Mohon tunggu...
Muhammad Randy
Muhammad Randy Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebijakan Tak Pro Rakyat Penyebab Kemiskinan Bertambah

5 Januari 2016   19:02 Diperbarui: 5 Januari 2016   19:02 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil kajiannya terkait angka kemiskinan di Indonesia. Mungkin hasilnya pun bisa ditebak bahwa penduduk miskin di Indonesia masih banyak. Namun bukan itu yang menjadi masalah utama, tapi yang patut digarisbawahi adalah kinerja pemerintah dipertanyakan karena sejak dilantik tahun 2014 lalu, Presiden Jokowi belum mampu mengurangi jumlah kemiskinan bahkan angka kemiskinan kian bertambah.

Kepala BPS Suryamin mengatakan, pada periode September 2014 jumlah penduduk miskin masih sekitar 27,73 juta jiwa‎ atau 10,96% dari penduduk Indonesia. Namun pada September 2015 mencapai 28,51 juta atau 11,13% dari total penduduk Indonesia. Artinya jumlah orang miskin di Indonesia bertambah sekitar 780 jiwa.

Suryamin menjelaskan krisis ekonomi global secara tidak langsung berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Inflasi yang menyebabkan penurunan nilai mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) tidak diimbangi dengan suatu kebijakan yang mengangkat daya beli masyarakat, sementara harga bahan pokok terus meningkat yang disebabkan oleh inflasi tersebut.

Selain angka kemiskinan yang bertambah, angka pengangguran dan kesenjangan sosial makin lebar. Hal ini diungkapkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mengatakan kesenjangan masyarakat desa dan kota di tahun 2015 kian tinggi.

Kenaikan angka kemiskinan ini belum ditambah parameter kemiskinan yang sudah tidak layak seperti yang diungkapkan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo. Dia mengatakan parameter kemiskinan saat ini, dimana orang bisa disebut miskin jika berpenghasilan dibawah Rp 500.000, harus dirubah atau ditinggikan karena di jaman yang semua serba mahal seperti sekarang ini, tidak ada yang bisa hidup dengan uang Rp 500.000 per bulan. Artinya jika parameter itu dirubah maka otomatis angka kemiskinan akan bertambah pula.

Permasalahan Indonesia selama ini adalah banyak kebijakan yang tidak menyasar pada rakyat kecil dan lebih banyak terfokus pada proyek-proyek besar dengan membangun sesuatu namun manfaatnya belum tentu bisa dirasakan oleh masyarakat.

Dilansir Okezone.com, CEO MNC Group ini menyarankan agar tidak melakukan kesalahan yang sama, yaitu banyak membuat kebijakan yang tidak pro rakyat. Dia menyarankan di tahun 2016 ini, pemerintah harus lebih fokus membangun perekonomian rakyat dengan cara mengembangkan UMKM. Dia mencontohkan “Warung Sejahtera” yang diprakarsai oleh Perindo, dimana program bantuan ini akan dibuat di tiap kelurahan di seluruh Indonesia dengan bekerja sama dengan toko waralaba nasional.

Tidak hanya diberikan bantuan modal dan infrastruktur, pihaknya juga akan melatih agar para pelaku usaha bisa mandiri dan mengembangkan usahanya. Diharapkan dengan UMKM yang “naik kelas” ini maka akan membuka lapangan kerja bagi masyarakt sehingga mereka memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Senada dengan Hary Tanoe, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya mengatakan program-program pro rakyat seperti yang digulirkan Perindo sangat dibutuhkan rakyat kecil.

“Yang menjadi permasalahan pengusaha kecil adalah modal, kalau sudah ada modal mereka juga butuh bimbingan. Jadi program pelatihan ini bisa berpotensi sukses dan membawa dampak positif bagi pengusaha kecil,” kata Berly.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun