Terakhir ada berita penilaian dari Stanford University, bahwa rata-rata bangsa Indonesia itu malas berjalan kaki, bahkan dibilang termalas di dunia. Mungkin karena menjadi makmur semua, maka menjadi malas berjalan kaki, memilih naik mobil, motor atau sepeda dan sejenisnya.
    Saat ini saya berusia 72 tahun. Kurang beberapa bulan lagi akan masuk kategori umur harapan hidup rata-rata orang Indonesia yang oleh Prof.Dr.Ir. Muhammad Nuh ketika khotbah sholat Iedul Adha disebut 72 tahun 4 bulan. Alhamdulillah saya merasa sehat, dan karena itu jadi teringat kehidupan masa kecil dan remaja hingga manula sekarang ini.Â
Sewaktu Sekolah Dasar, saya berjalan kaki sepanjang lebih dari 2 kilometer dari rumah ke sekolah. Berjalan ramai-ramai bersama teman-teman setap hari rasanya menyenangkan. Itu saya alami sewaktu tinggal di desa Benjeng-Kabupaten Gresik. Setelah naik ke kelas 3, sekolah pindah yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah.Â
Biasanya Nenek menyediakan nasi "intip" , yaitu nasi yang dimasak menggunakan kuali dari tanah liat. Setelah masak, nasinya lalu diangkat sehingga tinggal intip atau keraknya yang kemudian direndam dengan air matang.
Ketika jam istirahat sekolah, saya lari pulang untuk menikmati nasi intip itu yang biasanya saya nikmati dengan lauk gorengan udang atau bakwan ikan teri, juga sering dengan bakwan jagung.Â
Setelah naik ke kelas 6 saya pindah ke Gresik Kota yang jarak sekolah dari rumah juga sekitar 2 kilometer dan saya jalani dengan jalan kaki pergi-pulang. Sewaktu melanjutkan ke SMP, jarak dari rumah sekitar 1 kilometer dan juga saya jalani dengan berjalan kaki pergi-pulang.
Yang mengesankan adalah sewaktu masuk STM-YWSG (Yayasan Wisma Semen Gresik) yang lokasinya di kawasan Pabrik Semen Gresik dan jaraknya sekitar 5 kilometer.Â
Selama 3 tahun saya tempuh dengan jalan kaki pergi-pulang, atau sesekali diseling ngedompleng teman yang sedang mengendarai sepeda, atau sesekali menyelinap di mobil bus antar jemput karyawan PT Semen Gresik yang kebetulan melintas.Â
Bahkan setelah bekerja, saya juga sering dan selalu diseling dengan berjalan kaki karena harus naik angkutan umum.
Sebenarnya, saya sempat memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi) wilayah Bojonegoro yang saya peroleh sewaktu di tingkat akhir Akademi Minyak dan Gas Bumi (AKAMIGAS) Cepu pada akhir tahun 1975. Karena tidak pernah punya mobil, dan dapat mobil dinas beserta sopir ketika 21 tahun kemudian, jadinya lupa dan takut lagi mengendarai mobil.
Tidak punya kendaraan bermotor dan tidak memiliki sepeda, ternyata hikmahnya banyak berjalan kaki sejak kanak-kanak, dan semoga itu menyehatkan apabila dihubungkan dengan uraian di atas tadi.