Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sudah lama menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah Indonesia, terutama dalam menyuarakan suara mahasiswa Islam yang moderat dan mengedepankan nilai-nilai keadilan sosial.
PMII tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai tempat yang melahirkan pemikiran kritis. Apa yang akan terjadi kalau di masa depan, PMII harus berhadapan dengan tantangan teknologi dan globalisasi?
Pertanyaannya bukan hanya apakah PMII akan mampu bertahan, tetapi juga bagaimana cara adaptasi PMII untuk tetap relevan di zaman serba digital. Dimana dunia sudah sangat terhubung tetapi tidak jarang ada mahasiswa yang lebih akrab dengan Instagram daripada pertemuan ilmiah.
Inilah tantangan krusial yang dihadapi oleh PMII mendatang. Oleh karena itu, penulis yang pernah mencicipi nikmatnya sepiring nasi dengan ikan sambal teri saat berada di sekretariat organisasi, akan mencoba menelaah kesiapan PMII dalam arus perubahan zaman. Mari kita ulas bersama.
Tantangan Globalisasi: Dimana Wajah Islam Moderat PMII?
Pertama, mari kita bicarakan tentang globalisasi yang tanpa diundang tiba-tiba muncul dan menyeret kita semua dalam pusaran dunia yang serba cepat dan saling terhubung.
Bayangkan saja, dahulu mahasiswa PMII masih berdiskusi dengan serius di ruang pertemuan. Tetapi sekarang, lebih sering berdiskusi di grup WhatsApp dengan tema yang bisa beralih dari masalah sosial ke pertanyaan berat, misalnya "kapan UMKM kita bisa berkembang seperti di luar negeri?".
Globalisasi memang tidak mengenal waktu dan tempat. Mau tidak mau, PMII harus siap menghadapi pengaruh lain seperti benturan ideologi dunia.
Di tengah globalisasi, tentu saja ada banyak pengaruh budaya luar yang bisa mengubah cara berpikir. Misalnya, di satu sisi kita mengenal budaya Barat yang cenderung sekuler dan materialistik, sementara sisi yang lain kita memiliki budaya lokal yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam moderat. Menurut Hadi (2017), organisasi mahasiswa Islam perlu mempertahankan nilai-nilai budaya lokal dan ajaran Islam yang moderat agar tidak tergerus oleh pengaruh asing yang tidak sesuai dengan konteks sosial dan budaya di Indonesia.
Tantangan PMII adalah bagaimana tetap mempertahankan wajah Islam yang moderat (Ahlussunnah wal Jama'ah) tanpa terbawa arus ekstrimisme yang dengan sangat mudahnya menyusup melalui media sosial. Dalam hal ini, PMII harus berperan aktif dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada anggotanya untuk lebih cerdas dan bijak dalam memilih informasi yang datang dari berbagai penjuru dunia.