KOMUNIKASI BENCANA SEBAGAI SEBUAH SISTEM PENANGANAN TERHADAP ANCAMAN SESAR SUMATERA
Ryamitha Shevanti Karolina, Haikal Fasya, Muhammad Ryanda.
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial & Politik, Universitas Syiah Kuala
2024
Sesar sumatera.
Bergelut dalam pemberitaan BMKG (24/03/2024) yang memperjelas peringatannya atas waspada sesar sumatera yang nyata terjadi pada wilayah sumatera memanjang dari Provinsi Lampung hingga ke Aceh. Sesar sendiri merupakan patahan merupakann bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. Jarak pergeseran tersebut dapat dalam jangka dekat maupun jangka jauh hingga puluhan kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran centimeter hingga puluhan kilometer (Billing, 1959).Â
Sesar sumatera telah diumumkan secara jelas dan terdata oleh BMKG pada 24 maret 2024. Sesar yang aktif dapat menibulkan gempa dengan kekuatan yang cukup besar. Sehingga diperlukan pemetaan lokasi yang akurat sesuai jalur sesar aktif untuk diopimalkannya mitigasi bencana dan penanggulangan gempa bumi dan Tsunami.Â
Pada artikel BPBD Kab. Banyumas, zona Subduksi Sumatera berpotensi menimbulkan gempa megathrust, seperti gempa Aceh 2004 dan gempa Nias pada 2005 silam.  Megathrust sendiri merupakan titik tumbukan yang terjadi dalam lempeng tektonik hingga mencapai ribuan kilometer dan menyimoan ribuan energi gempa yang besar. Disamping itu megathrust juga berpotensi menimbulkan  gelombang tsunami Pada kutipan detiknews, kepala BMKG, mengantisipasi seluruh masyarakat bahwasannya sesar sumatera ini harus diwaspadai dan berbahaya untuk kerusakan lingkungan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang merupakan suatu peristiwa dapat mengancam dan mengganggu kehidupan manusia yang disebabkan karena faktor alam, faktor non alam, dan faktor manusia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya korban jiwa, manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologi. Maka atas peraturan tersebut, pemerintah dan masyarakat berkaitan aktif untuk mitigasi bencana.
Dapat dipahami pula terkait pendekatan strategi dalam manajemen bencana, bahwa manajemen bencana terintegrasi yaitu proses pengambilan keputusan yang terus menerus yang mengacu pada pencegahan, respon dan pemulihan dari suatu peristiwa bencana.Â
Manajemen bencana juga dapat dijabarkan sebagai cara untuk mengambil tindakan cepat dan epat untuk mengatasi bencana, komponen serta konsekuensinya dengan kondisi dalam waktu yang singkat, ancaman bahaya yang membayangi serta kurangnya informasi yang memadai dan akurat. Tindakan semacam itu perlu direalisasikan. Kurangnya perhatian dan gagalnya menyusun rencana yang tepat dengan cara ilmiah maka akan mengarah kepada krisis yang dapat mengakibatkan kehancuran lembaga dan sistem. Simonovic (dalam fetty,Dkk 2019).
Pada kasus ini dapat penulis menganggap bahwasannya komunikasi bencana berperan penting atas waspadanya sesar sumatera. Dalam perannya komunikasi bencana memiliki alur dan strategi yang tepat untuk mendorong optimalisasi terkait waspada dan mitigasi bencana. Namun seluruh strategi itu tidak terlepas dari koordinasi dan komunikasi antar pihak yang terkait dalam sesar sumatera ini, kemudian pat merancang SOP yang mengatur langkah atau tindakan yang dilakukan oleh masyarakat. Begitu pula melalui berbagai Lembaga subordinat kuasa negara, pemerintah sudah menjalankan manajemen bencana, namun dapat diharapkan untuk bisa membentuk jaringan komunikasi yang bersifat setara atas penyelenggaraannya untuk melibatkan banyak pihak dan jajaran pemerintah pada Kawasan bencana, (terjabar dalam Fetty Arisandi K, dkk 2019).
Konsep Komunikasi Bencana
Komunikasi bencana yang efektif dalam penanggulangan bencana adalah komunikasi yang dilakukan tidak hanya saat tanggap darurat saja tetapi juga pada saat pra bencana atau kesiapsiagaan dan setelah bencana atau masa rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam UU No. 24 tahun 2007, penanganan bencana merupakan tanggung jawab BNPB dan BPBD dan membutuhkan koordinasi serta penanganan yang cepat, tepat, efektif, efisien, terpadu dan akuntabel agar korban jiwa, kerusakan dan kerugian harta benda dapat diminimalisir, cara efektif adalah penyebaran informasi dan itu merupakan bagian dari komunikasi.Â
Menurut Frank Dance (Littlejohn, 2006: 7), salah satu aspek penting dalam komunikasi adalah konsep reduksi ketidakpastian. Komunikasi itu sendiri muncul karena adanya kebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian, supaya dapat bertindak secara efektif demi melindungi atau memperkuat ego yang bersangkutan dalam berinteraksi secara individual maupun kelompok. Dalam penanganan bencana, informasi yang akurat diperlukan oleh masyarakat maupun Lembaga swasta yang memiliki kepedulian terhadap korban bencana.Â
Dalam UU No 23 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, salah satu Langkah yang penting dilakukan untuk pengurangan resiko bencana adalah melalui mitigasi bencana. Dijelaskan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Memahami bahwa bencana dapat diprediksi secara alamiah dan saling berkaitan antara yang satu dan lainnya sehingga perlu di evaluasi secara terus menerus.Â
Upaya mitigasi bencana harus memiliki persepsi yang sama baik dari aparat pemerintahan maupun masyarakatnya. Pemetaan menjadi hal terpenting dalam mitigasi bencana, khususnya bagi wilayah yang rawan bencana. Hal ini dikarenakan sebagai acuan dalam membentuk keputusan antisipasi kejadian bencana. Pemetaan akan tata ruang wilayah juga diperlukan agar tidak memicu gejala bencana. Pemantauan hasil pemetaaan tingkat kerawanan bencana pada setiap daerah akan sangat membantu dalam pemantauan dari segi prediksi terjadinya bencana. Hal ini akan memudahkan upaya penyelamatan saat bencana terjadi.
Kesiapsiagaan Bencana Terhadap Waspada Sesar Sumatera
Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara memberikan poster dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten atau Kota dan Provinsi seluruh Indonesia yang rawan bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan penanganan bencana. Tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di kawasan tertentu. Bagian paling kritis dari Pelaksanaan mitigasi adalah pemahaman penuh akan sifat bencana. Dalam setiap negara dan daerah, tipe bahaya-bahaya yang dihadapi juga akan berbeda-beda. Mitigasi sebagai tahap awal penanggulangan bencana alam untuk mengurangi dan memperkecil dampak bencana, pahami beberapa tahapan setelahnya sebagai berikut :
- Mitigasi adalah kegiatan sebelum bencana terjadi. Contoh kegiatannya antara lain membuat peta wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa, penanaman pohon bakau, penghijauan hutan, serta memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di wilayah rawan tersebut.
- Kesiapsiagaan, merupakan perencanaan terhadap cara merespons kejadian bencana. Perencanaan dibuat berdasarkan bencana yang pernah terjadi dan bencana lain yang mungkin akan terjadi. Tujuannya adalah meminimalkan korban jiwa dan kerusakan sarana-sarana pelayanan umum juga meliputi upaya mengurangi tingkat risiko, pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, serta pelatihan warga di wilayah rawan bencana.
- Respons, merupakan upaya meminimalkan bahaya yang diakibatkan bencana. Tahap ini berlangsung sesaat setelah terjadi bencana. Rencana penanggulangan bencana dilaksanakan dengan fokus pada upaya pertolongan korban bencana dan antisipasi kerusakan yang terjadi akibat bencana.
- Pemulihan, merupakan upaya mengembalikan kondisi masyarakat seperti semula. Pada tahap ini, fokus diarahkan pada penyediaan tempat tinggal sementara bagi korban serta membangun kembali saran dan prasarana yang rusak. Selain itu, dilakukan evaluasi terhadap langkah penanggulangan bencana yang dilakukan.
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI