Indonesia sebagai negara dengan beragam suku, agama, ras dan budaya, telah lama dikenal dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.
Sebagai sebuah bangsa, Indonesia menempatkan kebhinekaan sebagai salah satu pilar utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, isu-isu terkait dengan toleransi, pluralisme, dan keberagaman semakin terasa sensitif, terutama di kalangan generasi muda.
Generasi yang disebut-sebut sebagai digital natives ini harus mampu membawa semangat kebhinekaan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks lintas iman maupun lintas budaya.
Melalui peran aktif generasi muda, diharapkan kebhinekaan tidak hanya sekadar jargon, tetapi menjadi sikap yang membentuk bangsa Indonesia lebih inklusif dan harmonis.
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas bagaimana generasi muda dapat menjadi penjaga kebhinekaan Indonesia, terutama dalam bingkai toleransi antar agama, serta tantangan yang dihadapi dalam merawat keberagaman di era digital.
Generasi Muda dan Tanggung Jawab terhadap Kebhinekaan
Generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kebhinekaan Indonesia, khususnya dalam konteks lintas iman. Mereka adalah kelompok yang lebih terbuka terhadap perubahan dan lebih mudah menerima ide-ide baru.
Pada saat yang sama, mereka juga sering kali terpapar oleh berbagai informasi yang tidak selalu akurat, baik dari media sosial maupun sumber-sumber lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, generasi muda harus diberdayakan untuk memahami dan merawat keberagaman, serta membangun komitmen toleransi yang lebih solid dan inklusif.
Ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh UNICEF & The University of Melbourne (2019) soal generasi muda di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa sikap yang lebih terbuka terhadap perbedaan, namun juga rentan terhadap polarisasi yang dipicu oleh informasi yang salah atau ekstrem.
Pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi menjadi sangat penting. Program-program pendidikan berbasis kebhinekaan dapat membantu generasi muda memahami bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan kelemahan.
Dengan adanya pemahaman ini, diharapkan mereka dapat menjadi katalis perubahan yang mengedepankan perdamaian dan keharmonisan sosial sebagai wujud persaudaraan lintas iman.
Lintas Iman dalam Membangun Toleransi
Salah satu aspek penting dari kebhinekaan adalah bagaimana umat dari berbagai agama dapat hidup berdampingan secara damai.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, namun memiliki berbagai agama dan keyakinan lain, seperti Kristen, Hindu, Buddha, dan kepercayaan lokal.
Dalam konteks ini, generasi muda ditantang untuk memahami dan menghargai perbedaan agama sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia.
Studi yang dilakukan oleh The Pew Research Center (2020) menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki tingkat toleransi yang tinggi secara umum, tetapi ada kecenderungan meningkatnya ketegangan antar kelompok agama, terutama di kalangan generasi muda yang lebih aktif dalam dunia maya.
Dalam menghadapi kenyataan ini, penting bagi pendidikan agama di sekolah-sekolah untuk tidak hanya fokus pada pemahaman ajaran agama masing-masing, tetapi juga mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan agama dan keyakinan.
Pendidikan lintas agama (interfaith education) dapat menjadi salah satu solusi dalam memperkenalkan konsep toleransi kepada generasi muda.
Sebagai contoh, banyak organisasi pemuda di Indonesia yang telah menjalankan dan menginisiasi agenda lintas agama untuk mempromosikan perdamaian dan persaudaraan.
Salah duanya adalah Youth Interfaith Network dan Temu Kebangsaan Orang Muda (TEMBANG), sebuah jaringan pemuda lintas agama yang aktif dalam mengadakan dialog antar agama, berbagi pengetahuan, serta bahu-membahu dalam melakukan bakti sosial dan kerja-kerja kemanusiaan.
Kegiatan semacam ini membuktikan bahwa perbedaan agama tidak harus menjadi penghalang untuk berkolaborasi demi kepentingan bersama dan merekatkan keharmonisan antar sesama.
Tantangan di Era Digital
Era digital memberikan peluang bagi generasi muda untuk mengakses informasi lebih mudah, tetapi juga menghadirkan tantangan besar dalam hal pemahaman yang benar tentang kebhinekaan.
Media sosial, kendati memiliki dampak positif dalam membangun jaringan sosial, namun sering kali menjadi keranjang berseliwerannya penyebaran hoax, hatespeech, dan pandangan ekstrem yang dapat memecah belah masyarakat.
Dalam hal ini, penting bagi generasi muda untuk memiliki keterampilan literasi digital yang baik agar dapat menyaring informasi dengan bijak dan mengoreksi informasi yang tidak benar.
Hal ini diungkapkan oleh Kaspersky Lab (2021), bahwa lebih dari 70% pengguna internet di Indonesia terpapar oleh konten negatif, termasuk ujaran kebencian dan diskriminasi berbasis agama. Dengan demikian, ini menjadi tantangan besar bagi pendidikan dan pembinaan karakter generasi muda.
Oleh karena itu, selain pendidikan formal, perlu ada komitmen untuk peningkatan literasi digital yang mengajarkan cara bijak dalam menggunakan internet serta mengedepankan nilai-nilai toleransi dan kebersamaan.
Membangun Kebhinekaan melalui Empati dan Kolaborasi
Generasi muda harus diajak untuk membangun kebhinekaan bukan hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui tindakan nyata.
Salah satu cara yang efektif adalah dengan menumbuhkan rasa empati terhadap sesama. Hal ini dapat dimulai sejak dini dalam pendidikan keluarga dan sekolah.
Generasi muda harus diajarkan bahwa perbedaan adalah sesuatu yang wajar dan sebuah keniscayaan agar sikap saling menghormati dapat diwujudkan. Karena dengan penuh penghormatan antar sesama, meskipun berbeda, merupakan kunci untuk hidup berdampingan secara harmonis.
Di samping itu, kolaborasi antar generasi muda dari berbagai latar belakang agama dan budaya juga sangat penting. Kegiatan sosial bersama seperti pemerataan pendidikan di daerah tertinggal, kegiatan pemberdayaan masyarakat dan kampanye lingkungan hidup, dapat menjadi media untuk menumbuhkan semangat kebersamaan.
Dalam kegiatan-kegiatan demikian, generasi muda belajar untuk bekerja sama, gotong royong, saling mendukung dan menghargai perbedaan, serta merayakan kebhinekaan.
Hal tersebut senada dengan studi yang dilakukan oleh World Bank (2022), yang menyatakan bahwa kolaborasi lintas budaya dan agama di kalangan pemuda dapat memperkuat ikatan sosial dan mengurangi ketegangan antar kelompok.
Dengan adanya kolaborasi, generasi muda tidak hanya belajar untuk menghargai perbedaan, tetapi juga merasakan manfaat langsung dari kerja sama yang positif, kendati itu datang dari entitas yang berbeda.
Menjaga Kebhinekaan di Masa Depan
Generasi muda memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor dalam merawat kebhinekaan Indonesia, baik dalam konteks lintas iman maupun lintas budaya.
Tantangan yang mereka hadapi, terutama dalam era digital yang penuh dengan disinformasi dan mispersepsi, memerlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk menyediakan pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan empati.
Penting bagi generasi muda untuk memahami bahwa kebhinekaan bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga tentang merayakan perbedaan tersebut sebagai kekuatan yang memperkaya kehidupan bersama.
Melalui pendidikan yang tepat, literasi digital yang baik, dan kolaborasi lintas agama dan budaya, Indonesia dapat terus merawat semangat kebhinekaan yang telah menjadi jati diri bangsa ini.
Untuk itu, apa yang telah diwariskan oleh para pendahulu, termasuk soal penghargaan dengan penuh penghormatan terhadap perbedaan harus terus dilestarikan.
Sebagai penutup, penulis teringat dengan idiom dari Bung Karno, yaitu warisi apinya bukan abunya. Rayakanlah kebhinekaan dengan penuh penghayatan!
Referensi
Kaspersky Lab. (2021). Digital Literacy and Online Hate Speech in Indonesia. Moscow: Kaspersky Lab
Pew Research Center. (2020). The Future of Religion in Southeast Asia: Tolerance and Tensions. Washington, D.C.: Pew Research Center.
UNICEF, & The University of Melbourne. (2019). Youth in Southeast Asia and the Future of Pluralism: Trends, Challenges, and Opportunities. Jakarta: UNICEF.
World Bank. (2022). Youth and Social Cohesion: Building Stronger Communities in Southeast Asia. Washington, D.C.: World Bank.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H