Mohon tunggu...
Muhammad rayhan Rasmi faizal
Muhammad rayhan Rasmi faizal Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UIN IMAM BONJOL PADANG

Trying to do better

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menelaah Konsep Filsafat Eksistensialisme dalam Pandangan Jean Paul Satre

7 Mei 2024   16:08 Diperbarui: 7 Mei 2024   18:39 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia adalah titik sentral dari segala hubungan kemanusiaan. Manusia sendiri dalam hidupnya memiliki pengaruh unutk menemukan eksistensi dan esensi dirinya. Para filsuf berpendapat esensi lebih penting dari pada eksistensi, sementara filsuf lainnya berpendapat sebaliknya. Namun, mereka sering lupa suatu fakta bahwa tidak makhluk lain yang dapat bereksistensi selain mereka.

Eksistensialisme merupakan merupakan salah satu aliran filsafat yang menunjukan pendapat atas eksistensi keberadaan manusia dalam wujud konkret dan problematikanya. Soren kierkegaard dianggap sebagai filsuf eksitensialis pertama, meskipun ia tidak menggunakan istilah eksistensialisme. Ia terkenal dengan argumennya yakni “setiap individu bertanggung jawab memberikan makna bagi hidup dan kehidupan, dan menghidupi makna tersebut secara jujur dan bergairah”. Eksistensialisme menjadi populer setelah Perang Dunia II dan amat memengaruhi bidang-biang di luar filsafat, termasuk telogi, drama, seni, sastra, dan psikologi.

 Paham eksistensialisme secara radikal menghadapkan manusia pada dirinya sendiri, sedangkan filsafat eksistensi adalah benar-benar sebagai arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Eksistensialisme menekankan pada konsep individualitas manusia, arti manusia secara konkret, kebebasan, dan pilihan-pilihan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupannya sebagai tema utama. Eksistensialisme berusaha membuang jauh-jauh segala penyempitan pandangan maupun penafsiran yang berat sebelah terhadap manusia, dan eksistensialisme menolak sifat obyektif di dalam memandang manusia, karena eksistensialisme memandang manusia secara subyektif.

 Di lain pihak dikatakan bahwa kebebasan filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern karena rasionalisme yunani atau tradisi filsafat klasiknya yang berpandangan spekulatif tentang manusia seperti pandangan Plato dan Hegel. Dalam sistem-sistem tersebut, jiwa individual atau si pemikir hilang dalam universal. Eksistensialisme adalah suatu proses terhadap konsep-konsep akal dan alam yang ditekankan pada periode pencerahan (enlightenment) pada abad ke delapan belas.

 Dalam artikel ini penulis akan membahas konsep filsafat eksistensialisme dalam pandangan Jean Paul Sartre. Beliau lahir di paris, perancis, 21 juni 1905 dan meninggal di paris, perancis, 15 april 1980. Dalam pemikirannya, Sartre mendewa-dewakan kebebasan sebagai inti eksistensi manusia. Semenjak terbitnya karya sartre yang fenomenal yakni L’Ere et Neant ( lebih dikenal dengan nama being and nothingness), beliau mulai mendapat perhatian dari kalagan filsafat.

 Sartre juga mendukung partai komunis prancis, dan penyokong gerakan-gerakan yang berhaluan kiri dan pembela kebebasan manusia. Setelah perang dunia ke 2, namanya semakin dikenal sebagai pemikir ulung. Jika Soren Kierekegaard dianggap sebagai pendiri eksistensialisme, maka Sartre adalah pelopor tersiarnya aliran eksistensialisme. Sartre adalah filosof ateis, tu dinyatkannya secara terang-terangan. Konsekuensinya pandangan ateis itu ialah tuhan tidak ada, atau manusia tidak mengakui adanya tuhan. Oleh karena itu, konsepnya tentang manusia ialah manusia bukan ciptaan tuhan. Dari pemikiran ini dia menemukan bahwa eksistensi manusia mendahului esensinya. Pendapat ini amat jangal sebab biasanya sesuatu harus ada esensinya terlebih dahulu sebelum ada keberadaaannya.

 Pemikiran filsafat eksistensialisme sartre adalah La Liberte atau kemerdekan manusia. Manusia itu bebas, merdeka. Oleh karena itu, dia harus bebas menentukan dan memutuskan. Dia mengatakan “ Human reality is free, basicaly and completely free”. Oleh karena itu menurut Sartre, manusia itu tidak solider tapi soliter. Manusia memiliki kebebasan sepenuhnya, sebab tanpa kebebasan tidak mungkin manusia membuat rancangan bagi eksistensinya serta berusaha berusaha memberi wujud pada apa yang dirancangnya bagi diriya. Sartre menhantam tiap bentuk determinisme, yakni suatu aliran filsafat yang berpendapat bahwa mausia itu tidak bebas atau merdeka karena dia di pastikan secara mekanis seperti mesin atau paling sedikit secara psikologis, misalya karena nafsu-nafsunya. Semua itu nonsens.

 Kemudian pemikiran filsafat sartre yang lain adalah L’atrui ( sesama manusia atau tepatnya ada bersama ). Sartre berpendapat bahwa hubungan dengan mausia itu merupakan unsur yang mutlak dalam hidup kita. Kemudian dia mengatakan, sebab ada bersama adalah sesuatu yang niscaya. Kelebihan satre dibanding filosof-filosof yang lain adalah bergaul dan ada bersama itu merupakan konflik aau permusuhan terus menerus, karena, pada dasarnya, hal itu merupakan hakekat hidup bersama. Sartre menerangkan pemikiranya itu dengan mengatakan “ dalam semua perjumpaan, semua pergaulan, manusia selalu mencoba merendahkan orang lain untuk dijadikan obyeknya. Menjadikan objek itu berati menjadikan barang untuk kepentingannya, untuk kesenangannya, untuk kepuasannya sendiri. Itulah yang selalu dituju oleh setiap manusia dalam semua perjumpaannya dengan sesama manuia”. Dia melukiskan manusia lain itu adalah pandangan yang hendak merendahkan dirinya menjadi objeknya. Merasa kecil dan malu mejadikan diri seseorang mejadi objek, dan juga begitu pula sebaliknya.

 Sartre teryata takut kehilangan eksistensinya karena manusia lain adalah musuh atau manusia yang tidak memperdulikan manusia lainnya. Dengan kata lain, manusia takut kepada ketiadaan. Dan kematian yang menunggunya. Pengamatan ini tentunya didukung oleh gaya hidup mereka yang benar-benar bebas sehingga lepas dari kontrol agama Kristen yang banyak mereka anut. Disamping itu, ketidak-acuhan antara seseorang dengan orang lainya di kalangan mereka amat dominan sehingga tidak terlihat peranan agama Kristen itu sendiri di tengah tengah mereka.

 Dari semua pemikiran filsafat eksistensialsme yang di kemukakan Sartre dapat di ketahui bahwa pemikiranya di peroleh dari suasana pada perang dunia ke dua, yakni perang yang tidak megidahan hakekat manusia itu sendiri. Eksistensialisme juga muncul akibat agama Kristen tiak mampu mewarnai kehidupan masyarakat barat pada waktu itu. Sehingga muncul lah pandangan sartre tentang kebebasan dan keberadaan manusia itu sendiri yang tidak tahan terhadap uji kenyataan yang ada. Pandangan Sartre mungkin amat rumit bagi para filosof- filosof muda karena kerumitan Sartre dalam mengemukakan pandangan filsafatanya serta mengarah kepada Atheisme ( pengingkaran adanya tuhan ).

 Konsep kebebasan dalam filsafat Sartre sangatlah penting karena membentuk dasar dari pemikirannya tentang Eksistensialisme. Bagi Sartre, manusia terbebas untuk membuat pilihan dan bertanggung jawab atas tindakannya tanpa terikat oleh takdir atau esensi yang sudah ditentukan sebelumnya. Kebebasan ini memberikan manusia kemampuan untuk menciptakan makna dalam hidup mereka sendiri, namun juga membebani mereka dengan tanggung jawab moral yang besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun