya mengikuti Kursus Pimpinan Minyak dan Gas Bumi (Suspi Migas) XIII yang diselenggarakan atas Kerjasama Lemhannas -- PT Pertamina (Persero). Salah seorang dosen pengajarnya, Iwan Pontjowinoto beberapa waktu yang lalu memberikan nasihat yang sangat penting bagi para manula. 

Bahwa kelak yang akan dirasakan  oleh para manula itu akan sama, yaitu berupa penyesalan :

Pertama, menyesal kenapa dulu tidak berpola hidup sehat terutama dalam hal makanan dan olah gerak atau olah-raga.

Kedua, kenapa dulu tidak rajin menabung dan tidak memulai berinvestasi.

Ketiga, kenapa dulu tidak berusaha menekuni suatu keahlian yang berguna dan yang dibutuhkan oleh orang lain sehingga bisa mendapatkan penghasilan.

Keempat, kenapa dulu tidak menjaga pertemanan untuk bersendagurau dan menjalin silaturahmi.

Kelima, kenapa dulu tidak memanfaatkan waktu untuk keluarga sebanyak mungkin, sehingga mereka juga tidak akan melupakan dan meninggalkan kita setelah semuanya berkeluarga.

       Lalu, ada teman yang anaknya sebagai karyawan sebuah perusahaan Jepang yang dipindah ke Tokyo-Jepang. Dia cerita, bahwa cucunya yang masuk usia sekolah TK, diwajibkan masuk pendidikan di lingkungan perusahaan. Jarak rumah tinggal dengan sekolah sekitar 2 kilometer tetapi anak-anak diwajiblan berjalan kaki pergi-pulang dengan diantar atau dikawal oleh salah satu orangtuanya secara bergilir. 

Jadi, di setiap kawasan permukinan hanya boleh diantar oleh seorang wali murid atau orangtua secara bergilir dan bertanggungjawab. Anak-anak TK itu juga diajari menanam ubijalar dan memanen setelah waktunya tiba.

 Sementara itu, penelitian di Inggris menyebut bahwa anak-anak yang pergi-pulang sekolah dengan jalan kaki, ternyata lebih cerdas dibanding yang selalu diantar menggunakan mobil. Karena dengan berjalan kaki, maka peredaran darah sampai ke otak menjadi lebih lancar. 

Terakhir ada berita penilaian dari Stanford University, bahwa rata-rata bangsa Indonesia itu malas berjalan kaki, bahkan dibilang termalas di dunia. Mungkin karena menjadi makmur semua, maka menjadi malas berjalan kaki, memilih naik mobil, motor atau sepeda dan sejenisnya.

       Saat ini saya berusia 72 tahun. Kurang beberapa bulan lagi akan masuk kategori umur harapan hidup rata-rata orang Indonesia yang oleh Prof.Dr.Ir. Muhammad Nuh ketika khotbah sholat Iedul Adha disebut 72 tahun 4 bulan. Alhamdulillah saya merasa sehat, dan karena itu jadi teringat kehidupan masa kecil dan remaja hingga manula sekarang ini. 

Sewaktu Sekolah Dasar, saya berjalan kaki sepanjang lebih dari 2 kilometer dari rumah ke sekolah. Berjalan ramai-ramai bersama teman-teman setap hari rasanya menyenangkan. Itu saya alami sewaktu tinggal di desa Benjeng-Kabupaten Gresik. Setelah naik ke kelas 3, sekolah pindah yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah. 

Biasanya Nenek menyediakan nasi "intip" , yaitu nasi yang dimasak menggunakan kuali dari tanah liat. Setelah masak, nasinya lalu diangkat sehingga tinggal intip atau keraknya yang kemudian direndam dengan air matang.

Ketika jam istirahat sekolah, saya lari pulang untuk menikmati nasi intip itu yang biasanya saya nikmati dengan lauk gorengan udang atau bakwan ikan teri, juga sering dengan bakwan jagung. 

Setelah naik ke kelas 6 saya pindah ke Gresik Kota yang jarak sekolah dari rumah juga sekitar 2 kilometer dan saya jalani dengan jalan kaki pergi-pulang. Sewaktu melanjutkan ke SMP, jarak dari rumah sekitar 1 kilometer dan juga saya jalani dengan berjalan kaki pergi-pulang.

Yang mengesankan adalah sewaktu masuk STM-YWSG (Yayasan Wisma Semen Gresik) yang lokasinya di kawasan Pabrik Semen Gresik dan jaraknya sekitar 5 kilometer. 

Selama 3 tahun saya tempuh dengan jalan kaki pergi-pulang, atau sesekali diseling ngedompleng teman yang sedang mengendarai sepeda, atau sesekali menyelinap di mobil bus antar jemput karyawan PT Semen Gresik yang kebetulan melintas. 

Bahkan setelah bekerja, saya juga sering dan selalu diseling dengan berjalan kaki karena harus naik angkutan umum.

Sebenarnya, saya sempat memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi) wilayah Bojonegoro yang saya peroleh sewaktu di tingkat akhir Akademi Minyak dan Gas Bumi (AKAMIGAS) Cepu pada akhir tahun 1975. Karena tidak pernah punya mobil, dan dapat mobil dinas beserta sopir ketika 21 tahun kemudian, jadinya lupa dan takut lagi mengendarai mobil.

Tidak punya kendaraan bermotor dan tidak memiliki sepeda, ternyata hikmahnya banyak berjalan kaki sejak kanak-kanak, dan semoga itu menyehatkan apabila dihubungkan dengan uraian di atas tadi.

Dan sekarang, walau pun mampu memiliki, tetapi yang mampu mengendarai mobil, motor dan sepeda hanya isteri, dan anak-anak. 

Maka jadilah saya pejalan kaki abadi, yang Insya Allah sampai akhir hayat nanti!*****Bekasi, Oktober 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun