Mohon tunggu...
Muhammad Rifqy Nur Fauzan
Muhammad Rifqy Nur Fauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Nahdlatul Ulama PAC Bekasi Timur Periode 2022-2027, Wakil Sekretaris Bidang PTKP Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bekasi Periode 2024-2025, Ketua Bidang PTKP Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bekasi Komisariat Insan Cita Periode 2022-2023

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Risalah Hati

2 Juli 2024   00:33 Diperbarui: 2 Juli 2024   00:36 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati adalah pusat cinta dan benci, bahagia dan derita, serta kemuliaan dan kehinaan manusia. Hati adalah medan laga akal versus indra. Hati merupakan puncak tertinggi dalam membedah sebuah pengetahuan. Hati adalah entitas yang sering kali sulit dipahami, namun keberadaannya begitu penting dalam kehidupan manusia. Tidak sekadar organ biologis, hati dalam konteks spiritual dan emosional merupakan pusat perasaan, intuisi, dan kebijaksanaan. Dalam upaya untuk menggali makna terdalam dari hati, memahami bagaimana ia mempengaruhi tindakan dan keputusan kita, serta mencari tahu bagaimana kita dapat lebih selaras dengannya.

Hati merupakan sumber dari berbagai perasaan manusia, mulai dari cinta, kebahagiaan, kesedihan, hingga rasa sakit. Perasaan ini sering kali tidak bisa dijelaskan dengan logika semata, karena hati bekerja melalui intuisi kemampuan untuk memahami sesuatu secara langsung tanpa memerlukan penalaran rasional. Intuisi sering kali menjadi pemandu dalam mengambil keputusan penting dalam hidup, karena ia memberikan wawasan yang mendalam dan sering kali lebih akurat dibandingkan analisis logis. Jika akal menaklukkan indra, hati akan berada dalam wilayah kekuasaan akal. Hati akan bergerak rasional. Cinta dan benci merasional. Mencintai dan membenci berdasarkan akal. 

Jika cinta merasional, maka wujud abadi dan layak dihargamatikan yaitu Tuhan yang maha hidup, akan menjadi pemilik dan tuan rumah hati. Jika Tuhan jadi tuan rumah hati, maka tetamu hati harus bersyaratkan izin-Nya. Saat itu, hati beroleh kemuliaan, pecinta meraih syahadah.

Jika indra menundukkan akal, hati akan dikuasai indra. Hati tidak akan mencintai kecuali hal yang bisa diindrai. Hati kehilangan arah transendensi, terjebak di alam materi. Hati pecinta jadi hina, semakin mencintai semakin hina, gelap tanpa cahaya.

Plato menggambarkan hati sebagai pusat dari thumos atau semangat, yang berfungsi sebagai pendorong moral dan keberanian. Dalam karya-karyanya, Plato menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara rasio, semangat, dan nafsu agar mencapai kehidupan yang harmonis dan etis.

Hidup bukan tentang hati yang penuh cinta. Hidup adalah tentang rasionalisasi cinta. Ketika akal jatuh cinta, cinta akan jadi rasional. Saat itu, anda akan syahid.

Syahid akan menjadi takdir pecinta rasional. Yaitu pecinta yang mencintai wujud Nirbatas segila-gilanya, semati-matinya. Seperti Majnun yang menggilai Laila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun