Mohon tunggu...
Muhammad Rafly Setiawan
Muhammad Rafly Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Manager Pemantauan Nasional Netfid Indonesia

Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang memiliki hobi travelling, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Belajar dari Pilkada DKI Jakarta 2024

29 November 2024   20:56 Diperbarui: 29 November 2024   21:54 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.cna.id/indonesia/47-golput-di-pilkada-dki-jakarta-2024-meroket-hampir-25-tertinggi-dalam-sejarah-24906

Stigma Sosial terhadap Perempuan dalam Politik

Narasi"janda" ini lebih dari sekedar pembentukan citra. Menyentuh isu yang lebih sensitif soal bagaimana masyarakat memandang perempuan dalam konteks sosial dan politik. Menurut studi yang dilakukan oleh Nisa (2020), stigma terhadap perempuan yang berstatus janda masih kuat di banyak daerah di Indonesia.

Dalam banyak kasus, perempuan "janda" dianggap kurang stabil secara emosional atau bahkan kurang beruntung yang dapat mempengaruhi pandangan terhadap mereka dalam ranah publik, termasuk dalam dunia politik.

Namun demikian, dalam hal ini Ridwan Kamil-Suswono dengan narasi "janda" yang mereka bangun adalah bagian dari keterjebakan dalam stereotip yang membatasi mereka. Alih-alih memperkuat kesan kedekatan mereka, narasi ini justru memunculkan keraguan dari pemilih yang lebih konservatif.

Selain itu, kampanye ini terkesan lebih mengutamakan citra pribadi daripada platform politik yang lebih substansial. Padahal pemilih DKI Jakarta, yang mayoritas merupakan masyarakat urban dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih fokus pada isu-isu kebijakan daripada soal status pribadi (Sihombing, 2021).

Dinamika Pemilih Muda dan Keberagaman Pilihan Politik

Pilkada DKI Jakarta selalu menjadi arena pertarungan antar calon dengan latar belakang yang berbeda, baik dari sisi etnis, agama, maupun pandangan politik. Pemilih DKI Jakarta, khususnya pemilih muda dikenal sangat kritis dan cerdas dalam menilai kinerja dan citra kandidat.

Pemilih muda DKI Jakarta cenderung lebih mementingkan substansi kebijakan daripada narasi yang bersifat pribadi dan emosional (Puspitasari, 2019).

Narasi "janda" yang dibangun oleh Ridwan Kamil-Suswono apabila ditelaah dari perspektif pemilih muda mungkin terkesan tidak relevan. Bagi pemilih muda DKI Jakarta, isu kebijakan publik yang konkret seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur jauh lebih penting daripada status pribadi.

Oleh karena itu, meski narasi ini bertujuan untuk menciptakan kedekatan emosional, namun malah dianggap sebagai langkah mundur dalam kontestasi Pilkada yang semakin dipenuhi dengan diskusi mengenai isu-isu besar yang lebih relevan dengan kepentingan publik.

Kehilangan Arah dalam Membangun Citra Publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun