Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

11 Juli 2022   16:22 Diperbarui: 11 Juli 2022   16:28 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi SPBU Pertamina. (sumber: Rudi Hansend dari Motorplus) 

Beberapa waktu yang lalu, di Pati-Jawa Tengah, tertangkap penimbun Minyak Solar bersubsidi sebanyak 25 kiloliter (KL). Minyak Solar tersebut untuk dijual ke kapal ikan dan industri dengan harga di bawah harga keekonomian resmi. Taktik mendapatkan BBM bersubsidi tersebut modusnya dengan mengubah atau memodifikasi tanki BBM dan membeli di SPBU dengan harga subsidi. Upaya penyimpangan semacam itu sebenarnya banyak terjadi di mana-mana. Di suatu kawasan di Jawa Barat bahkan anggota TNI-AD menggrebek lokasi penimbunan BBM bersubsidi.

Dalam industri perminyakan dikenal istilah "triangle of fire". Yaitu, teori terjadinya bahaya kebakaran yang disebabkan adanya tiga unsur penyebab yang terdiri atas : adanya bahan yang mudah terbakar yakni minyak mentah, gas dan BBM, adanya oksigen sebagai unsur yang mempercepat proses pembakaran, dan titik api atau sumber api yang merupakan penyulut terjadinya kebakaran. Untuk menghindari terjadinya kebakaran, maka harus ditempuh dengan menghindari ketiga unsur tersebut berada dan bersinggungan secara bersamaan, harus dipisahkan satu sama lain. 

Nah, dalam kasus penyalahgunaan BBM sebagaimana dipaparkan di atas, adalah merupakan delik kejahatan dan penyelewengan yang melanggar hukum. Dalam perilaku kejahatan pun ada tiga unsurnya sebagai penyebab. Yaitu, adanya orang atau kelompok orang yang memang suka melanggar hukum atau terpaksa melanggar hukum karena lemahnya pemahaman terhadap hukum dan aturan yang berlaku, dan mungkin juga karena tuntutan perut. Yang kedua, adanya sasaran yang bisa dimainkan sesuai lingkup kerja dan pengaruh lingkungannya. Dan yang ketiga, karena adanya kesempatan atau adanya peluang.

Bermula dari masalah subsidi BBM yang meningkat pada periode tahun 2022 ini. Tujuan penggelontoran subsidi oleh Pemerintah adalah dalam rangka konsistensi menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat dengan  menjaga APBN tetap sehat dan berkelanjutan. Ada masa sebagai pemicu yang memberatkan masalah ekonomi ini, yaitu akibat dari kasus pandemi Corona-19 yang belum sepenuhnya pulih, ditambah dengan akibat invasi Russia terhadap Ukraina yang juga mempengaruhi ekonomi global. Krisis perang Russia-Ukraina membuat Indonesia Crude Price (ICP) yang dalam APBN 2022 ditetapkan 63 US$ per barel, meningkat menjadi 102,5 US$ per barel. Subsidi yang semula dianggarkan sebesar Rp 134 triliun melonjak menjadi Rp 208,9 triliun karena ICP ternyata merupakan 92% komponen biaya, sedangkan prosesnya, hanya merupakan 8% dari biaya produksi BBM.

Untuk mengendalikan subsidi BBM, berbagai langkah telah diambil. Terakhir dengan menerapkan metode MyPertamina untuk membeli BBM di SPBU, sehingga ada pertanyaan, bolehkah main HP atau gawai di lingkungan SPBU? Sebelumnya, sudah lama diterapkan metode diskriminasi harga berdasarkan siapa konsumen pemakai dan berdasarkan wilayah atau daerah. Kebijakan perbedaan harga inilah sehingga memberi peluang adanya pelanggaran hukum dengan upaya menimbun BBM bersusidi. Besarnya perbedaan harga subsidi dengan harga keekonomian sangat menggiurkan bagi para penyeleweng dan sangat sulit mengendalikan maupun mengawasinya. Maka, langkah dan strategi memutuskan salah satu rantai penyebab timbulnya kejahatan menjadi sangat penting.

Mungkin sudah saatnya ditempuh kebijakan harga dengan subsidi yang adil dan merata untuk seluruh rakyat apa pun status ekonominya maupun daerahnya. Berarti dalam hal ini hanya ada satu harga sehingga tidak memungkinkan seseorang terpancing untuk berbuat dosa melalui perbedaan harga BBM. Simulasinya, bisa dibuat seperti perhitungan sederhana berikut ini. 

Misal, harga subsidi Rp 5.000,- per liter, konsumsi 10.000 liter, perolehan sebesar Rp 50.000.000,- Harga keekonomian misal ditetapkan sebesar Rp 7,500,- per liter, dengan konsumsi 5.000 liter, maka diperoleh Rp 37.500.000,- Lalu diambil rata-rata sebagai harga baru per liter yaitu : (Rp 50.000.000,- + Rp 37.500.000,-) dibagi (10.000 liter + 5.000 liter) = Rp 87.500.000,- /15.000 liter = Rp 6.000,- (setelah dibulatkan). Maka pendapatan akan diperoleh sebesar : 15.000 x Rp 6.000,- = Rp 90.000.000,- dan nilai subsidi dengan besaran yang sama, tetapi terhindar dari peluang penyelewengan karena peluang dan kesempatan akal-mengakali kita tutup. 

Kemungkinan besar kelompok inilah yang akan protes. Juga kelompok pemrotes akan memanfaatkan perubahan harga yang merata dan seragam ini. Segenap lapisan masyarakat diharapkan mampu memahami segala permasalahan yang menyangkut BBM. Baru-baru ini Presiden Jokowi dalam suatu kesempatan menyebut bahwa separo dari kebutuhan BBM masih diimpor sehingga subsidi terus membengkak. Apabila kebijakan harga yang seragam ini diterapkan, sosialisasi dan penjelasan kepada seluruh rakyat perlu dilakukan secara intensif jauh-jauh hari sebelumnya, berikut penjelasan langkah-langkah efisiensi yang akan dan telah dilakukan di jajaran produsen (terutama di PT Pertamina Persero).*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun