Kaucampakkan kami dalam keidakpastian
Terlunta-lunta dalam kegelapan malam
siangpun apalagi
Masihkah hidupku berarti?
Sementara mimpi-mimpi itu hampir mati
bahkan realitas pun tak mampu menampakkan batang hidungnya
Ah, engkau terlalu egois duhai para penguasa negeri!
Apalagi kau,
duhai aparat jalanan!
Aku tahu ini untuk kebaikan kita
Tapi, kau terlalu buta dalam mengindahkan rasa
Ratusan kilo meter kutempuh
Jalanan tikus kususuri
Sisa bongkahan berlian yang kupunya, kugadaikan atas nama kekurangan
Duhai para pengatur,
janganlah terlalu keras mengatur kami!
Kami tahu dan kami tak buta,
hanya saja kami tak bisa apa-apa lagi
Atas nama penanganan
Aku pun seolah bercerai paksa dengan rezeki Tuhan
Aku tak mencela Sang Penakar
Hanya saja aku tak tahu harus dengan siapa lagi  berdialog
mengajak rasanya supaya mengerti rasaku
Ah, aku bodoh, mungkin!
hingga pulang ke tanahku nan jauh kuingin tempuhi
padahal aku tertuduh berbahaya
Biarlah
Biarlah aku begini
menapaki jalan takdir Tuhan
yang mungkin manusia lainpun sama
walau harapan itu
telah mati suri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H