Mohon tunggu...
Muhammad Sigit Santoso
Muhammad Sigit Santoso Mohon Tunggu... Mahasiswa - Petani Ilmu

Hanya noda pada debu yang suci

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tinjauan Pembelajaran Berdiferensiasi

6 Maret 2024   15:07 Diperbarui: 6 Maret 2024   15:12 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tinjauan Pembelajaran Berdiferensiasi

 

Bagaimana kondisi sebenarnya siswa di Indonesia? Penggambaran paling kongkretnya adalah, siswa di Indonesia memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari gaya belajar, profil siswa, kesiapan belajar, kemampuan kognitif, dan emosional siswa yang dipengaruhi oleh faktor internal serta faktor eksternal. 

Lalu, bagaimana usaha yang dilakukan pemerintah agar setiap siswa di Indonesia dapat mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran dengan kemampuan atau potensi dasar, serta karakteristik mereka masing-masing seperti yang diungkapkan di atas? Ide brilian tercetus melalui Kurikulum Merdeka yang di dalamnya terdapat pembelajaran berdifernsiasi. Seperti apakah pembelajaran berdiferensiasi tersebut? Teori apa saja yang menjadi dasar lahirnya pembelajaran berdiferensiasi?

Sederhananya, pembelejaran berdifernsiasi merupakan proses belajar yang memungkinkan siswa dengan keragaman kemampuan,  berbeda level kognitif dan jenis kebutuhan serta karakteristik gaya belajar yang berbeda untuk menerima pendidikan yang sama di lingkungan kelas yang inklusif. 

Pendidikan yang menjadi lingkungan belajar inklusif harus mampu mengintgrasikan seluruh aspek dalam pendidikan mulai dari suasana akademik, budaya sekolah, suasana sekolah, fasilitias sekolah, dan seluruh praktisi dalam lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan proses belajar yang beragam. Intinya, pembelajaran berdiferemsiasi ini akan tercapai dengan adanya integrasi semua aspek pendidikan yang memfasilitasi keragaman kondisi siswa.

Mengkaji lebih jauh dari akarnya, pembelajaran berdiferensiasi lahir dari empat teori. Teori tersebut diantaranya adalah teori ekologi, teori multiple intelligences, Zone of Proximal Development (ZPD), serta teori learning modalities. 

Teori sistem ekologi merupakan pandangan sosiokultural Bronfenbrenner tentang perkembangan yang terdiri dari lima sistem lingkungan. Mulai dari pengaruh interaksi langsung pada individu hingga pengaruh kebudayaan yang berbasis luas. 

Kelima sistem ekologi tersebut adalah mikrosistem (latar belakang keluarga, ras, jenis kelamin), mesosistem (interaksi seseorang dalam sebuah sistem), ekosistem (norma, etika, nilai, aturan yang berlaku di tengah masyarkat), makrosistem (nilai-nilai ideologi, hukum masyarakat dan budaya politik), dan kronosistem (sejarah, peradaban, sosio-kultural).

Berikutnya, teori multiple intelligences (kecerdasan majemuk) adalah teori yang dicetuskan dan dikembangkan oleh Howard Gardner (1993), seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. 

Menurut Gardner bahwa intelegensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang yang tertutup dan hanya konsentrasi pada soal itu tanpa ada gangguan dari lingkungan luar. Namun, inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam. 

Pada teori multiple intelligences ini disebutkan ada delapan bentuk kecerdasan. Delapan bentuk kecerdasan tersebut yaitu 1) Kecerdasan verbal-linguistik; 2) Kecerdasan logis-matematis; 3) Kecerdasan spasial-visual; 4) Kecerdasan kinestetik-jasmani; 5) Kecerdasan musical; 6) Kecerdasan intrapersonal; 7) Kecerdasan Interpersonal; dan 8) Kecerdasan naturalis.

Selanjutnya, teori Zone of Proximal Development (ZPD). Zone of Proximal Development (ZPD), zona antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. 

Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah dengan bantuan orang dewasa. Ketika masuk dalam ZPD, maka anak sebenarnya dapat melakukan aktifitas/tugas yang diberikan, akan tetapi lebih optimal jika orang dewasa atau pendamping yang lebih tahu, membantunya untuk mencapai tingkat perkembangan aktual tersebut.

Learning modalities atau modalitas belajar yaitu potensi dasar atau kecenderungan yang dimiliki siswa dalam menggunakan kemampuannya untuk menerima informasi dan belajar. Kemampuan dasar tersebut akrab dikenal dengan VAK. VAK dijabarkan sebagai modalitas belajar Verbal, Auditori, dan Kinestetik.

Dasar teori yang kuat dan jelas yang menjadi rujukan awal lahirnya ide brilian pembelajaran berdiferensiasi yang ada di dalam Kurikulum Merdeka, didukung dengan uraian aktivitas yang perlu dilakukan agar pembelajaran berdiferensiasi dapat terlaksana di dalam pendidikan Indonesia. Aktivitas yang perlu dilakukan untuk penyelenggaran pembelajaran berdiferensiasi dimulai dari menentukan kedalaman dan keragaman materi pembelajaran. 

Hal tersebut didasarkan pada kemampuan awal siswa atau kondisi awal siswa yang diperoleh dari hasil asesmen. Kemudian, perlu merumuskan dengan jelas tujuan pembelajaran, penetapan metode, media, alat bantu pembelajaran, dan  merumuskan perangkat evaluasi yang akan digunakan. Aktivitas-aktivitas tersebut tentunya tidak boleh lepas dari panduan awal pembelajaran berdiferensiasi yaitu pembelajaran harus mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh siswa.

Pembelajaran berdiferensiasi memiliki tujuan yang apik bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Bagaimana tidak, pembelajaran berdiferensiaasi memiliki tujuan diantarnya, 1) memberikan kesempatan agar semua siswa dapat mengakses dan berpartisipasi dalam pembelajaran; 2) memaksimalkan perkembangan dan capaian pembelajaran setiap siswa, serta menekankan pada keberhasilan individu siswa. Harapan agar tujuan tersebut dapat dicapai, ada beberapa hal yang harus ditekankan dalam aktivitas pembelajaran berdiferensiasi. Pertama, pembelajaran berdiferensiasi harus mampu menyatukan siswa dengan beragam karakteristik dalam iklim belajar yang saling mendukung. Kedua, karakteristik siswa yang berbeda tersebut harus dijadikan dasar memberi layanan yang sesuai untuk setiap siswa.

Seapik apapun sebuah gagasan brilian yang didasarkan pada teori-teori yang kuat, tetap memerlukan refleksi dari berbagai sudut pandang. Hal tersebut tentu bertujuan agar gagasan yang baik dapat dipertimbangkan ulang penerpannya, sesuai dengan fakta dan pandangan berbagai pihak dan khususnya para praktisi dalam dunia pendidikan yang ada di lapangan. Oleh karena itu, penulis di dalam tulisan ini akan berusaha untuk melakukan refleksi terhadap kondisi keragaman siswa dan pembelajaran berdiferensiasi yang diterapkan di Indonesia. Hal pertama yang perlu disoroti dari pembelajaran berdiferensiasi adalah adanya tantangan dalam penerapannya.

Mengacu kepada Suprayogi & Inah (2022: 29), penerapan pembelajaran berdiferensiasi memiliki beberapa tantangan, yaitu 1) Persiapan yang memakan waktu; 2) Terbatasnya waktu di kelas; 3) Guru harus memiliki management skills yang baik; 4) Kurangnya bahan pembelajaran;  dan 5) Kurangnya pelatihan bagi pengajar mengenai penggunaan pembelajaran berdiferensiasi. Berikut uraian kelima tantangan tersebut dari sudut pandang penulis sebagai mahasiswa berdasarkan pengalaman pribadi. Pertama, persiapan yang memakan waktu.  Pembelajaran berdifrensiasi memerlukan waktu persiapan yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan untuk melakukan pembelelajaran berdiferensiasi dari awal hingga akhir memiliki rentang yang panjang dan lama. Perubahan yang terjadi pada siswa tidak serta merta langsung dapat dilihat setelah pembelejaran selesai dilakukan, melainkan setelah hitungan bulan bahkan mungkin tahun.

Kedua, terbatasnya waktu di kelas.  Pembelajaran berdiferenasiasi tidak akan dapat dilaksankan secara utuh di dalam kelas. Pembelajaran berdiferensiasi memiliki serangkaian proses yang cukup banyak. Misalnya, guru harus memfailitasi siswa berdasarkan learning mobilities yang dimilikinya dengan menyediakan konten pembelajaran yang bervariasi atau kombinasi visual, auditori, dan kinestik. Demi memfasilitasi hal tersebut, integrasi teknologi sangat diperlukan saat pembelajaran berlangsung. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa, tidak semua guru, siswa, hingga sekolah, mampu memanfaatkan fasilitas yang ada. Bahkan tidak sedikit yang tidak dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung tersebut. Alhasil, kreativitas guru dan siswa sangat dituntut mencapai pemerataan pendidikan yang ada di Indoenasia.

Ketiga, guru harus memiliki management skills yang baik. Di atas telah disebutkan dengan ringkas bahwa pembelajaran berdiferensiasi menuntut seorang guru untuk memiliki beberapa kemampuan agar tercapainya tujuan pembelajaran berdiferensiasi. Beberapa kemampuan terusebut yaitu, kemampuan untuk merumuskan tujuan pembelajaran, menetapkan metode, model, dan strategi pembelajaran, memilih media pembelajaran, serta menyusun bahan ajar dan menyiapkan perangkat evaluasi yang terdiri dari cara dan bahan/bentuk evaluasi yang digunakan. Pun sebelumnya telah disebutkan bahwa dalam pembelajaran berdiferensiasi intinya adalah terintegrasinya semua aspek pendidikan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang tetap memperhatikan karakteristik dan kondisi siswa yang beragam. Salah satu aspeknya adalah praktisi yang memiliki kemampuan mengintegrasikan pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan latar belakang siswa yang beragam.

Keempat, kurangnya bahan pembelajaran. Salah satu tuntutan yang tertuang dalam pembelajaran berdiferensiasi yaitu tersedianya bahan pembelajaran yang beragam. Sehingga siswa dapat memilihnya sesuai dengan tingkat kesiapan/kemampuan dasar dan gaya belajarnya masing-masing. Artinya, seorang guru atau pengajar harus mampu menyiapkan bahan pembelajaran sesuai dengan tuntutan tersebut. Namun, faktanya tidak semua guru memiliki kemampuan menyiapkan bahan pembelajaran seperti dalam tuntutan pembelajaran berdiferensiasi. Selain karena faktor kemampuan guru, penyebabnya juga beban kerja guru yang kompleks, termasuk beban administrasi yang kini semakin banyak menyita waktu guru daripada waktu guru untuk menyiapkan bahan pembelajaran. Faktor lainnya juga berasal dari tingkat kesejahteraan seorang guru yang belum merata terjamin (finansial/gaji). Sehingga menyebabkan loyalitas seorang guru untuk menyiapkan bahan pembelajaran dan mengajar berada di tingkat rendah.

Kelima, kurangnya pelatihan bagi pengajar mengenai penggunaan pembelajaran berdiferensiasi. Hal ini dikarenakan istilah/ teori pembelajaran berdiferensiasi tergolong baru dikalangan pendidikan Indonesia. Hatta progran pelatihan terus berjalan akan tetapi keberhasilan penerapan pembelajaran berdiferensiasi masih gamang. Fakto politik juga menjadi momok dalam keberhasilan dalam menyiapkan guru-guru dengan skill diferensiasi yang bagus. Pasalnya, apabila puncak kepemimpinan tertinggi indonesia kurikulum pendidikan juga ikut berubah, ironisnya dengan tidak memperdulikan kurikulum yang sedang dikembangkan sebelumnya. Gejolak yang terjadi dikalangan akar rumput (guru), kementrian pendidikan seolah tutup mata, ambisi mengubah kurikulum mungkin sebagai orientasi keberhasilan menteri haru tetap dilaksanakan.

Pembelajaran diferensiasi ini saat ini masih asing dan mungkin menjadi momok bagi guru karena stigma yang dibangun oleh opini pribadi mengenai penerapan pembelajaran diferensiasi di dalam kelas. Hal ini tentunya menjadi PR besar bagi kementrian pendidikan di Indonesia.  Pembelajaran diferensiasi seharunya tidak hanya berhenti pada tataran konten, proses, dan produk akan tetapi juga pada evaluasi yang dilakukan harus disesuaikan dengan pengertian awal adanya pembelajran berdiferensiasi itu sendiri.  Apabila evaluasi yang dilakukan masih memuat unsur politisasi dan bisnis. Misalnya, pembuatan soal yang dilakukan pergugus bahkan dihandel oleh dinas pendidikan secara sama rata pada dasarnya sama saja memperkosa diferensiasi sejak dini. Apakah bisa pendidikan terbebas dan benar-benar merdeka dari politisasi?

 

Sumber:

Mumpuniarti, dkk. 2023. Diferensiasi Pembelajaran (Pengelolaan Pembelajaran untuk Siswa yang Beragam). UNY Press: Jogjakarta.

Suprayogi, M. N., & Inah, Ana. 2022. Buku Ajar Mata Kuliah Pilihan Pembelajaran Berdiferensiasi. Kemendikbud: Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun