Mohon tunggu...
Muhammad Rafly Setiawan
Muhammad Rafly Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Manager Pemantauan Nasional Netfid Indonesia | Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Nasional

Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang memiliki hobi travelling, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Rendahnya Partisipasi Pilkada Serentak 2024, Ancaman Serius bagi Demokrasi Indonesia

5 Desember 2024   18:25 Diperbarui: 25 Desember 2024   19:50 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyaksikan angka partisipasi pemilih yang rendah dalam Pilkada serentak 2024, penulis tidak merasa bangga. Mengapa demikian? Ini adalah bukti bahwa rakyat Indonesia semakin pintar dan cerdas, sadar akan kebutuhan masyarakat untuk beristirahat sejenak dari urusan Pemilihan Umum maupun Pilkada yang sudah terlalu sering menganggu kenyamanan mereka.

Tentu, mengorbankan sedikit waktu untuk memilih pemimpin yang akan menentukan arah pembangunan daerah untuk beberapa tahun ke depan merupakan hal yang menguras tenaga dan pikiran. Lebih baik menyerahkan semuanya kepada mereka yang benar-benar peduli bukan?

Namun dibalik kebosanan yang semakin merajalela, ada ancaman besar yang harus kita hadapi, yaitu rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak bukan hanya sekedar fenomena sosial atau kebiasaan buruk, melainkan sebuah ancaman serius bagi keberlanjutan demokrasi Indonesia.

Demokrasi yang "terlalu banyak" dikerjakan hingga tak bisa lagi dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh rakyat. Oleh karena itu, penulis akan mengkaji mengapa terjadi fenomena seperti ini. Mari kita kaji bersama-sama.

Apakah ini Demokrasi?

Kita mulai dengan pertanyaan sederhana, apakah demokrasi yang kita jalani hari ini masih sesuai dengan esensinya? Pada dasarnya, demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana rakyat memiliki suara dalam memilih pemimpin dan menentukan kebijakan.

Namun, dengan partisipasi pemilih yang rendah rata-rata di bawah 70% (beberapa daerah bahkan kurang dari 50%), apakah kita masih bisa menyebutnya sebagai demokrasi sejati?

Rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak 2024 mengingatkan kita pada frasa demokrasi yang lebih mirip dengan formalitas ketimbang sebuah esensi yang hidup.

Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Inglehart (2020) dalam World Values Survey, bahwa partisipasi politik yang tinggi berhubungan langsung dengan kualitas demokrasi yang lebih baik. Dengan kata lain, demokrasi hanya bisa berjalan dengan baik apabila masyarakat aktif terlibat dalam proses politik.

Lalu, jika setengah dari rakyat kita memilih untuk tidak ikut serta dalam Pilkada, apakah kita bisa berharap bahwa demokrasi kita akan berjalan lancar? Atau lebih tepatnya, demokrasi yang seperti itu justru hanya menjadi permainan elit yang tidak melibatkan suara rakyat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun