Pernahkah Anda menyangka bahwa Anda berada pada posisi yang sangat tersudutkan karena ulah teman kerja Anda?Â
Atau, mungkin Anda pernah sama-sama menjadi orang yang mempercayai bahwa vaksin Covid-19 merupakan sesuatu yang buruk dan sangat diragukan kehalalannya?Â
Terlepas dari asumsi yang Anda pahami, kalau fakta yang Anda kumpulkan tak mampu membuktikan pertanyaan-pertanyaan Anda, maka Anda butuh kecerdasan untuk mengolah prasangka.
Prasangka merupakan sebuah kewajaran yang terlintas dalam pikiran seorang manusia. Dan, mungkin, hanya makhluk bernama manusialah yang paling banyak berprasangka.Â
Prasangka bukan merupakan suatu kesalahan, namun ketika prasangka itu berkembang dan diyakini sebagai suatu kebenaran, maka kita harus berhati-hati.
Boleh jadi, prasangka Anda lah yang justru akan mempermalukan Anda sendiri.
Prasangka baik vs prasangka buruk
Dalam bahasa agama (baca: Islam) prasangka baik dikenal dengan husnudzon. Sedangkan prasangka buruk dikenal dengan suudzon. Keduanya dipisahkan berdasarkan kadar penilaian seseorang saat prasangka itu muncul.
Jika kadar informasi yang didapat Si A tentang Si B adalah yang baik-baik saja, maka Si A akan cenderung berprasangka baik (husnudzon) terhadap Si B.
Sebaliknya, jika kadar informasi yang didapat Si A tentang Si B kebanyakan yang buruk-buruknya saja, meskipun belum melihat faktanya, maka Si A akan cenderung berprasangka buruk (suudzon) terhadap Si B.