Era pandemi ini menimbulkan masa-masa sulit karena segala aktivitas dibatasi. Terutama untuk urusan bepergian, setiap orang akan merasakan kesulitan karena banyaknya protokol yang harus dipatuhi.
Semua itu mulai mengalami perubahan setelah memasuki new normal. Beberapa armada transportasi menerapkan social distancing dengan memberi jarak pada tiap deret kursi penumpang, baik moda transportasi bus, kereta api, mobil taksi, pesawat, hingga kapal.
Tentu, ini satu langkah antisipatif untuk mencegah siapapun tertular. Namun, penerapan protokol kesehatan diri dengan cuci tangan, jaga kesehatan, dan pakai masker jauh lebih penting. Mengingat, paparan virus jaraknya sangat dekat dari manusia.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk penerapan social distancing pada armada bus. Penggunaan deret kursi ini dianggap mampu mencegah terpaparnya virus Corona dari penumpang yang duduk disamping. Ini bisa menjadi salah satu langkah revolusioner dalam desain interior bus kedepannya.
Kita tentu mengingat bentuk formasi kursi pesawat berbadan lebar seperti Airbus A330, A350, A380, Boeing 777, Boeing 787, dan Boeing 747. Desain formasi kursinya menggunakan pola 3 deret dengan 2 aisle dan beberapa deret kompartemen diisi kursi penumpang.
Namun, desain kursi 3 deret ini menimbulkan kekurangpuasan bagi penumpang tengah. Mereka tidak akan merasakan sensasi menikmati pemandangan di kursi sampingnya sambil menyandarkan kepala jika ngantuk. Sebagaimana penumpang kursi tengah, tentu ia hanya bisa melihat sisi depan yang terdiri dari kursi depan dan 2 sisi aisle.
Beberapa karoseri sudah menerapkan sistem ini seperti Tentrem, Laksana, dan lainnya. Sudah mulai banyak armada bus yang memodifikasi interiornya menjadi formasi 1-1-1. Belum lagi, penambahan teknologi penyaring udara kabin dan teknologi sinar UV.
Bus yang sangat diminati masyarakat menjadi peluang bagi beberapa armada bus untuk mengubah formasi kursi. Apalagi, bus merupakan kendaraan umum yang paling mudah dimodifikasi. Bahkan, bus model lama yang keluar antara tahun 1999-2005-an bisa dimodifikasi bentuk dan interiornya.
Mengingat keuntungan yang berlimpah karena prospek transportasi mudik mengarah kepada bus. Hal ini memudahkan pihak armada bus untuk modifikasi dan pembelian sasis. Keuntungan yang besar menjadikan beberapa armada membeli secara borongan (1 armada bisa membeli 4-11 sasis per order).
Perubahan sistem formasi ini menjadi hal baru dalam pelayanan bus. Sensasi yang dirasakan akan berbeda dan peluang terpapar virus bisa sangat kecil dan lebih teratasi. Apalagi, bus sudah mengalami banyak perubahan demi meningkatkan kenyamanan selama keberangkatan.
Kita tidak tahu kapan pandemi Corona ini akan berakhir. Apakah menunggu vaksin corona ala Bill Gates datang ataukah buatan China, kita hanya bisa berharap kepada Sang Pencipta.Â
Tentu, hal ini juga harus dipikirkan oleh armada bus, apakah model ini tetap dipakai pasca new normal atau kembali seperti lazimnya bus (formasi kursi 2-2).
Apalagi, bus dengan penerapan pembatasan sosial ini tidak dilengkapi bagasi. Hal itu dilakukan untuk perlengkapan fitur keselamatan anti virus Corona dengan sinar UV ataupun penyaring udara seperti teknologi pesawat terbang.
Armada bus harus mampu menyikapi peluang ini jika seandainya pandemi ini berakhir. Kita tentu tidak bisa menyamakan Corona tahun 2020 ini dengan SARS yang terjadi 17 tahun yang lalu. Paparan virusnya jauh lebih parah karena dapat menyerang hingga 15 juta penduduk dunia. Indonesia hampir mencapai 100 ribu yang positif Corona.
Kita tetap menginginkan kenyamanan kursi dengan formasi 2-2. Kita tentu ingin berbincang dengan penumpang sebelah tentang perjalanan. Siapa tahu, ada di antara kita yang merupakan pecinta bus. Mungkin saja jodoh ke depannya. Who knows.
Desain bus seperti ini tentu harus menjadi pemerhati otomotif dan desainer kendaraan. Apakah model formasi seperti ini perlu diterapkan sebagai inovasi bus. Ataukah hanya sementara sehingga armada bus kembali mengubah formasi kursi seperti sedia kala.
Kita juga ingin ada penumpang yang bisa melihat pemandangan walaupun di sampingnya ada orang. Belum lagi, jika sebelahnya sepi, kita bisa tidur dengan selonjoran sambil baca buku. Hal itu menjadi pengalaman baru bagi mereka yang akan naik bus.
Penulis hanya melihat fenomena ini dari kacamata bus Indonesia. Mungkin saja bus luar negeri juga ada yang menerapkan sistem formasi 1-1-1 layaknya Indonesia. Hanya saja, sistem layanannya bisa berbeda dari bus di negara kita ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H