Ketika lebih banyak orang memilih untuk mengosongkan surat suara (atau memilih kotak kosong) daripada memilih calon, ini akan menciptakan gelombang ketidakpercayaan yang lebih besar terhadap sistem politik.
Hal ini dapat berujung pada political dis-engagement yang lebih luas. Dimana lebih banyak orang merasa bahwa suara mereka tidak memiliki arti, dan politik tidak lagi relevan bagi mereka.
Dalam buku Bowling Alone, Robert Putnam (2000) menjelaskan bahwa ketika kepercayaan terhadap institusi politik menurun, maka partisipasi politik juga menurun.
Apabila kotak kosong terus memenangkan lebih banyak suara, kita mungkin akan melihat penurunan yang signifikan dalam partispasi pemilih di masa mendatang. Dengan pengertian, masyarakat akan semakin terasing dalam politik, dan itu adalah ancaman serius bagi demokrasi.
Apa yang harus dilakukan?
Apa yang bisa kita lakukan dengan kenyataan memilukan bahwa kotak kosong memenangkan Pilkada 2024 di Kota Pangkalpinang dam Kabupaten Bangka? Mungkin ini adalah alarm bagi kita semua untuk lebih serius dalam memperbaiki sistem politik Indonesia, utamanya berkaitan dengan kontestasi politik lokal.
Partai-partai politik perlu belajar untuk mulai mendengarkan suara rakyat, mencari calon yang benar-benar mewakili kepentingan masyarakat, dan tidak hanya mengejar kekuasaan atau popularitas semata.
Kepada pemilih, kita juga harus bertanya pada diri sendiri apakah kita puas dengan hanya memilih kotak kosong sebagai bentuk protes? Ataukah kita siap untuk lebih terlibat dalam sistem politik dan memperjuangkan kepentingan masyarakat serta membawa perubahan nyata?
Karena pada akhirnya, kotak kosong bukanlah solusi. Ini hanya sebagai cerminan dari ketidakpuasan yang lebih dalam terhadap sistem yang gagal memberikan kita pilihan yang layak dan pantas.
Terdengar Lucu, namun Tersimpan Pesan yang Penting
Kemenangan kotak kosong pada Pilkada 2024 di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka mungkin terdengar lucu, tapi di balik itu tersimpan sebuah pesan yang sangat penting.