Tumpahan minyak mentah terjadi sesaat setelah munculnya gelembung gas berwarna coklat di Sumur YYA-1 milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) anak dari PT Pertamina (Persero) pada hari Jum'at (12/07/2019) yang berada di Perairan Laut Utara Karawang. Kejadian tersebut berdampak sosial serta perekonomian terhadap masyarakat yang tinggal disepanjang garis Pantai Karawang.
Bukan hanya itu pula, karena kejadian tersebut pula kekhawatiran muncul akan rusaknya ekosistem bawah laut serta hutan mangrove yang berada disepanjang garis pantai yang terdampak tumpahan minyak.Â
Lapisan minyak mentah yang berwarna hitam itu kini telah mencemari ekosistem mangrove di Karawang yang berada di Cilebar, Sedari, Tambak Sumur, juga sampai ke Pantai Beting yang berada di Bekasi. Untuk di Cilebar sendiri diketahui sudah terjadi kematian sekitar 1000 pohon yang terdiri dari Bakau serta Api-api.
Tumpahan minyak tersebut menutupi sistem perakaran mangrove, belum lagi dampak terhadap ekosistem perairan bawah laut yaitu terumbu karang, Karawang sendiri setidaknya memiliki luas gugusan 121,67 Ha terumbu karang dengan jenis karang gosong (patch reefs) yang merupakan karang yang tumbuh dari dasar laut sampai ke permukaan laut yang bisa tumbuh dalam jangka waktu yang sangat lama, bisa dibayangkan sendiri bagaimana terumbu karang tersebut bisa mati akibat komponen minyak mentah yang mengendap dan menutupi permukaan karang.
Belum lagi dampak tersebut langsung dirasakan oleh para petani tambak serta nelayan yang memang terhidupi perekonomiannya dari laut, setidaknya ada 5.675 nelayan yang terpaksa tidak bisa mencari sumber ekonomi akibat tumpahan minyak yang mencemari perairan laut, karena banyak ikan-ikan serta ekosistem yang berada dilaut mati akibat kejadian tersebut.
Bau menyengat pula dirasakan warga sekitar Pesisir Pantai Utara Karawang yang diakibatkan dari minyak mentah berwarna hitam pekat yang sampai ke sekitar garis pantai. Setidaknya ada 12 desa di Karawang dan Bekasi serta tujuh pulau yang berada di Kepulauan Seribu yang terdampak tumpahan minyak mentah Pertamina.
Lalu mengenai Kompensasi yang diberikan pihak Pertamina kepada korban terdampak tumpahan minyak menjadi hal yang pro kontra, para nelayan yang diberikan uang kompensansi tersebut memang diberikan sedikit kelegaan tersendiri karena mata pencahariannya terganggu akibat tumpahan minyak tersebut. Tetapi yang harus digaris bawahi adalah, ekosistem laut yang rusak oleh minyak dan pemulihannya harus memakan waktu yang tidak sebentar.
Langkah yang tepat harus segera diambil oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah beserta Pertamina yang harus segera menyelesaikan tragedi tumpahan minyak tersebut, karena Peristiwa seperti ini bukan pertama kalinya terjadi, mengingat sebelumnya peristiwa serupa pernah terjadi di sumur minyak lepas di Balikpapan.Â
Sumber kejadian akibat tumpahan minyak tersebut harus segera ditemukan, mengingat tumpahan minyak yang masuk ke perairan laut lepas itu sama saja masuknya B3 (Bahan berbahaya dan beracun) yang dapat menyebabkan kematian banyak biota laut, tentunya yang berdampak terhadap berkurangnya pendapatan para nelayan sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H