Mohon tunggu...
Muhammad Rio Novanto
Muhammad Rio Novanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tugas tugas kuy...

scorpioo1

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

How Social Media Control Us

19 Juli 2021   10:09 Diperbarui: 19 Juli 2021   10:39 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

 Apabila pengguna terlalu terpaku kepada apa yang ditampilkan sosial media kepada mereka, pengguna dapat menjadi maniak dalam menggunakan sosial media. Sesuatu yang berlebihan akan menjadi boomerang ke depannya. Dengan terbukanya sosial media yang dapat diakses oleh seluruh umur, termasuk balita dan anak remaja sekalipun, dapat memicu emosi tidak stabil sehingga akan berdampak kepada peningkatan statistik sosial media pemicu stres dan depresi yang menyebabkan pengguna dapat melakukan self-harm dan bunuh diri. 

Hal ini terbukti dari statistik data remaja yang menyakiti dirinya sendiri yang diterima oleh rumah sakit di Amerika Serikat, menunjukkan peningkatan sebanyak 157% pada remaja perempuan berusia 10-14 tahun. Ditemukan kesimpulan penyebab peningkatan data tersebut disebabkan oleh sosial media yang dapat diakses melalui ponsel. Mereka menghabiskan waktu mereka dengan ponsel, sehingga menggunakan ponsel dapat dikatakan sebagai aktivitas utama mereka selain belajar. Setelah seluruh potensi kehancuran yang disebabkan oleh sosial media, timbul pertanyaan "Apakah hal ini bisa diperbaiki?" 

Jawabannya bisa, apabila perubahan kecil yang mengubah jati diri kita saat menggunakan sosial media adalah produk yang diperjualbelikan kepada pengiklan, maka aktivitas kecil yang dilakukan oleh pengguna juga dapat menjadi pencegah dalam kehancuran yang disebabkan oleh sosial media ini. Hal-hal di bawah ini dapat dilakukan, seperti: 

1. Batasi penggunaan ponsel kepada anak. Penggunaan ponsel yang berlebihan dapat memicu stres saat menggunakan sosial media. 

2. Gunakan aturan tidak ada sosial media hingga SMA. Anak remaja sebelum SMA sering mengikuti apa yang hanya ingin mereka lihat, sehingga cenderung labil dan dapat memicu kondisi mental yang tidak stabil.

3. Ikuti orang-orang yang tidak membawa pengaruh buruk di sosial media. Faktor bacaan yang tidak sesuai dengan pendapat pengguna dapat memicu stres dan depresi sehingga akan berdampak pada penurunan imun para pengguna. 

4. Hapus sosial media yang hanya menyebabkan kecemasan saat membukanya, hal ini dilakukan untuk mengurangi perasaan gelisah saat membuka sosial media tertentu. Banyak waktu luang yang bisa dihabiskan setelah menghapus sosial media tersebut, seperti memulai percakapan secara langsung dengan orang tersayang, pergi liburan karena dunia ini indah tanpa harus diliputi kecemasan karena sosial media. Hal-hal di atas dapat menjadi langkah kecil untuk mencegah kecanduan yang diakibatkan oleh penggunaan sosial media secara berlebihan. Start small so you could reach the big results. 

2. Sisi Positif dan Negatif dari Teknologi Informasi dan Komunikasi Kemajuan perkembangan teknologi di era digital menjadi faktor utama meningkatnya penggunaan internet oleh para pengguna di seluruh dunia. Sebagian besar wilayah di dunia saat ini dapat mengakses internet, dapat menelusuri berita hari ini, dapat mencari informasi pertandingan klub bola yang diselenggarakan dini hari tadi, dapat menerima pesan dari berbagai pengguna di seluruh dunia, dan dapat menjadi platform utama untuk mendapatkan uang. 

Perkembangan teknologi pada hakekatnya mempermudah pengguna untuk mengerjakan pekerjaan secara singkat, sehingga dapat membuat pekerjaan menjadi lebih baik.Menurut data survei statistik yang dikeluarkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada periode 2019-kuartal II/2020 mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai angka 196.7 juta jiwa. 

Data tersebut membuktikan bahwa internet telah tersebar di sebagian besar daerah Indonesia, yang menjadikan Indonesia sebagai peringkat ketiga adopsi internet di Asia Tenggara, yang menunjukkan bahwa sebanyak 73.7% dari populasi Indonesia telah menggunakan internet pada 2021. Pengguna internet juga tersebar dari berbagai kalangan, mulai remaja, orang dewasa, hingga lansia yang menunjukkan angka 11.44% dari pengguna internet se-Indonesia pada tahun 2020. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa Indonesia telah melek internet sejak lama. 

Namun, dengan peringkat melek Internet ketiga se-Asia Tenggara belum tentu bisa menjadi acuan dalam memerangi hoaks yang sering ditemukan saat mengakses internet. Pada data statistik yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada tahun 2017, terbukti ada sekitar 800.000 situs di Indonesia sebagai penyebar info hoax. Data tersebut dapat bertambah pada 2021 menjadi angka yang lebih besar. Ini merupakan angka yang menakutkan dan bisa mengelabui para pengguna internet di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun