Polisi tak berbintang, Guru BK!
"Plak! Kamu jadi anak kurang ajar! Plak. Plak. Plak . .Sana pergi ke guru BK, biar tau rasa!"
"Pak BK, tolong itu anaknya dihukum!"
"Pak BK itu rambut anak udah panjang, ngelanggar aturan, potong aja"
"Bu BK, itu Fulan nggak pakai kaos kaki suruh bersihin WC aja bu!"
"Bu, itu Fulan udah lama gak masuk sudah saya kasih surat pemanggilan orang tua, besok temui ya!"
"Pak BK saya mau dinas luar, tolong isi kelas saya ya, kan bapak sedang nganggur"
"Eh, itu suruh Guru BK aja ngisi kelasmu, biar dia gak makan gaji buta"
"Pak, si Fulan berkelahi. Skor aja pak!"
"Gimana sih guru BK nya, ngapain aja? anaknya kok nakal-nakal!"
"Guru BK nya mana sih, kok masih aja ada anak yang gak taat peraturan?"
"Ngapain aja sih guru BK nya? Itu anak kok dibiarin aja?"
"Guru BK itu harusnya tegas! Galak biar anak-anak takut"
"Guru BK nya gimana sih, kok cuman dipanggil orang tua si anak, skor juga dong!"
Dan segudang keluh kesah lainnya yang dialami oleh guru BK seluruh Indonesia Raya. Mungkin ada yang lebih parah dari ini. Bersyukur jika yang tidak mengalami.
Bimbingan konseling polisi sekolah? Â Ya, stigma ini sangat familiar dikalangan guru BK. Under estimate ini kadang menjadi sesuatu yang sangat meresahkan bagi guru BK yang berlatar belakang pendidikan BK mungkin juga bagi yang bukan berlatar belakang BK.Â
Anggapan sebagai polisi sekolah sering kali disematkan dengan dasar bahwa guru BK hanya menangani siswa bermasalah saja. Razia pelanggar hukum dan memberikan punishment, misalnya potong rambut, push up dan lain seterusnya.Â
Stigma tersebut disematkan tidaknya oleh siswa, bahkan sesama guru ada juga kepala sekolah, kepala yayasan mungkin juga kepala dinas pendidikan.
Sekarang pendidikan karakter yang begitu digemborkan nyatanya seperti bumerang bukannya mengurang malah seperti dipupuk. Bullying, kekerasan seksual malah semakin marak. Baik pada sekolah negeri tak luput juga pesantren menjadi sasaran pelaku itu.
Permendikbudristek No.46 th 2023 tentang Pencegahan dan Panagnan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan tengah disosialisasikan oleh kementerian pendidikan. Permen ini diharapkan dapat mengentaskan, ah minimal mengurangi tindakan yang demikian.Â
ABKIN juga masih berjuang untuk mensosialisasikan fungsi guru BK di dalam pendidikan, mencoba mengahapus stigma negatif BK melalui kebijakan di DPR. Anggapan guru BK masih jauh dari kata setara dgn guru mapel lainnya adalah fakta.
Pernah pada satu kesempatan dosen saya mengatakan, jika ingin mengatasi stigma negatif tersebut maka harus menunggu generasi tua pemberi stigma negatif saat ini habis.Â
Tetapi itu keniscayaan sebab stigma itu akan terus di turunkan ke generasi selanjutnya. Agak, agak gimana gitu rasanya....
Oleh karena itu, daripada guru BK sibuk dalam menjelaskan dengan kekuatan penuh tentang fungsi guru BK di sekolah. Tulisan ini mengajak kepada guru BK seperti saya untuk menerima stigma tersebut sebagai sebuah anugerah.Â
Alasannya adalah dengan memadankan peran dan tugas polisi itu sendiri yang tidak hanya sebagai petugas ketertiban dengan menangkap maling / pelaku kejahatan tetapi juga berfungsi sebagai pengayom masyarakat.Â
Sebagai petugas ketertiban pun tidak melulu tentang kekerasan bukan? Bisa hanya dengan mengawasi saja. Oh ya. Anggapan polisi sekolah masih terdengar keren sih. Yang itu artinya tugas dan fungsi polisi itu bagus serta Humanis. Ya walaupun kadang fakta dilapangan....
Bagi saya, hal ini lebih baik daripada disebut sebagai guru pelengkap/ atau guru pemakan gaji buta gak ada kerjaan. Ah ini sangat sakit sekali.Â
Padanan guru BK, tugas dan fungsinya yang dianggap dapat dilakukan oleh semua orang bagi saya sebenarnya tidak salah. Misalnya kalimat.Â
"Ah guru BK cuman dengerin curhat doang, aku juga bisa, semua orang juga bisa, itu mah gampang".Â
Okay, bagi kalian yang masih menganggap demikian sepertinya perlu saya katakan. Saya setuju dengan apa yang anda-anda semua katakan. Gimana?
Tapi, Â apakah anda mendengar dengan seksama dan memberikan sebuah treatment yang tepat kepada si pembicara? Ataukah anda memberikan keputusan solusi yang harus dilakukan? Ataukah anda memberikan sebuah nasehat?Â
Ataukah anda ikut curhat tentang masalah anda? Ataukah anda malah memberikan perbandingan dengan  orang lain yang telah berhasil? Atau bagaimana? Saya pikir semunya itu pernah anda lakukan.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah itu semua dibenarkan dalam penangan siswa? Ya hanya di point 1 saja yang benar dan saya yakin hanya sedikit sekali yang melakukan itu. Kembali.Â
Jika tugas guru BK itu dapat dilakukan oleh semua orang, maka seharusnya tidak ada lagi fakta-fakta yang saya sebutkan diatas.Â
Saya sangat sepakat jika ada argumen semua orang bisa jadi konselor, dan itu adalah harapan besar dari saya. Ya, tentu. Â Syaratnya harus memenuhi ketentuan yang berlaku. Tapi itu tidak mungkin.
Untuk berperan menjadi konselor tanpa kualifikasi sangat gampang. Justifikasi diri aldalah solusi. Cukup dengan mengatakan "aku telah menjadi konselor karena telah mendengar ceritamu dan memberikan nasehat padamu"
Bagiku, hanya ada 1 orang manusia yang boleh menyandang gelar konselor tanpa kualifikasi pendidikan. Ya, itu Nabi Muhammad SAW. Pernah saya membaca sebuah naskah yang berjudul Nabi seorang konselor sejati.Â
Kok bisa naskah ini mengatakan demikian? Ya karena nabi adalah pendengar yang baik, kemudian setelah mendengarkan, Nabi memberikan treatment terbaik kepada orang tersebut, hingga akhirnya orang tersebut mengambil sebuah keputusan untuk dapat menyelesaikan masalahnya berdasarkan jawaban dari Nabi.Â
Bahkan, Nabi juga tidak lantas memberikan jawaban jika itu adalah perkara yang sangat rumit, nabi perlu berdo'a dulu pada Allah untuk mendapatkan jawabannya kemudian barulah disampaikan kepada orang yang bertanya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H