"Merasa benar sendiri" sangat berbeda dengan "memang benar demikian". "Merasa benar sendiri" lahir dari pohon kesempitan perspektif dan kekerdilan jiwa menyikapi pemahaman gagasan, orang lain, keadaan dan situasi. Sedangkan "memang benar demikian" lahir dari rahim keluasan pandangan dan kebesaran jiwa.
Klaim kebenaran berceceran pada semua lini kehidupan tak terkecuali politik. Pada ruang politik "benar" menjadi bulan-bulanan aktor politik. Benar pada politik mengalami reduksi makna seperti perolehan suara, kecurangan yang gemilang, kekuasaan absolut dsb. kebenaran jatuh pada titik yang paling mengkhawatirkan.
Kebenaran pada politik secara praktis adalah kesatuan proses dan tujuan. Keluhuran tujuan meniscayakan tindakan proses yang luhur pula. Patahan proses dan tujuan atau lazim dikenal dengan istilah "halalkan segala cara" untuk pencapaian tujuan sebenarnya adalah cerminan dari "merasa benar sendiri" atau ketidak beresan tujuan.
Yang paling aneh adalah menepuk dada dari perilaku "merasa benar sendiri" itu. "Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga terhadap dosa-dosa" kata Ebit G Ade.
@ram_notesÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H