Mohon tunggu...
Muhammad Rifki
Muhammad Rifki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Undergraduate Journalism Student at UIN Jakarta, NIM : 11220511000142

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Poligami vs Monogami: Mana yang Lebih Baik?

26 Mei 2024   21:02 Diperbarui: 26 Mei 2024   22:58 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam konteks kehidupan pernikahan, banyak perdebatan mengenai poligami dan monogami karena telah menjadi topik yang sangat hangat diperbincangkan dalam masyarakat. Berbagai pandangan, argumen, dan interpretasi telah muncul dari kedua sisi, memperumit pemahaman akan kedua sistem ini. Dengan poligami, argumen perlindungan dan dukungan terhadap wanita yang membutuhkan, serta kemungkinan untuk membentuk keluarga yang lebih besar seringkali menjadi sorotan, sementara monogami dianggap sebagai lambang komitmen, keintiman, dan kesetiaan yang eksklusif antara dua orang, pro-kontra mengenai kedua hal tersebut berkaitan dan terjawab dengan firman Allah dalam Quran Surah An-Nisa ayat 3 yang berbunyi :


وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْ

"Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim."


Dari ayat yang mulia ini, kita bisa menafsirkan bahwa poligami bukanlah suatu kewajiban, tetapi diperbolehkan dengan syarat adil dalam perlakuan terhadap istri-istri yang dimilikinya, dan dijelaskan bahwa monogami lebih disarankan jika tak mampu berlaku adil. Namun, pertanyaan tetap: apakah poligami lebih baik daripada monogami, atau sebaliknya? Untuk  menjawab hal tersebut, terdapat beberapa aspek yang relevan dengan perdebatan yang timbul tersebut.


1. Keadilan dan Tanggung Jawab

Salah satu argumen utama yang sering diajukan oleh pendukung poligami adalah kemampuannya untuk memberikan perlindungan dan kebutuhan kepada wanita yang membutuhkan. Dalam situasi tertentu, poligami dapat memberikan solusi untuk perlindungan finansial dan keamanan bagi wanita-wanita yang tidak memiliki sumber daya yang cukup. Namun, penting untuk dicatat bahwa poligami juga membutuhkan tanggung jawab yang besar dari pihak suami dalam menjaga keadilan di antara istri-istri. Bahkan, Al-Qur'an sendiri menekankan pentingnya keadilan dalam perlakuan terhadap istri-istri. Disisi lain, Monogami menempatkan fokus pada keintiman dan komitmen yang eksklusif antara dua orang. Dalam hubungan monogami, pasangan memiliki kesempatan untuk membangun hubungan yang mendalam, saling memahami, dan saling mendukung satu sama lain tanpa harus bersaing dengan orang lain dalam perhatian atau kasih sayang.

2. Kesejahteraan Keluarga

Aspek kesejahteraan keluarga juga menjadi pertimbangan penting dalam membandingkan poligami dan monogami. Monogami sering dianggap lebih stabil karena fokus pada hubungan yang mendalam dan komitmen yang kuat antara dua orang. Dalam hubungan monogami, pasangan memiliki kesempatan untuk fokus sepenuhnya pada perkembangan dan kesejahteraan keluarga kecil mereka. Ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan stabil bagi perkembangan anak-anak. Namun, poligami juga dapat berpotensi memberikan dukungan finansial dan emosional yang lebih besar kepada keluarga yang lebih besar. Dalam situasi di mana suami mampu memenuhi tanggung jawabnya secara adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya, poligami dapat menjadi pilihan yang dapat memberikan kesejahteraan ekonomi yang lebih besar bagi keluarga tersebut.

3. Perspektif Agama dan Budaya

Perbedaan dalam perspektif agama dan budaya juga berpengaruh pada pandangan terhadap poligami dan monogami. Poligami sering kali dipraktikkan dalam konteks agama dan budaya tertentu sebagai bagian dari tradisi atau keyakinan agama seperti pada zaman dahulu, saat itu, masyarakat Arab memiliki banyak yatim piatu dan wanita yang menjadi janda akibat perang dan konflik yang sering terjadi dan terdapat banyak hamba sahaya yang harus dimerdekakan, Q.S An- Nisa ayat 3 memberikan opsi poligami untuk menjadi solusi. Dalam beberapa masyarakat, poligami dianggap sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan dan upaya untuk melindungi dan menyokong wanita-wanita yang membutuhkan. Namun, dalam masyarakat modern, nilai-nilai kesetaraan gender dan prinsip keadilan sering kali menimbulkan pertanyaan tentang praktik ini. Banyak yang mempertanyakan apakah poligami masih relevan dalam konteks masyarakat yang semakin maju dan kompleks ini.

Dengan demikian, poligami ataupun monogami memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang terpenting adalah bagaimana kita memahami dan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, tanggung jawab, dan komitmen dalam hubungan pernikahan kita, sesuai syariat Islam dan dengan nilai-nilai ajaran Islam . Sebagai individu, kita memiliki pilihan untuk memilih sistem pernikahan yang sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan kita, namun yang terpenting adalah menjalankannya dengan penuh tanggung jawab, keadilan, dan cinta.

Namun, lebih dari sekadar memilih sistem pernikahan yang sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan kita, penting juga untuk menjalankannya dengan penuh tanggung jawab, keadilan, cinta, dan berpedoman Al-Qur'an. Itulah inti dari sebuah pernikahan yang sehat dan berkelanjutan menurut ajaran Islam. Sebagai individu, kita memiliki kebebasan untuk memilih sistem pernikahan yang sesuai dengan keyakinan dan keinginan kita, namun keberhasilannya tergantung pada sejauh mana kita menjalankannya dengan penuh kesadaran, pemahaman, dan amal yang baik. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk dan keberkahan dalam setiap langkah hidup kita, termasuk dalam memilih dan menjalani hubungan pernikahan yang baik dan benar di hadapan-Nya.

Penulis :

  • Muhammad Rifki
  • Dr. Hamidullah Mahmud, M.A

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun