Mohon tunggu...
Muhammad Rezapahlevi
Muhammad Rezapahlevi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Selalu semangat mensejahterakan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Resensi Buku Kau, Aku, dan Sepucuk Angapau Merah

14 Januari 2022   02:20 Diperbarui: 14 Januari 2022   02:46 7975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu terus berjalan, Borno kecil kini telah tumbuh dewasa. Selepas SMA, tidak seperti teman-teman sebayanya yang melanjutkan ke jenjang kuliah, Borno berusaha mencari pekerjaan, melamar kerja sana sini, penuh semangat dan tanpa rasa malu. Mulai dari menjadi buruh pabrik getah karet, penjaga karcis kapal feri, kerja serabutan hingga akhirnya menjadi pengemudi sepit (sejenis perahu boat kayu bermesinkan motor sederhana), sama seperti kebanyakan warga gang sempit di tepi sungai Kapuas, kampung halamannya.

Dari sepit inilah, kisah cinta antara Borno dengan Mei bermula. Mei, gadis sendu menawan –begitu penulis menggambarkan sosok Mei- sedang melakukan praktik magang selama beberapa bulan di sebuah yayasan di Pontianak. Borno yang kala itu mengemudi sepit untuk pertama kalinya, langsung jatuh hati kepada Mei, persis di pandangan pertama. Berawal dari sepucuk surat merah yang tertinggal di atas sepit –yang ternyata milik Mei-, benih-benih asmara antara Borno dan Mei mulai tumbuh bersemi. Meski pada akhirnya sepucuk surat merah itu disimpan oleh Borno, urung dikembalikan kepada Mei.

Di novel ini, diceritakan bagaimana perjuangan Borno sampai akhirnya mengetahui nama gadis sendu menawan itu, bagaimana rasa sedih, kecewa, khawatir Borno ketika pertemuan pertama mereka gagal, dan bagaimana bimbangnya Borno setelah diusir secara terang-terangan oleh Ayah Mei. Di novel ini juga diceritakan bagaimana kesabaran Borno yang tetap setia selama berbulan-bulan meski sudah ditinggal Mei yang tiba-tiba kembali ke Surabaya untuk menyelesaikan studinya.

Hingga suatu ketika Borno berkesempatan untuk menyambangi kota Surabaya, setelah Pak Tua –sosok yang sudah Borno anggap keluarga- mengajak Borno untuk menemani beliau menjalani terapi di Ibukota Jawa Timur itu. Didorong rasa rindu yang begitu membuncah, sebelum hari H keberangkatan, Borno berkeliling berusaha mencari alamat rumah Mei, akan tetapi hasilnya nihil. Bahkan hingga memijakkan kaki di Surabaya, Borno tetap tidak tahu dimanakah rumah Mei berada.

Di Surabaya, Borno mencoba menghubungi satu persatu kontak di buku daftar telepon dengan nama Sulaiman -nama ayah Mei yang Borno ketahui dari bibi penjaga rumah Mei di Pontianak- dengan harapan nomor yang dituju adalah kontak rumah Mei. Tapi naas, usahanya sia-sia. Ia merasa bodoh, karena waktunya terbuang percuma. Tidak ada satu kontakpun yang terkait ke rumah Mei. Ah, memang benar kata pepatah, Jatuh cinta kadang bisa membuat orang bisa melakukan hal bodoh.

Tanpa disangka-sangka, mereka dipertemukan tepat di gedung perawatan, dimana Pak Tua sedang menjalani terapi. Mei pun mengajak Borno untuk berkeliling Kota Surabaya, menelusuri tiap sudut di kota tersebut. Tapi perasaan gembira dan bahagia setelah perjalanan menyenangkan tersebut hilang tak berbekas setelah Borno bertemu dengan Ayah Mei, yang dengan terang-terangan mengusir Borno dan memperingatkannya agar menjauhi anak gadisnya, Mei.

Ditengah kebimbangan Borno akan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dengan Mei, hadirlah sosok wanita lain berketurunan China yang tidak kalah cantiknya dengan Mei, seorang dokter bernama Sarah, putri seorang lelaki yang telah menerima donor ginjal dari almarhum ayah Borno beberapa tahun silam. Wanita yang ternyata sahabat kecil dari Mei. Berbeda dengan Mei, Sarah adalah gadis periang yang suka berterus terang dengan paras penuh keceriaan. Akan tetapi

Borno tetap tidak bisa melupakan sosok Mei dalam kehidupannya. Bagi Borno, Mei adalah cinta pertama & terakhirnya.

Di akhir cerita, terkuak alasan mengapa Mei menjauh dari Borno, terkuak alasan mengapa Ayah Mei begitu tidak menyukai Borno. Jawabannya ada di sepucuk surat merah yang disangka angpau oleh Borno. Sepucuk surat yang –meski Borno tak pernah membukanya- teronggok begitu saja di lemari Borno selama bertahun-tahun. Sepucuk surat, yang membuat segalanya kini terang benderang. Sepucuk angpau merah, yang sengaja Mei tinggal di atas sepit Borno saat pertama kali mereka bertemu.

Kelebihan :

Alur ceritanya yang tidak mudah ditebak serta perubahan emosi para karakter yang cepat silih berganti, sukses memainkan perasaan & emosi pembaca dengan cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun