Mohon tunggu...
Muhammad Riski
Muhammad Riski Mohon Tunggu... Mahasiswa - Muhammad Riski _204102040021

Pelajaran Mahasiswa dan Bertani Bersholawatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Memahami Politik Hukum Pidana dalam RUU KUHP tentang (Tindak Pidana Korupsi)

15 Juni 2022   02:21 Diperbarui: 15 Juni 2022   06:35 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RUU KUHP yakni merupakan rancangan undang-undang yang mana disusun dengan tujuan untuk memperbaharui atau mengupdate KUHP yang berasal dari wetboek van strafrecht voor Netherlandsch, serta untuk menyesuaikan dengan politik hukum keadaan dan perkembangan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang ada pada saat masa sekarang ini. 

Selain itu RUU juga disusun dengan tujuan yang mana mengatur keseimbangan antara kepentingan umum atau kepentingan negara atau kepentingan individu juga antara lain perlindungan pelaku terhadap pelaku dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal serta antara hak dan kewajiban asasi manusia.

Jadi RUU KUHP ini telah disusun sejak tahun 1968 dan mempunyai 628 pasal di dalamnya. Namun karena dalam penyusunannya selalu disesuaikan dan mengikuti perkembangan kehidupan bermasyarakat selama lebih dari 50 tahun maka dari itu tidak dipungkiri adanya beberapa pasal yang mungkin dianggap kurang sesuai dengan kehidupan masyarakat milenial 

saat ini dan dianggap sebagai pasal-pasal kontroversial namun apabila benar-benar membaca dan memahaminya maka dalam RUU KUHP tersebut banyak aturan atau pasal-pasal yang telah di update menjadi lebih jelas dan rinci daripada KUHP. 

Salah satu contohnya adalah pada buku ke-1 RUU KUHP yang mana mengenai aturan umum maka terlihat perbedaan yang sangat jelas daripada KUHP sebelumnya yaitu terdapat beberapa bab yang didalamnya lebih spesifik mengatur mengenai ruang lingkup berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan, pidana dan pertanggungjawaban pidana dan sebagainya yang ada di dalam tersebut. Di dalam rukuhp ini banyak pasal-pasal terkait tindak pidana.

Memahami politik hukum pidana yang mana hal ini dalam RUU KUHP.

Politik hukum pidana ini yakni pada dasarnya adalah salah satu bentuk kebijakan yang mana meresponnya itu perkembangan pemikiran manusia tentang kejahatan. Tidak bisa tidak bisa di bahwasannya perkembangan itu pemikiran masyarakat atas suatu fenomena perilaku yang mana dikategorikan dalam kejahatan tak lepas atas perkembangan masyarakat itu sendiri. 

Akan tetapi juga tidak dapat adanya pandangan bahwasanya hukum pidana masih dianggap sebagai alat atau sarana terbaik dalam penanggulangan kejahatan.

Dalam kodifikasi RUU KUHP yang mana berjalan pada saat ini merupakan bagian dari politik hukum pidana yang sedang dilakukan oleh para perumusnya melalui lembaga legislatif yang mana lembaga legislatif ini disebut dengan DPR bersama dengan pemerintah.

Perjalanan panjang perumusan RUU KUHP yang diketahui mulai bergulir sejak tahun 1980 itu menjadikan proses perumusan tersebut bukan perkara yang mudah lanjutnya terlebih tantangan terbesar dalam beberapa waktu terakhir ini adalah banyaknya aturan perundang-undangan yang diluar KUHP yang memuat aksensi pidana dan beberapa diantaranya merupakan perundang-undangan pidana di luar KUHP,

 maka dari itu ada permasalahan lain terkait dengan sejumlah lembaga baru yang menarik untuk dikaji dalam RUU KUHP misalnya seperti masalah wewenang penyadapan dan alat bukti elektronik. Perkembangan mediasi fenol dan restoratif justice yakni di mana dimungkinkan penyelesaiannya perkara tersebut pidana di luar 

Sistem peradilan Pidana, menjadi menarik bila dibandingkan dengan lembaga saksi mahkota yang kita kenal saat ini serta beberapa terobosan dalam pembaharuan dalam hal pembuktian dan paparannya. Itu merupakan salah satu contoh atau kebutuhan pembaharuan hukum acara pidana yang semestinya dapat dimuat dalam RUU KUHP sebagai respon akan perkembangan hukum dalam masyarakat saat ini dan di masa yang akan datang.

Maka dari itu aku dapat kita simpulkan terkait kebijakan hukum pidana dalam memasukkan rumusan tindak pidana dalam RUU KUHP terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan yaitu terkait kebijakan perumusan tindak pidana dalam RUU KUHP yang mana kebijakan tersebut memasukkan tindak pidana di luar KUHP salah satunya tindak pidana korupsi sebagai langkah upaya unifikasi dan konsolidasi ke dalam suatu buku. 

Pembaharuan hukum pidana di Indonesia sangat dibutuhkan mengingat KUHP yang berlaku di zaman sekarang dirasa juga tidak memadai lagi dalam mengikuti perkembangan zaman terkait dengan melakukan upaya kodifikasi dan unifikasi terhadap semua tindak pidana yang diatur di dalam KUHP dan di luar KUHP serta perumusan tidak pidana baru menjadi satu buku. 

Yang demikian yang mana perumusan tersebut hendaknya dilakukan secara selektif terkait tindak pidana apa yang pantas masuk dalam RUU KUHP. Terus kemudian dalam pemilihan tindak pidana atau memilih tindak pidana yang akan dimasukkan dalam RUU KUHP hendaknya juga memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat pada saat ini. 

Terus yang ketiga mengenai tindak pidana dan juga akan dimasukkan dalam RUU KUHP seharusnya memperhatikan kedua hal tersebut agar tidak berpotensi menimbulkan masalah terhadap apa yang di masa akan datang.

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana negara hukum segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan kebangsaan dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan hukum salah satu proses pembangunan hukum yang sedang dilaksanakan oleh pemerintahan yakni khususnya 

di bidang hukum pidana adalah dengan melakukan revisi terhadap kitab-kitab undang-undang hukum pidana yakni ru KUHP yang mana ru KUHP ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem kodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda. 

Mengkodifikasikan berbagai peraturan perundang-undangan yang mana menjadi satu bab salah satunya UU tindak pidana korupsi yang Tipikor dalam RUU KUHP itu ancaman minimal pidana penjara koruptor turun dari minimal 4 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara namun tidak ditemukan ancaman hukuman mati akuruptor. Dalam pasal 2 ayat 1 ini UU Tipikor saat ini yakni adalah ancaman koruptor minimal 4 tahun penjara berikut bunyinya dapat kita lihat yakni adalah, "setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara maka dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit yakni Rp 200 JTyakni 1 miliyar.

Maka dari itu dapat kita simpulkan bahwasanya terkait kebijakan hukum pidana dalam memasukkan rumusan tindak pidana korupsi ke dalam kuhp terdapat tiga hal yang penting yang perlu diperhatikan yaitu pertama terkait kebijakan perumusan tindak pidana korupsi dan RUU KUHP yang mana kebijakan tersebut memasukkan data pidana di luar KUHP salah satunya tindak pidana korupsi sebagai langkah upaya unifikasi dan konsultasi ke dalam buku 1.

Namun kebijakan tersebut perlu diperhatikan yang mana karena dapat menimbulkan kemunduran dalam pemberantasan korupsi, yang kedua yakni adalah memenuhi arah kebijakan kodifikasi ruko KUHP pada saat ini arah dari kebijakan kodifikasi RUU KUHP cenderung menginginkan kodifikasi secara total atau menyeluruh yang mana kode kodifikasi total atau menyeluruh ini berpotensi menyulitkan dalam melakukan perbuatan atau perbaikan dalam menghadapi perkembangan tindak pidana ke depan. Dan yang ketiga yakni Formulasi tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP target formulasi tindak pidana korupsi ini dalam kuhp sekarang merupakan hasil salinan dari ketentuan dalam undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Jo UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang terancam bisa dihapus karena yang di sana mengambil seluruh ketentuan tindak pidana korupsi dari undang-undang yang ada tersebut namun di sisi lain dengan merumuskan tindak pidana korupsi ke dalam RUU KUHP juga berpotensi yakni menimbulkan implikasi terhadap lembaga yang berwenang menangani korupsi terutama seperti yang sudah biasa itu KPK dan pengadilan tindak pidana korupsi sebagai lembaga khusus serta lembaga kejaksaan.

Maka dari itu perlu kita memiliki saran yakni yang pertama pembaharuan pindahnya di Indonesia sangat dibutuhkan mengingat KUHP yang berlaku sekarang dirasa juga tidak memadai lagi dalam mengikuti perkembangan zaman, terkait KPK dan pengadilan tindak pidana korupsi sebagai lembaga yang dibentuk khusus dan urgensi pada pembentukannya bisa saja berpotensi kehilangan kewenangannya apabila pengaturan tidak punya konsep diatur dalam RUU KUHP para perumus dan penyusunan RUU KUHP juga hendaknya juga bertolak kepada sejarah pembentukan KPK yang mana agar dapat mempertahankan tujuan awal dari pembentukannya. Perumusan tindak pidana korupsi tetap dimasukkan dalam rukuhp terkait KPK dan pengadilan tindak pidana korupsi harus diberikan pengaturan khusus agar tidak mengganggu tugas dan kewenangannya dalam memberantas tindak pidana korupsi kedepannya. Maka dari itu KPK pada saat ini masih sangat dibutuhkan oleh negara mengingat perkembangan tidak pernah korupsi yang semakin meluas di Indonesia agar tindak pidana korupsi dapat diselesaikan dan dapat ditemukan para pelaku korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun