Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai poros utama dalam penggerak ekonomi negara. Oleh karena itu, sektor pertanian sangat penting dan harus dijaga keberlangsungannya oleh Pemerintah Indonesia. Salah satu masalah krusial dalam sektor ini adalah minimnya generasi petani di usia muda. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap 1, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa dalam 10 tahun terakhir, usia petani di Indonesia semakin menua. Kelompok usia produktif petani (25-44 tahun) pada tahun 2023 hanya berjumlah sekitar 32,32% dari total 29,3 juta orang (Badan Pusat Statistik, 2023).
Fenomena ini cukup mengkhawatirkan, mengingat sektor pertanian sangat vital bagi Indonesia, namun jumlah sumber daya manusia untuk mengelolanya semakin berkurang. Salah satu penyebab utama adalah rendahnya minat generasi muda, terutama Gen Z, untuk bekerja di sektor pertanian.
 Mereka cenderung enggan bekerja di luar ruangan dengan paparan panas serta melakukan pekerjaan fisik berat di ladang. Selain itu, akses informasi yang luas di era digital memungkinkan Gen Z, yang umumnya berorientasi pada hasil instan, untuk memilih pekerjaan dengan usaha yang lebih sedikit namun menghasilkan pendapatan lebih besar dibanding bertani.
Rendahnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian ini menjadi tantangan kompleks yang perlu segera diatasi.Beberapa faktor yang berkontribusi pada rendahnya ketertarikan ini antara lain: Persepsi Negatif Terhadap Pekerjaan di Pertanian, Kurangnya Inovasi dan Teknologi yang Digunakan, Rendahnya Paparan Pendidikan Pertanian, Kurangnya Dukungan Finansial dan Insentif, Perubahan Aspirasi dan Gaya Hidup, Harga Penunjang Pertanian yang Tidak Terjangkau, Faktor Alam.
Rendahnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari persepsi negatif hingga kendala struktural dalam sistem pertanian Indonesia. Pekerjaan pertanian sering dianggap sebagai pekerjaan fisik yang berat, kurang bergengsi, dan berpenghasilan kurang stabil, sehingga kalah bersaing dengan karier di sektor lain seperti teknologi atau keuangan yang lebih diminati.
Adopsi teknologi di bidang pertanian juga masih lambat, harga sangat mahal dan terbatas pada wilayah tertentu, membuatnya tampak kurang menarik bagi anak muda yang lebih tertarik pada inovasi digital dan otomatisasi. Di sisi lain, pendidikan dan pengetahuan tentang sektor pertanian masih kurang mendapatkan perhatian di sekolah atau perguruan tinggi, sehingga anak muda tidak memahami peluang bisnis dan inovasi yang sebenarnya bisa berkembang di sektor ini.
 Selain itu, minimnya dukungan modal dan insentif pemerintah bagi pengusaha pertanian muda turut menjadi penghambat. Kurangnya subsidi untuk harga pupuk dan alat-alat pertanian serta masalah irigasi yang kerap menyebabkan gagal panen juga menjadi tantangan bagi pertanian, yang pada akhirnya membuat generasi muda, khususnya Gen-Z, cenderung menghindari sektor ini dan lebih memilih pekerjaan di sektor perkotaan yang dianggap lebih "keren" serta menjanjikan gaya hidup yang lebih nyaman.
Untuk meningkatkan minat Gen Z pada sektor pertanian, diperlukan pendekatan yang lebih modern. Edukasi pertanian berbasis teknologi, insentif bagi usaha agrikultur, dan kampanye publik tentang pentingnya ketahanan pangan serta potensi sektor ini bagi ekonomi nasional akan sangat membantu.
 Mengaitkan pertanian dengan teknologi dan kewirausahaan mungkin menjadi kunci untuk menarik minat mereka, serta memberikan pandangan bahwa pertanian bukan hanya aktivitas tradisional, tetapi juga bidang yang dapat maju dan menguntungkan di masa depan.
Menurut laporan dari Times Indonesia, pemerintah berupaya menarik minat generasi muda terhadap sektor pertanian dengan meningkatkan akses ke pendidikan pertanian melalui Politeknik Pembangunan Pertanian dan berbagai program agroteknologi. Strategi ini diharapkan dapat membantu generasi muda memahami potensi ekonomi di sektor pertanian, termasuk peran teknologi dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan (Times Indonesia, 2024).
Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian RI, Jan S. Maringka, menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi untuk memastikan regenerasi di bidang pertanian berjalan dengan baik, termasuk memperlihatkan hasil yang dapat diraih dari sektor ini. Menurutnya, "Untuk menarik minat generasi muda, kita harus menjelaskan dengan kemajuan teknologi, dan mereka melihat hasil dari pertanian juga menjanjikan. Maka kita harus bisa menjawab bahwa pertanian adalah harapan di masa mendatang" (Maringka, 2024).
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjanjikan penghasilan Rp 10 juta per bulan bagi generasi muda yang mau bergabung dalam program Petani Milenial. Program itu guna mendorong pemberdayaan generasi muda untuk terlibat dalam mendukung swasembada pangan. "Kalau mereka terlibat, itu dapat Rp 10 juta minimal per orang per bulan. Kalau jadi pegawai, Rp 2 juta, Rp 3 juta. Artinya menarik kan?" ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (dalam detikFinance, 8 November 2024).
Rendahnya minat generasi muda dalam bidang pertanian sering kali didasari oleh asumsi bahwa sektor ini tidak menjanjikan masa depan yang cerah, terutama dari segi pendapatan.Pandangan ini muncul karena citra pertanian yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan yang tidak stabil, kurang bergengsi, dan bergantung pada kondisi alam. Persepsi ini menyebabkan generasi muda lebih memilih sektor lain yang dianggap lebih menguntungkan dan modern.
Namun, asumsi tersebut tidak sepenuhnya tepat. Faktanya, sektor pertanian memiliki potensi ekonomi yang besar dan telah melahirkan banyak individu sukses, termasuk miliarder yang berhasil memanfaatkan inovasi dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah dari produk pertanian.
Dengan menerapkan teknik pertanian modern, seperti sistem irigasi otomatis, pertanian presisi, dan digitalisasi rantai pasok, potensi keuntungan di sektor ini dapat terus meningkat. Hal ini seharusnya menjadi daya tarik bagi generasi muda yang tertarik pada teknologi dan kewirausahaan, mengingat bahwa pertanian modern mampu menawarkan peluang bisnis yang menjanjikan sekaligus memberikan dampak positif bagi ketahanan pangan negara dan keberlanjutan lingkungan.
Menurut penulis untuk mengatasi rendah nya minat generasi muda khususnya Gen-Z, untuk saat ini harus diberikan pengetahuan dan pemahaman yang benar, tentang pertanian. Bagaimana bidang pertanian ini bisa menjadi hal yang menjanjikan apabila dilakukan dengan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H