Â
Fenomena bunuh diri merupakan sebuah fenomena yang sedang marak terjadi akhir-akhir ini. Survey dari Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia memaparkan bahwa Jumlah Kasus Bunuh Diri Resmi 2020: 670. Tingkat underreporting bunuh diri di Indonesia: minimal 303% (rata-rata dunia yang dilaporkan adalah 0 – 50%) . Kematian bunuh diri yang disesuaikan 2020: minimal 2700. Dilihat dari survey tersebut, dari dua tahun terakhir rata-rata 2 orang setiap harinya melakukan tindakan bunuh diri.. Menurut Mukaromah (2020), Di Indonesia bunuh diri menempati urutan kedua penyebab kematian usia muda yang berkisar antara usia 15 tahun sampai 29 tahun. Intensitas fenomena bunuh diri ini tergolong tinggi dan marak terjadi di kalangan remaja dan mahasiswa.
Kasus bunuh diri sering terjadi pada remaja karena berbagai alasan. Di Korea, banyak kasus pelajar yang bunuh diri karena tuntutan akademik.  Banyak keluarga yang memberikan tekanan pada anak-anaknya agar berhasil di sekolah. Ketika gagal mencapai tujuan yang ditetapkan orang tuanya,  anak kerap mengalami stres berat, merasa malu dengan keluarga, hingga memutuskan untuk  bunuh diri. Metode bunuh diri yang paling umum di Korea  adalah dengan menghirup  karbon monoksida  dan memilih  melompat dari jembatan.
Di Indonesia sendiri, banyak kasus bunuh diri yang kerap dilakukan oleh mahasiswa. Contohnya saja pada kasus bunuh diri yang dilakukan oleh mahasiswi di Udinus yang ditemukan bunuh diri di kost an nya. Dilansir dari Kompas.com, mahasiswi tersebut mengakhiri hidupnya ditengah masa skripsi. Penyebabnya diduga karena kehidupan perkuliahan yang padat dan faktor merasa lelah dengan rutinitas sehari-harinya yang padat. Kasus lain terjadi baru-baru ini di daerah Cilimus, Kuningan, Jawa Barat. Dilansir dari Kuninganmass.com, ditemukan mahasiswa yang tewas mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Namun, berbeda dengan kasus sebelumnya, belum ditemuka alasan yang pasti mengapa mahasiswa tersebut bunuh diri. Dugaan sementara adalah karena penyakit bawaan yang ada sejak mahasiswa tersebut di tingkat pendidikan SLTP.Â
Remaja merupakan populasi yang memiliki ide dan rasa keingin tahuan yang tinggi, termasuk dengan ide untuk mencoba bunuh diri. Banyak terjadi perubahan pada masa remaja, mulai dari perubahan biologis maupun psikologis. Pada fase ini remaja akan menempuh perubahan secara kognitif, fisik maupun emosional yang akan menimbulkan stress serta perilaku yang istimewa (Stuart, 2013). Stres yang berlebih dapat membuat lahirnya perasaan dan perilaku impulsif dan memilihi melakukan tindakan yang ekstrim seperti bunuh diri.
Stres yang berlebih merupakan pemicu utama dari penyebab mengapa tindakan bunuh diri bisa terjadi. Khususnya bagi mahasiswa. Namun, ada banyak faktor lain yang mendukung munculnya stress berlebih dan terjadinya fenomena bunuh diri tersebut. Menurut Andari (2007) dan Purwanti & Rohmah (2020), faktor-faktor yang mendukung terjadinya tindakan bunuh diri adalah sebagai berikut.
Depresi dan stress yang berlebih
Depresi yang mereka alami adalah puncak dari semua perasaan bersalah, marah, tidak berarti dan tidak diinginkan. Depresi yang berat menjadi salah satu penyebab terjadinya bunuh diri.
Minimimnya konsep diri yang dimiliki
Masalah konsep diri banyak dialami oleh remaja. Konsep diri yang keliru membuat mereka merasa tidak diinginkan, tidak berharga dan tidak seorang pun mengasihi mereka. Konsep diri yang salah ini juga dipengaruhi oleh teman sebaya mereka. Remaja khususnya mahasiswa berusaha untuk menjadi seperti yang diinginkan oleh teman sebaya agar mereka bisa diterima dan diakui oleh kelompok teman sebaya mereka.
Hubungan dalam keluarga