Fenomena konglomerat yang membagikan sembako dan uang tunai di sejumlah daerah, kembali mengingat kita; betapa besarnya ekses covid-19 terhadap kehidupan sosial bangsa ini. Atas nama saling membantu dalam kesulitan, orang kaya dan public figure bahu membahu memberikan kontribusi positif dalam penanganan covid-19. Kedermawanan mereka semakin terlihat ketika mereka -secara mandiri- membagikan langsung bantuan yang ingin mereka berikan kepada masyarakat. Pedagang pasar, pengayuh becak, pedagang kaki lima sampai supir ojol menjadi sasaran kebajikan mereka.
Pemandangan ini cukup mengharukan, sekaligus "memprovokasi" konglomerat lain untuk sama-sama melakukan hal serupa. Atas nama kedermawanan, hati mereka pun terketuk. Mereka keluar rumah dengan mengendarai mobil termahalnya, seolah ingin mengatakan: "Inilah saya; orang kaya, ingin memberikan contoh bagi orang kaya lain, bahwa saat ini harus saling berbagi, dan jangan kikir!"
Hal ini pun seakan "memanas-manasi" mereka; si kaya lain yang masih tertidur di atas kasur kekayaannya, seolah ingin mengatakan: "Wake up, lakukan hal yang berguna!" Alhasil, orang kaya lain pun mulai bergerak, meskipun beberapa manusia yang "tak tahu malu" menjawab seruan tersebut dengan sebuah candaan yang dibuat sebagai konten kreatif bagi channel youtobe-nya.
Ah, sudahlah, manusia seperti itu sudah selayaknya memperoleh hukuman yang setimpal dengan apa yang dilakukannya! Dan mari kita tinggalkan pembicaraan tentang mereka, agar tujuan mereka untuk menjadi orang terkenal tidak pernah terwujud!
Dan mari kita apresiasi kembali mereka; si kaya yang telah sepenuh hati memberikan sedikit kelebihan kekayaannya, meskipun kalau dilihat masih banyak hal yang harus dikritisi.
Dilakukan tanpa aturan
Ya, hal ini cukup disayangkan, beberapa titik yang menjadi tempat si dermawan melakukan aksinya, kerap kali dibubarkan aparat, karena tidak mengindahkan phisical distancing dan aturan lain yang sejatinya merupakan bagian dari pencegahan penting terhadap penyebaran covid-19.  Kerumunan yang sejatinya harus dihindari, titik pemberian bantuan malah menjadi sumber utama bagi hal tersebut.Â
Tidak melibatkan aparat
Kerja sama dengan aparat tentu tidak akan mengurangi niat tulus bagi si dermawan. Seyogianya, mereka melibatkan aparat untuk mengatur pemberian bantuan, meskipun si kaya ingin terjun langsung. Tak perlu gengsi juga, kalaupun bantuan tersebut didistribusikan oleh pihak lain. Tuhan -tentu- tahu siapa hamba-Nya yang dermawan.
Tidak direncanakan dengan sebaik mungkin
Adanya kericuhan dan tidak diindahkannya aturan phisical distancing mengindikasikan tidak adanya perencanaan yang matang -bagaimana- proses pendistribusiannya. Si dermawan seyogianya memperhatikan hal tersebut. Memikirkan dan mempersiapkan kemungkinan -banyak hal- yang terjadi sudah sepatutnya dilakukan sebelum pendistribusian dilakukan.
Walaupun demikian, sudah selayaknya kita memberikan apresiasi kepada mereka; si kaya; si konglomerat ataupun masyarakat lain yang telah memberikan kontribusi positif bagi penanganan wabah ini. Apapun kritikannya, tentu tidak untuk mengecilkan apa yang telah mereka lakukan, namun -setidaknya- dapat menjadi pelajaran bagi mereka atau kita yang akan melakukan kebajikan yang sama.
"Memprovokasi" untuk lebih dermawan dengan memberikan contoh yang baik adalah sebuah kepatutan, namun -tentunya- harus dilakukan dengan persiapan dan perencanaan yang matang dalam proses pendistribusiannya. Sehingga kebajikan yang diberikan, dapat memberikan efek kebajikan pula. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H