Mohon tunggu...
Muhammad Rivyal
Muhammad Rivyal Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta

Adaptasi tapi tidak merubah jati diri

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menyesali Sebuah Kehilangan atau Menghargai Sebuah Keberadaan

21 Desember 2021   19:00 Diperbarui: 21 Desember 2021   19:04 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pagi hari sejatinya dinikmati dengan secangkir teh panas. Cuaca cerah, mendung, ataupun hujan, untuk membuat mood yang bagus saat mengawali hari, teh panas ngga pernah salah. Sayangnya pada tulisan ini, penulis ngga akan membahas teh apa saja yang enak diminum ketika cuaca mendung.

Jika membahas kehilangan, dalam konteks apapun hal ini sudah menjadi pembahasan yang membosankan. Apalagi dalam konteks hubungan asmara. “maafin aku, aku ngga mau kehilangan kamu” yeeuuu.. Klise. Akan tetapi bagaimanapun itu, kehilangan akan selalu menjadi pemabahasan yang menarik ketika kita sedang merasakannya.

Coba ingat-ingat lagi, kapan terakhir kali merasakan kehilangan? Apa yang dirasakan? Mungkin dalam batin teman-teman menjawab sedih, menyesal, kesal, tidak terima, dan rasa tidak enak lainnya. Mungkin juga rasa tidak enak itu masih terekam jelas dalam ingatan dan masih bisa dirasakan ketika mengingatnya terlalu dalam.

Sudah, jangan mengingatnya lebih dalam lagi. Mari kita mengingat hal yang lain saja. Kapan terakhir kali kita sangat menghargai sebuah keberadaan, misalnya. Sebuah rasa kehilangan disebabkan adanya rasa memiliki, menghargai sebuah keberadaan adalah sebuah pencegah agar tidak terjadinya sebuah kehilangan. Jikapun kehilangan tidak dapat terhindarkan, setidaknya rasa tidak enak yang dirasakan tidak terlalu dalam. Mungkin itu merupakan rasa ikhlas? Entahlah, mungkin.

Ide dari terciptanya tulisan ini adalah karena hal sepele. Sebuah kabel charger handphone yang hilang di kafe. Sudah berusaha mencari dengan cara balik lagi ke kafe dan menanyakan ke mas-mas barista, ternyata tidak ada. Yang awalnya hal sepele seketika berubah menjadi hal yang sangat penting. Bagaimana tidak menjadi hal yang penting, kehilangan kabel charger karena kebodohan diri sendiri berujung mengeluarkan uang 400.000 untuk membeli kabel yang baru.

Begitulah contoh orang yang lebih memilih menikmati rasa menyesal kehilangan dibandingkan berusaha menghargai sebuah keberadaan. Ya, saya sendiri. Jika saja saya menganggap keberadaan kabel charger sangat penting, kemungkinan besar kehilangan dan mengeluarkan uang untuk membeli yang baru ini tidak terjadi. 

Sejatinya, selagi masih bisa berusaha untuk menghargai keberadaan, lebih baik berusaha menghargai sebuah keberadaan dibandingkan menikmati sebuah rasa kehilangan. Walaupun kehilangan masih bisa dinikmati, tetap saja, kehilangan tidak enak untuk dirasakan.

Sejatinya lagi, setiap orang bebas untuk memilih untuk menikmati sebuah kehilangan ataupun menghargai sebuah keberadan. Akan tetapi, sepertinya masih banyak orang yang sangat sedih, menyesal, kecewa, tidak terima dengan kehilangan padahal sebelumnya tidak pernah berusaha untuk menghargai sebuah keberadaan. Untuk yang memilih menikmati sebuah kehilangan, selamat menikmati. Untuk yang memilih berusaha menghargai sebuah keberadaan, teruskan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun