"Din, ayo ikut ayah beli makan,"
"Qi, jagain depan ya, drivernya bentar lagi nyampe,"
Dua kalimat di atas sekilas berbeda, tapi sebenarnya merupakan kegiatan yang dihasilkan karena hal yang sama: lapar. Kalimat pertama kualami saat masih sekolah di wilayah kampung (yang ke depannya akan jadi dekat ibukota) sedangkan kalimat kedua ketika sudah kuliah dan merantau di wilayah yang sekarang dekat ibukota.
Keduanya sama-sama proses mencari makanan. Perbedaannya terletak pada ekonomi yang dijalankan. Ketika masih sekolah, aku dan ayah harus pergi menggunakan kendaraan mencari makanan di pasar. Kami mencari warung yang buka, memarkirkan motor, memilih secara nyata, dan membayar langsung dengan uang tunai. Saat sudah kuliah, tinggal buka satu aplikasi, pilih gambar yang terlihat enak, masukkan alamat kos, dan membayar bisa tanpa mengeluarkan uang dari dompet. Hal ini terjadi karena ekonomi digital.
Ekonomi Digital dan Era Mager
Ekonomi digital sesuai namanya adalah ekonomi yang berkaitan digital, sesuatu yang bisa dibilang maya. Contohnya seperti proses mencari makan yang dulunya harus ke warung, sekarang bisa lewat ponsel pintar. Berbelanja juga sekarang bisa dari rumah, barang yang datang kepada kita, bukan kita yang berkeliling mencari barang.
Dikutip dari katadata, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa kontribusi ekonomi digital Indonesia di tingkat ASEAN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 2,9 persen. Angka ini sedikit lebih tinggi dari rata-rata ASEAN, yaitu 2,8 persen. Hal ini bisa jadi didukung oleh para mahasiswa yang "mager". Kenapa?
Apa itu Mager?
Mager adalah akronim dari malas gerak. Banyak dari mahasiswa Indonesia yang memiliki love interest unik dengan kasur beserta perlengkapannya. Mereka merasa tidak rela pergi dari kasur kalau tidak ada alasan penting. Bahkan ada yang memilih kelaparan daripada harus meninggalkan kenyamanan tempat tidur. Memang terdengar aneh, tapi beginilah fenomena di kalangan mahasiswa.
Pengaruh Mager dengan Ekonomi Digital
Adanya ekonomi digital tentu kabar gembira bagi berlangsungnya hubungan kasur dan mahasiswa. Kelaparan bisa dihilangkan tanpa mereka berdua harus dipisahkan. Mahasiswa tinggal memesan makanan lewat ponsel pintar, tentunya tanpa berpindah dari kasur, nantinya makanan yang datang sendiri menunggu dilahap.
Jumlah mahasiswa terdaftar di perguruan tinggi baik swasta maupun negeri di tahun 2017 sebanyak 6,9 juta berdasarkan data dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Jumlah yang cukup signifikan untuk mengangkat kontribusi ekonomi digital apabila mereka termasuk mahasiswa mager.
Mager Penyebab Kanker
Kanker tentunya adalah penyakit yang berbahaya. Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, angka kejadian penyakit kanker di Indonesia berada pada urutan 8 di Asia Tenggara, sedangkan di Asia urutan ke-23. Mahasiswa mager berpotensi mengidap penyakit ini dan ekonomi digital bisa memperparah. Merasa keenakan dengan makanan yang dipesan tanpa meninggalkan kasur membuat mahasiswa kalap dan akhirnya mengidap kanker alias kantong kering (kehabisan uang). Adakah solusi untuk hal ini? Tentu ada!
e-Warteg adalah Koentji
Sejak era Mandala sampai Gundala, warteg tidak pernah berhenti menjadi primadona bagi mahasiswa. Teknologi layar sentuh yang menakjubkan dan harga yang sangat ramah di kantong adalah dua hal yang menjadikan warteg selalu menjadi pilihan. Sayangnya, mahasiswa mager sudah terlena dengan hadirnya ekonomi digital. Mereka nyaman dengan delivery order tanpa sadar kanker menggerogoti.
Apa itu e-Warteg?
Warteg sebenarnya sudah mulai merambah ekonomi digital. Beberapa warung makan sudah tersedia di aplikasi pengantar makanan, seperti GoFood dan GrabFood. Tentunya harga makanan jauh lebih terjangkau daripada gerai fast food. Namun, konsep e-Warteg bukan sekadar hadirnya warteg yang bisa dipesan secara daring tapi terlibatnya pelanggan dan produsen dalam rantai ekonomi digital.
Konsep e-Warteg
e-Warteg adalah sebuah konsep yang perlu kerjasama dari banyak pihak terutama mahasiswa. Mahasiswa merupakan penerus pembangunan bangsa yang artinya menjadi orang penting dalam menentukan ekonomi Indonesia. Penting mahasiswa ikut andil dalam langkah awal merintis e-Warteg agar saat sudah berkembang di masa depan bisa membantu ketika ada masalah.
Konsep e-Warteg secara umum adalah:
Investasi Pemilik Warteg pada Fintech Pertanian
Sudah banyak fintech yang membantu petani dalam meningkatkan ekonomi mereka. Ada fintech yang membantu mengumpulkan dana dari pemodal dan fintech lain membantu memasarkan produk petani sehingga mempersingkat rantai perdagangan yang tentunya memperbesar keuntungan petani.
e-Warteg bisa masuk di tengah-tengah hal ini. Mahasiswa bisa merekomendasikan fintech yang memasarkan produk petani untuk menyalurkannya pada pemilik warteg. Ini tentunya akan membuat harga bahan baku bagi pemilik warteg lebih murah dan price list di daftar menu warteg pun jadinya makin merakyat dan ramah kantong mahasiswa. Di sisi lain pemilik warteg juga bisa memberikan rekomendasi supplier mereka yang mutunya terjamin namun belum tersebut fintech tersebut. Saling meningkatkan ekonomi rakyat.
Pemilik warteg bisa juga diajak ikut berinvestasi di fintech di bidang pertanian. Selain keuntungan berupa uang, pemilik warteg bisa diberikan sebagian hasil tani sebagai timbal balik investasi. Ini mengajarkan pentingnya berinvestasi dan alternatif menyalurkan keuntungan warteg. Ekonomi pemilik warteg tentu akan meningkat dan fintech investasi mendapatkan pasar baru selain sekadar pemodal yang mengincar keuntungan.
Warteg Bisa Dipesan Daring
Beberapa warteg sudah melakukan hal ini namun masih banyak di luar sana yang belum tersentuh ekonomi digital. Peran mahasiswa di sini bisa memandu pemilik warteg untuk bisa terjun ke dunia daring. Ingat, jangan hanya berhenti ketika warteg sudah bisa dipesan daring. Perlu ada pendampingan lebih lanjut agar warteg bisa bersaing dengan beragam fast food dengan aneka keindahannya.
Investasi Mahasiswa atau Masyarakat pada Pemilik Warteg
Demi kemajuan, perlu ada gebrakan. Suatu gebrakan memerlukan dana. Mahasiswa bisa membantu pemilik warteg dengan membantu mencarikan dana dengan mengumpulkan investasi. Hal tersebut bisa dengan mendaftarkan pemilik warteg ke salah satu fintech investasi atau dengan donasi daring.
Bukan hanya sebatas mencarikan investasi, mahasiswa harus ikut membantu perencanaan keuangan pemilik warteg agar investasi yang ditanamkan mampu menaikan perekonomian warteg tersebut. Ini agar uang yang ditanam tidak habis sia-sia.
Itu adalah tiga konsep e-Warteg yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat melalui ekonomi digital. Perlu dukungan dari berbagai pihak terutama peran aktif mahasiswa untuk menyukseskan hal ini. Beragam latar mahasiswa dibutuhkan untuk saling bahu membahu membangun ini.
Peran Mahasiswa
Mahasiswa adalah pemuda penerus tongkat estafet bangsa. Peran mereka dalam e-Warteg sangat penting karena di masa depan, mahasiswa lah yang hadir di tengah masyarakat menggerakan ekonomi. Bukan hanya satu golongan mahasiswa namun sinergi lintas jurusan sangat diperlukan untuk hal ini.
Mahasiswa akuntansi dan ekonomi bisa membantu perencanaan keuangan pemilik warteg agar mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih maksimal. Kerjasama dengan mahasiswa IT juga diperlukan untuk mengenalkan konsep ekonomi digital.
Mahasiswa ilmu gizi bisa membantu dalam memperbaiki menu yang ada di warteg agar lebih sehat. Ini penting demi meningkatnya kualitas sumber daya manusia ke depannya. Di sisi lain, mahasiswa arsitektur bisa mendesain tempat makan di warteg lebih rapi dan indah agar nyaman untuk dijadikan tempat makan. Ini karena mahasiswa sekarang tidak hanya menjadikan tempat makan untuk sekadar makan, tapi juga nongkrong.
e-Warteg adalah Solusi
Mager adalah hal yang sangat manusiawi bagi mahasiswa. Seperti yang sudah dibilang, kisah cinta manusia dan kasur ini sangat unik. Penting agar tidak merusak hal ini demi kesejahteraan mahasiswa, pemuda harapan bangsa. Salah satu caranya adalah dengan e-Warteg.
e-Warteg membuat mahasiswa mager bisa tetap melanjutkan kisah cinta dengan kasur dan terhindar dari bahaya kanker. Di sisi lain, e-Warteg hadir sebagai salah satu bagian dari ekonomi digital yang membuat pemilik warteg terbantu dan menaikkan perekonomian masyarakat. Masyarakat di sini bukan hanya pemilik warteg, tapi rakyat Indonesia secara umum.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H