Implementasi Pajak Karbon di Indonesia: Pembelajaran dari Swedia dan Finlandia serta Potensi Dampaknya Terhadap Perekonomian
Pendahuluan
Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Salah satu penyebab utama dari perubahan iklim adalah emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO) yang berasal dari aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil. Untuk mengatasi hal ini, banyak negara di dunia telah mengadopsi kebijakan pajak karbon sebagai instrumen untuk menurunkan emisi karbon dan mendorong transisi menuju ekonomi hijau.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat emisi karbon tertinggi di dunia, telah mulai menerapkan kebijakan pajak karbon pada tahun 2022. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon sekaligus meningkatkan penerimaan negara. Namun, bagaimana efektivitas penerapan pajak karbon di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain seperti Swedia dan Finlandia yang sudah lebih dahulu menerapkannya?
Artikel ini akan membahas implementasi pajak karbon di Indonesia dengan mengambil pembelajaran dari pengalaman Swedia dan Finlandia serta mengeksplorasi potensi dampaknya terhadap ekonomi dan lingkungan di Indonesia.
Permasalahan
Indonesia menghadapi beberapa permasalahan dalam penerapan pajak karbon:
Tarif pajak karbon yang rendah (Rp 30 per kilogram COâ‚‚ ekuivalen) dapat mengurangi efektivitas kebijakan dalam menekan emisi karbon.
Minimnya transparansi dan konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan, termasuk pengalokasian penerimaan pajak karbon.
Kekhawatiran akan dampak negatif terhadap sektor industri dan ekonomi domestik.
Teori dan Aturan yang Berlaku
Penerapan pajak karbon di Indonesia diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mulai berlaku pada April 2022. Kebijakan ini menerapkan skema Cap-and-Tax, yaitu kombinasi antara perdagangan karbon dan pajak karbon. Pajak dikenakan atas emisi gas rumah kaca yang melebihi ambang batas tertentu. Tujuan utamanya adalah mendorong pelaku ekonomi untuk beralih ke aktivitas yang lebih ramah lingkungan.
Sebagai perbandingan, Swedia dan Finlandia, yang sudah lebih dulu menerapkan kebijakan ini, menunjukkan keberhasilan dalam: