Mohon tunggu...
Muhammad Rezki Atthani
Muhammad Rezki Atthani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Institut Agama Islam Tazkia

Mahasiswa prodi Manajemen Bisnis Syariah yang sedang mengejar akhirat dan berharap dapat dunia dan akhirat

Selanjutnya

Tutup

Financial

Hutang Menurut Kacamata Syariah

1 April 2024   09:15 Diperbarui: 1 April 2024   09:58 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Siapa sih disini yang tidak pernah berhutang? Sebagai makhluk sosial, rasa-rasanya tidak ada yang tidak pernah melakukan aktifitas yang satu ini. Contoh kecil saja, saat kita meminjam uang temen untuk membeli gorengan, ini sudah termasuk melakukan transaksi utang-piutang. Hayoo jangan lupa dibayar lhoo! Hehe. Lantas bagaimana yaa Islam memandang hutang? Yuk kita bahas!

Terminologi Hutang

                Seperti yang kita ketahui, hutang adalah harta seseorang yang kita pinjam dan harus dikembalikan biasanya dalam jangka waktu tertentu. Namun dalam bahasa arab, hutang disebut pada 2 istilah yang berbeda maknanya, yaitu Dayn dan Qardh. Istilah Dayn memiliki pengertian yang lebih umum dibandingkan dengan Qardh. Dayn itu mencakup segala jenis hutang, baik akibat akad ataupun juga hutang akibat keteledoran kita merusakkan barang orang lain dan harus menggantinya. Sedangkan Qardh hanya sebatas pada hutang yang memang terjadi karena adanya akad pinjaman/akad utang-piutang.

                Perbedaan lainnya dalam buku al-Mu'jam al-Wasid, kata Dayn adalah hutang yang bertempo sedangkan Qardh adalah hutang yang tidak bertempo. Maknanya Dayn mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian hutang, sedangkan Qardh tidak mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian hutangnya.

                Jika dikaitkan dalam dunia perbankan, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hutang adalah penyediaan dana atau tagihan antar lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.

Dasar Hukum Hutang

                Hukum utang-piutang pada asalnya adalah diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Adapun berikut ini dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya utang-piutang ialah sebagaimana berikut ini:

                "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (Q.S. Al Maidah/5: 2).

                Lalu juga ayat terpanjang dalam Al-Qur'an menganjurkan bagi kita untuk melakukan pencatatan pada transaksi yang tidak tunai termasuk hal utang-piutang. Sehingga ada pegangan diantara pihak yang bertransaksi sebagai bukti otentik dan bentuk transparansi agar tidak terjadinya permasalahan antar pihak yang bertransaksi. Ayatnya sebagai berikut:

                "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...," (Q.S. Al Baqarah/2: 282).

Konsep Hutang Dalam Islam

                Dalam Islam, utang-piutang merupakan akad tabarru' yang mengandung nilai ta'awun (saling membantu). Oleh karenanya memberi hutang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial yaitu membantu mereka yang tidak mampu atau membutuhkan secara finansial. Maka niat pemberian hutang adalah untuk saling membantu dan bukan semata-mata untuk tujuan komersial atau mencari keuntungan. Berdasarkan prinsip ini, maka seorang muslim diharamkan untuk mengambil keuntungan dari akad utang-piutang tersebut yang kita kenal dengan istilah riba. Riba (tambahan) termasuk sebagai salah satu dosa besar. Untuk menghindari riba, maka sejumlah uang yang dipinjam harus dikembalikan juga dengan nominal yang sama (tidak lebih ataupun tidak kurang). Adapun jika ada penambahan dari nominal hutang, maka tambahan itu harus merupakan kebaikan dari peminjam bukan sesuatu yang disepakati di awal akad.

Rukun dan Syarat Hutang

                Adapun yang menjadi rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam utang-piutang adalah sebagai berikut:

  • Sighat = Yaitu terjadinya akad/ijab kabul antara pemberi pinjaman dan peminjam.
  • Pihak yang bertransaksi utang-piutang = Harus memenuhi syarat seperti merdeka, baligh, berakal dan mumayyiz (pandai membedakan baik dan buruk).
  • Harta yang dihutangkan = Rukun harta yang diutangkan adalah yaitu harta yang dipinjam dan dikembalikan harus yang sama jenis dan tidak banyak perbedaan, harta yang diutangkan disyaratkan berupa benda dan tidak sah mengutangkan manfaat (jasa), dan terakhir harta yang diutangkan harus diketahui kadar dan sifatnya.

Prinsip Hutang

                Adapun prinsip-prinsip hutang yang harus diperhatikan dan ditanam di dalam hati seorang muslim ketika hendak berhutang ialah:

  • Hutang harus disadari dan dianggap sebagai pilihan terakhir setelah melakukan semua upaya. Jadikan hutang adalah suatu keterpaksaan dan bukan menjadi kebiasaan. Berhutanglah hanya untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya mendesak/primer, bukan berhutang untuk sesuatu yang sebenarnya kita tidak butuh-butuh banget.
  • Jika terpaksa berhutang, maka jangan berhutang di luar kemampuan. Kita harus berpikir lebih matang dan apakah kita menyanggupi untuk membayar hutang tersebut nantinya. Hal ini untuk menghindari dari terlilit hutang.
  • Jika telah melakukan pinjaman, maka harus ada niat untuk membayarnya. Kita harus memiliki komitmen untuk mengembalikan hutang tersebut dan tanpa menunda-nunda.

Apakah Baik Memiliki Hutang?

                Berhutang merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan dan diperbolehkan dalam ajaran Islam. Mungkin karena beberapa kebutuhan kita yang tidak terpenuhi, kita membutuhkan pihak lain untuk meminjam hartanya. Namun perlu diperhatikan ketika berhutang maka harus ada pedoman tentang cara menanggapi hutang tersebut yaitu harus memenuhi prinsip ataupun etika tertentu demi mencapai tujuan syariah (Maqashid Syariah). Prinsip dan etika inilah yang menentukan bagaimana hukum hutang tersebut, bisa wajib, mubah, makruh dan haram.

                Maka baik dan buruknya hutang tergantung diri kita menanggapinya, apabila kita berhutang untuk memenuhi kebutuhan mendesak/primer maka itu dianjurkan. Justru menjadi penyakit di masyarakat kita sekarang, yaitu melakukan pinjaman untuk sesuatu yang sifatnya sekunder/tersier. Memang tidak ada larangan, namun jika untuk membeli sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan maka usahakan jangan mengutang, jangan memaksakan diri dan lebih baik menabung untuk membelinya dengan cash keras (tunai). Tujuannya adalah agar kita jadi tidak memiliki beban pikiran nantinya dan tidak ada tanggungan di akhirat, karena kita tidak pernah tahu kondisi keuangan kita akan seperti apa di kemudian hari.

                Banyak sekali hadist yang menjelaskan bahaya hutang beserta dengan akibat yang akan diterima apabila kita mati dalam keadaan berhutang. Dalam hadist dikatakan, bahwasanya hutang yang dibawa mati akan dilunasi di akhirat dengan pahala dan dosa yang dimilikinya. Lalu di hadist yang lain, hutang akan menyebabkan kita terhalangi dari masuk surga. Bahkan Rasulullah SAW saja enggan menshalati orang yang berhutang. Hii betapa ngerinya hutang bukann? So, segera lunasi hutangmu, apakah itu hutang riba, hutang ke teman, bahkan hutang ke keluargamu. Niatkan dan berdoa kepada Allah agar dimudahkan dalam melunasi hutang tersebut. Pastikan juga untuk mulai menjauhi hutang sebisa mungkin.

Kesimpulan

                Semua aktifitas yang dilakukan oleh seorang muslim hendaklah berpedoman pada aturan Islam dan harus mencapai lima tujuan syariah yaitu menjaga agama, jiwa, akal, nasab dan harta. Begitupun juga dalam aktifitas utang-piutang maka kita harus memperhatikan bagaimana prinsip-prinsip yang tepat dalam berhutang dan kita harus mematuhi etika ataupun aturan yang berlaku dalam utang-piutang seperti yang syariah inginkan. Dengan kita menerapkan prinsip dan menjalankan etika syariah dalam berhutang, kita bisa terhindar dari akibat bahayanya hutang. Semoga kita semua bisa terhindar dari keburukan hutang yaa temen-temen. Wallahu a'lam bisshowab.

Referensi

Amalia, P. S. (n.d.). PPT IWM Week 5 Sharia Concept On Debt .

Aziz, A., & Ramdansyah. (2016, June 1). ESENSI UTANG DALAM KONSEP EKONOMI ISLAM. Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, 4(1), 124-135. https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Bisnis/article/view/1689

Purnama, Y. (2021, Agustus 16). Hadist-hadist tentang bahaya hutang. Retrieved from Muslim.or.id: https://muslim.or.id/68043-hadits-hadits-tentang-bahaya-hutang.html

Ramadhan, G. (2017). Sama-sama utang, apa itu qardh dan dayn. Retrieved from Mandiri Amal Insani: https://mandiriamalinsani.or.id/sama-sama-utang-apa-itu-qardh-dan-dain/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun