Mohon tunggu...
Muhammad riyas amir
Muhammad riyas amir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tholabul Ilmi (Pelajar)

Menjadi Orang yang memberikan manfaat kepada sesama makhluk sosial (Sesama Manusia) خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ. Saling membagi pengalaman dan pengetahuan sehingga saling belajar antar satu sama yang lain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memaknai Tembang Jawa Lir Liir Kanjeng Sunan Kalijaga dalam Kehidupan: Kedamaian, Kerukunan, Keimanan

23 Agustus 2023   13:08 Diperbarui: 23 Agustus 2023   13:52 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesan ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan spiritualitas. Jika di terapkan dalam kehidupan nyata ketika kita sibuk dalam kerja untuk memenuhi kebutuhan di dunia, maka kita tidak boleh melupakan akan kebutuhan kita setelah meninggalkan dunia dan menuju kepada Tuhan kita. Pesan ini juga mengajarkan kita untuk seimbang antara hubungan kepada manusia dan hubungan kepada Tuhan kita. 

Dan pesan ini juga mengajarkan bahwa kita menjalin keharmonisan kepada orang lain karena kita hidup di dunia berdampingan dengan berbagai suku dan agama walaupun berbeda agama dan suku kita bisa hidup dengan rukun hal tersebut sudah dicontohkan oleh walisongo yaitu salah satunya Sunan Kudus, ketika beliau berdakwah di Kudus beliau berdampingan dengan agama hindu namun beliau membuktikan bahwa dari agama islam dan hindu dapat hidup rukun dan damai, hal tersebut dibuktikan dengan intruksi dari Sunan Kudus kepada masyarakat muslim jangan menyembelih sapi dengan tujuan untuk menghormati masyarakat hindu ketika itu. 

Dari penjelasan sebelumnya dapat dipahami bahwa implementasi dari perwujudan hubungan kepada manusia. Dengan hubuhan kepada Tuhan penting untuk diterapkan "Lir" dan "ilir" dianggap mewakili tingkat-tingkat pengetahuan dan kebijaksanaan yang semakin mendalam, sementara "tandure" menggambarkan perjalanan menuju tujuan spiritual.

Tak ijo royo-royo, tak senggo temanten anyar: "Tak ijo royo-royo" mengacu pada tumbuhan hijau yang tumbuh subur, merepresentasikan pertumbuhan dan perkembangan, pesan ini mengajarkan bahwa menekankan penampilan pribadi muslim yang menyenangkan, sehat jasmani dan rohaninya ". "Tak senggo temanten anyar" dapat diartikan sebagai persiapan untuk pernikahan baru. Dalam konteks ini mengacu pada penyucian diri dan kesiapan untuk menghadapi fase baru dalam kehidupan selanjutnya.

Arti kata 'cah angon'adalah 'anak gembala', sebagai simbol 'yang diperintah', yaitu manusia. Dimaksudkan manusia lebih rendah derajatnya dibanding 'Yang memerintah', yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Pesan ini mengajarkan kepada kita sebagai manusia tidak boleh sombong karena pada sejatinya manusia itu adalah hamba yang siap memenuhi perintah dari pencipta kita yaitu gusti Allah. Sebanyak apapun hartamu, apapun pangkat yang kamu miliki tetap sama derajatnya sebagai manusia yang harus memenuhi perintah dari gusti Allah.

"Penekna blimbing kuwi" artinya panjatlah (pohon) belimbing itu'. Sunan Kalijaga memilih kata 'blimbing' (belimbing), karena buah belimbing (bila dipotong) memiliki bentuk seperti bintang segilima, ini sebagai simbol lima rukun Islam, serta jumlah lima 'waktu salat'. Sesuai pada penjelasan sebelumnya bahwa kita sebagai hamba harus mengikuti perintah dari tuhan yaitu gusti Allah, apa aitu perintah nya? kanjeng Sunan kalijaga menjelaskan dalam syiir ini yaitu Penekna blimbing kuwi, hal tersebut menunjukkan pada simbol lima rukun Islam, serta jumlah lima 'waktu shlolat'

Lunyu-lunyu ya penekna, kanggo mbasuh dodot ira. Kalimat 'lunyu-lunyu   ya penekna' artinya 'licin-licin ya panjatlah', maksudnya meskipun licin diperintah tetap memanjatnya. Pesan ini menunjukan bahwa meskipun berat dan sulit dalam menjalankan rukun Islam namun kita harus melaksanakannya dengan baik.

Termasuk menegakkan sholat lima waktu. Dalam melaksanakan rukun Islam harus ikhlas dan hati-hati agar tidak tergelincir. Maksud dengan licin itu adalah banyaknya godaan dari berbagai hal baik itu dari lingkungan kita ataupun dari diri kita, supaya kita tidak tergelincir kita harus mempunyai pondasi yang kuat dalam hati kita apa itu? rasa percaya kita dengan Allah dan rasa kita butuh Allah, jika ada pondasi yang kuat maka apapun rintangannya dapat dilewati. Begitu pula dalam kehidupan kita jika memiliki pondasi kuat (prinsip kuat) dalam diri kita maka tidak akan mudah untuk diombang ambing oleh godaan atau perkataan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun