Mohon tunggu...
Muhammad Rifqy Nur Fauzan
Muhammad Rifqy Nur Fauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tuhan selalu memberikan ilmu melalui alam dan fenomena yang terjadi tanpa disadari oleh manusia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tauhid Secara Teoritis, Praktis dan Sosial

14 Januari 2023   03:31 Diperbarui: 14 Januari 2023   04:02 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tauhid merupakan bentuk meyakini bahwa Tuhan itu Esa. Keesaan Tuhan dapat terkonsepsi dalam dua makna. Pertama, Esa yaitu tidak ada Tuhan yang kedua. Alasannya jelas, mustahil ada dua wujud nirbatas tanpa beda sedikitpun. Dua berarti beda, tak beda berarti hanya esa. Esa dalam makna ini adalah satu person.

Kedua, satu yakni tidak terangkap. Artinya, wujud Tuhan tidak terangkap dari bagian-bagian, juga bukan bagian dari satu keseluruhan. Alasannya juga jelas, rangkapan adalah cerita tentang kebutuhan. Maha suci Tuhan dari semua kebutuhan.

Dengan ini, sifat-sifat Tuhan tidak berbeda satu dengan yang lainnya, tidak pula berbeda dengan dzat Tuhan. Ragam sifat yang berbeda secara konseptual, mewujud dengan satu wujud Tuhan secara ontologis. Tuhan, seluruh wujud-Nya adalah kuasa, mendengar, melihat, pengasih, dll. Satu dalam makna ini adalah satu sederhana.

Dua jenis Esa di atas adalah tauhid teoritis. Selain itu, terdapat tauhid praktis. Tauhid praktis adalah tauhid ibadah. Tauhid ibadah akan mewujudkan tauhid sosial, yaitu masyarakat yang bertauhid.

Tauhid ibadah adalah pegangan kita semua sebagai manusia; yaitu; tidak menyembah kecuali pada Tuhan, tidak menduakan-Nya dengan sesuatupun, serta tidak menuhankan sesama (QS 3:64). Khusus yang terakhir adalah tauhid sosial. Sesama hamba jangan saling menuhankan, jangan saling memperbudak.

Tauhid sosial dimulai dengan kata tidak pada manusia yang berlagak Tuhan, lalu ditutup dengan afirmasi pada Tuhan yang sebenarnya. Hanya ada satu kata untuk tuhan-tuhan bertulang, apatahlagi yang berkulit sawo matang, yaitu lawan.

Dalam hemat Materialisme, tauhid sosial adalah penghapusan kepemilikan personal. Kelas-kelas sosial adalah implikasi dari kepemilikan personal. Aku-kamu dimulai kala orang mendaku memiliki sesuatu yang bukan milik orang lain.

Kepemilikan personal adalah alienasi. Harta benda menggantikan manusia. Manusia dilihat dari apa yang dimilikinya, manusia diperlakukan sesuai dengan harta bendanya. Tauhid sosial adalah upaya mengganti kepemilikan personal dengan kepemilikan komunal, mengganti aku-kau menjadi kita. Itulah masyarakat tauhid, masyarakat tanpa kelas.

Dalam filsafat kita, masalah bukan pada kepemilikan personal atau komunal. Masalah bukan pada memiliki barang atau tidak, melainkan pada dimiliki barang. Milikilah sesuatu sesuai dengan upaya halal anda, tapi jangan menghamba pada sesuatu tersebut.

Dengan ini, masyarakat tauhid bukan masyarakat tanpa kelas, melainkan masyartakat tanpa eksploitasi, penindasan dan diskriminasi. Kelas-kelas sosial adalah buah dari gerak ikhtiari, ia niscaya ada, disitu ada perjuangan dan prestasi.

Dengan perbedaan, kesempurnaan diri diraih, alam terkelola. Keragaman adalah kehidupan. Dengan catatan, keragaman dan perbedaan, bukan penindasan dan pembedaan (diksriminasi).

Dalam filsafat kita, tauhid sosial adalah perjuangan menghapus relasi eksploitatif antar kelas, adalah upaya mewujudkan relasi harmonis antar kelas. Dan itu dimulai dengan pencerahan, bahwa orang lain adalah alat perfeksi jiwa, bahwa tuhan-tuhan berkulit, harus dihapuskan.

Menutup ini, saya pesankan. Duhai kawan, masa-masa gerilia sudah usai, dilakoni para pendahulu. Namun perjuangan belum usai. Lanjutkan perjuangan dengan tujuan yang sama, tapi semangat dan taktik yang baru.

Jika tak mampu teriak, tulis. Jika tak bisa nulis, buat atau kutip quotes. Jika masih tak mampu juga, diam dan amati. Diam adalah perlawanan, jauh lebih baik dari berisik tanpa isi, itu memperpanjang barisan kebodohan.

Jika tak mampu meruntuhkan kerajaan tuhan-tuhan bertulang, setidaknya jangan biarkan pemuja, juga korbannya terus bertambah. Kerja sudah, gajian sudah, makan-minum sudah, tidur juga sudah, sex sampai klimax, lantas apalagi yang kalian tunggu? Bergeraklah, jangan hidup seperti satwa.

Jika tak mampu tanamkan benih-benih revolusioner pada rahim-rahim suci kaum hawa, itu bukan alasan untuk berdiam diri macam sapi. Jadilah bidan yang membantu lahirya kaum tercerahkan. Bersetubuh dengan gagasan, lahirkan anak ideologis.

Kayu berakar hitam dengan dua biji yang tersembunyi di balik celanamu bukan senjata mematikan. Ia adalah sumber air kehidupan, jangan hamburkan dengan menembakkannya ke sembarang tempat.

Dan kalian para wanita, belajarlah dari sepasang buah berair yang tumbuh di lembah dadamu. Dihisap, perih, tapi mengalirkan air kehidupan bagi bayi-bayi yang kehausan. Bukan hanya dihisap raja-raja, walau nikmat. Apalah artinya kenikmatan yang tidak menghidupkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun