Mohon tunggu...
Muhammad Rizqi Zainun Nizar
Muhammad Rizqi Zainun Nizar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Anda dapat memanggil saya Nizar. Nizar merupakan mahasiswa semester akhir dengan jurusan Ilmu FIlsafat di Universitas Indonesia yang senang menulis dengan gaya penulisan seperti surat. Bagi Saya, gaya penulisan surat adalah persinggungan dari puisi dan cerita pendek. Surat adalah puisi yang lebih berbunyi dan Surat adalah cerita pendek yang khusus untuk orang tertentu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bibir Dibungkam Bibir

26 Juli 2024   09:46 Diperbarui: 26 Juli 2024   09:56 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terbesit suatu terma asing yang melintas di kepala Sumirah yang pernah diceritakan oleh Parmin tentang momen semacam itu yang ia sebut sebagai In Harmonia Katastrofio. Suatu gubahan titel ITB yang dipadukan ide busuk Parmin yang suka mengarang terma. Seharusnya berarti hancur bersama sama, tetapi Parmin maksudkan untuk suatu momen harmoni dalam kehancuran. Momen semacam itu serupa Maelstorm scene film Pirates of Carribean dengan badai tak karuan, awak kapal yang sedang saling bedil, pedang-pedang, dan meriam, dan di saat gila seperti itulah Elisabeth dan William saling berciuman sembari memutuskan untuk menikah sebab takutnya cinta mereka tak pernah tuntas dengan adanya pernikahan. Pernikahan dilangsungkan dengan terbatas, cepat, dan aneh yang dipendetai Kapten Barbossa sambil turut menebas kru Flying Dutchman.

Manis, sedih, kacau, juga haru, pilu, tapi juga membara sekaligus hening. Jika memang hancur maka hancurlah mereka bersama-sama, kalau beruntung dan masih percaya pada harapan, maka tenanglah hati muda yang bergejolak itu dalam suasana sedang menuju kehancuran total. Setidaknya itu yang dirasakan Parmin dan Sumirah saat bibir begincu merah dan bibir sisa sigaret rasa tembakau dan cengkeh itu saling melumat masing-masing.

Ocehan panjang dan bertele-tele itu hilang. Masalah-masalah yang menggenang pun hilang total, atau setidaknya jadi jernih. Air mata hitam bekas tumpahan kopi berubah jadi air mata haru. Kehancuran total pun dapat diberhentikan.

Rekonstruksi dimulai. Bibir mereka sudah menanggalkan diri dari ciuman maut peredam masalah. Muadzin Masjid UI kini yang mulai mengoceh dengan langgam kearab-araban. Langit Depok mulai gelap. Musik sejenis rock-ballad band terkemuka dari jakarta, Sore Ze Band diputar melalui headset yang menangkring di kuping Sumirah dan Parmin sedari adzan maghrib berbunyi. Vrijeman Judulnya. 

Dia melelepas semua tabu fana. 

Adzan usai, Vrijeman usai, keduanya saling peluk di parkiran Masjid UI. Mereka pulang ke kosan masing-masing dengan bibir masing-masing. Gincu rasa tembakau, tembakau rasa gincu. Menunggu momen itu terjadi lagi di kemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun