Tahun 2020 diawali dengan gemparnya dunia oleh wabah virus Corona penyebab penyakit Covid-19 yang dikategorikan WHO sebagai pandemi atau wabah penyakit yang meliputi seluruh dunia. Diawali dengan diidentifikasinya virus tersebut untuk pertama kalinya di kota Wuhan, ibu kota provinsi Hubei, Tiongkok pada Desember 2019, dengan cepat virus tersebut menyebar ke kota lain di Tiongkok, negara tetangga, dan pada akhirnya ke hampir seluruh negara di dunia.
      Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah infeksi Covid-19 tertinggi di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke 19 dengan total kasus sebanyak 1.614.849, per 21 April 2021, dengan total kasus kematian sebesar 43.777. Berdasarkan World Health Organization (WHO), virus ini dapat menyebar melalui kontak dengan percikan dari saluran pernapasan seperti hidung dan mulut dari orang yang terjangkit Covid-19. Tingginya tingkatnya infeksi dan mudahnya penularan virus memaksa pemerintah mengikuti arahan WHO untuk melakukan lockdown dan social distancing, yaitu pembatasan gerakan masyarakat terutama di tempat -- tempat yang memiliki kerumunan yang padat.
      Pertanyaan dan kekhawatiran akan penyebaran virus di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) ataupun Rumah Tahanan Negara (Rutan) pun mulai berkembang. Hal ini dikarenakan Lapas merupakan tempat yang memiliki banyak penghuni yang terkadang melebihi kapasitas yang dimiliki. Mengutip data valid dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang dapat diakses pada smslap.dijenpas.go.id per tanggal 20 April 2021 terdapat 382 Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan (UPT) di Indonesia yang berpenghuni melebihi kapasitasnya. Oleh karena situasi adanya pandemi Covid-19, penjara dinilai sebagai salah satu tempat yang sangat berisiko untuk penyebaran virus Corona menimbang jumlah penghuni dan kepadatan dalam penjara yang mengancam ribuan tahanan terinfeksi apabila ditemukan bahkan hanya satu kasus di dalam Rutan.
      Oleh karena itu, pencegahan, penanganan, pengendalian, dan pemulihan Covid-19 pada Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan diatur dalam Instruksi Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS-08.OT.02.02 Tahun 2020. Dijelaskan di dalam instruksi tersebut bahwa penyediaan fasilitas kesehatan pada Lapas ataupun Rutan seperti air bersih, cairan antisepik, cairan desinfektan, sarung tangan, masker, dll merupakan bentuk pencegahan serta pengendalian pada zona merah. Pengendalian juga dapa dilakukan dengan cara:
1. Koordinasi dan konsultasi dengan Pemerintah Daerah.
2. Pemberhentian layanan kunjungan.
3. Memberikan perlakuan khusus terhadap penyelenggaraan layanan yang berkaitan dengan Covid-19.
4. Pemberhentian sementara kegiatan pembinaan yang melibatkan pihak luar.
      Point kedua meliputi pemberhentian layanan kunjungan. Hal ini dianggap akan meminimalisir kontak penghuni Lapas dengan pengunjung yang dapat merupakan keluarga ataupun support system lainnya sehingga kemungkinan infeksi dari luar akan semakin kecil. Secara praktikal, hal ini memang efektif untuk mengurangi resiko penularan. Rekomendasi dari ICJR (International Criminal Justice Reform) juga meliputi social distancing yang termasuk pengurangan populasi di dalam Rutan.
      Pembatasan masuknya pengunjung dari luar akan berdampak negatif pada perkembangan narapidana di dalam Rutan. Hal ini dikarenakan kunjungan dari keluarga ataupun orang -- orang terdekat bukan hanya merupakan hak dari para narapidana tapi juga berdampak pada proses rehabilitas dari para tahanan yang bertujuan untuk memanusiakan manusia. Mengutip Wijaya (2021), layanan kunjungan bagi narapidana dan tahanan sangatlah penting supaya mereka tetap bisa berkomunikasi dengan keluarga dan tidak merasa diasingkan atau ditinggalkan. Penelitian oleh Hasanah (2020) menunjukkan bahwa narapidana yang sering dikunjungi secara relatif menunjukan tingkah laku positif yaitu lebih tenang dalam menjalani masa pidananya. Sedangkan narapidana yang jarang atau tidak pernah dikunjungi umumnya berperilaku menyendiri dan pemurung.
      Adanya dilema antara pembatasan kunjungan di tengah pandemi yang dapat memperkecil resiko penyebaran virus dan juga pentingnya kunjungan aktif dari keluarga maupun orang terdekat dari para narapidana butuh dijembatani dengan adanya fasilitas layanan kunjungan yang dapat memperkecil resiko penyebaran virus. Layanan teknologi pun dikerahkan untuk membantu narapidana tetap bisa berinteraksi dengan para pengunjung mereka. Layanan video call pun diterapkan, salah satu contoh kasus adalah penerapan kunjungan video call di Rutan Klas II B Banjanegara sebagaimana diterangkan oleh Wijaya (2021). Namun hal ini mendapati hambatan seperti terbatasnya jumlah perangkat yang hanya berjumlah 2 unit. Hal ini menyebabkan antrian yang sangat panjang oleh para pengunjung Rutan. Hal ini ditambah dengan layanan video call yang hanya dapat dilakukan oleh pengunjung yang datang ke lapas dan apabila pengunjung memanggil Lapas dari rumah, hal ini tidak akan mendapat jawaban.