Mohon tunggu...
Muhammad RafliAbdimas
Muhammad RafliAbdimas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik: Permasalahan dan Strategi

7 Februari 2024   20:55 Diperbarui: 7 Februari 2024   20:57 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan utama pelayanan publik tidak hanya terletak pada pola penyelenggaraannya, melainkan juga pada kurangnya responsifitas, informativitas, dan aksesibilitas. Birokrasi yang kompleks, lambatnya penanganan keluhan, dan kurangnya koordinasi antarunit pelayanan menjadi hambatan dalam memberikan pelayanan yang efektif dan efisien. 

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, perlu diterapkan strategi-strategi inovatif. Standar pelayanan publik, sebagai komitmen penyelenggara, menjadi landasan penting dalam memberikan pelayanan yang konsisten dan sesuai harapan masyarakat. Penetapan standar tersebut harus melibatkan partisipasi masyarakat dan pihak terkait untuk memastikan relevansinya. 

Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP), survei kepuasan pelanggan, dan sistem pengelolaan pengaduan menjadi langkah-langkah konkret untuk menilai dan memperbaiki kualitas pelayanan. Survey kepuasan pelanggan memberikan umpan balik langsung dari masyarakat, sementara sistem pengelolaan pengaduan menciptakan mekanisme untuk merespons keluhan dan aspirasi masyarakat. 

Secara makro, model pelayanan publik yang inovatif seperti contracting out, franchising, dan privatisasi menjadi alternatif yang perlu dieksplorasi. Restrukturisasi birokrasi juga menjadi kunci dalam menghadapi kompleksitas penyelenggaraan pelayanan publik. Penyederhanaan birokrasi dapat mengurangi tingkat kebuntuan dan menstimulasi efisiensi dalam memberikan pelayanan. 

Dalam konteks inovasi pelayanan publik, strategi-strategi ini membuka peluang untuk menciptakan sistem pelayanan yang lebih responsif, transparan, dan efektif. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas lebih lanjut tantangan dan strategi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan tujuan menghadirkan layanan yang lebih baik dan sesuai dengan harapan masyarakat. 

2. TINJAUAN PUSTAKA 

A. Konsep Pelayanan Publik Pelaksanaan pelayanan publik pada prinsipnya ditujukan kepada manusia. Sudah menjadi kodratnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Sejak lahirnya manusia sudah membutuhkan pelayanan, sebagaimana dikemukakan Rusli (2004) bahwa selama hidupnya, manusia selalu membutuhkan pelayanan. Pelayanan menurutnya sesuai dengan life cycle theory of leadership bahwa pada awal kehidupan manusia (bayi) pelayanan secara fisik sangat tinggi, tetapi seiring dengan usia manusia pelayanan yang dibutuhkan akan semakin menurun. Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih bercirikan hal-hal seperti berbelit-belit, lamban, mahal, melelahkan, ketidakpastian. Keadaan demikian terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang "melayani" bukan yang dilayani. Pelayanan publik secara konseptual dapat dijelaskan dengan menelaah kata demi kata. Menurut Kotler sebagaimana dikutip oleh Lukman( 2000), disebutkan bahwa Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Istilah publik dalam pengertian sehari-hari di Indonesia sering dipahami sebagai negara atau umum, hal ini biasa dijumpai dalam pola Bahasa Indonesia yang menterjemahkan publik seperti pada istilah public administration yang diterjemahkan sebagai administrasi negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia baku menjadi publik yang berarti umum, atau orang banyak. Berdasarkan uraian pengertian di atas, maka berbagai pengertian pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan (Kurniawan, 2005). Dalam Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, diberikan pengertian publik sebagai segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik disebutkan pengertian pelayanan publik sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya (Mohammad, 2003). B. Standar Pelayanan Publik Selanjutnya dalam standar pelayanan publik diatur dalam pasal 20 undang undang NomorTahun 2009 tentang Standart Pelayanan Publik: 1. Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. 2. dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat pihak terkait. 3. Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan mengutamakan musyawarah, serta memperhatikan keberagaman. 4. Penyusunan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. C. PEMBAHASAN A. Permasalahan dalam Pelayanan Publik Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan. Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain: 1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali. 2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat. 3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut. 4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait. 5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. 6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu 7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan. Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien. Kualitas pelayanan publik yang kerap dikeluhkan masyarakat, dapat terjadi karena berbagai hal. Salah satu determinan internal adalah lemahnya sistem pengendalian manajemen pemerintahan. Seperti kita ketahui, pada jam-jam pelayanan publik, aparat kerap lalai dalam melayani masyarakat. Masalah berikutnya adalah ringannya konsekuensi dari kealpaan ini. Habituasi dari kealpaan ini, berpotensi menciptakan set mental tertentu mengenai tanggung jawab pekerjaan di kepala setiap aparat. Set mental ini menjadi derivasi bagi budaya kerja, sebagian lembaga pemerintahan yang lazim datang terlambat, kualitas pelayanan minimalis, hingga mempersulit proses. Selain itu, determinan internal lainnya adalah penempatan posisi (position building), yang dibangun secara horizontal antara aparat pemerintah dengan masyarakat. Paradigma posisi atasan-bawahan ini, menghasilkan suatu ketergantungan akut. Sebab, dalam persepsi masyarakat dan pemerintah itu sendiri, pemenuhan hak-hak masyarakat adalah pemberian dan bukan tanggung jawab. Paradigma ini yang disebut budaya paternalistik, terkadang diinternalisasi aparat pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dengan mudah dapat mempermainkan wewenangnya dalam melayani masyarakat. Di sisi lain, masyarakat pun terjebak dalam posisi subordinat, dengan daya gugat yang lemah. Subordinasi masyarakat dalam pelayanan publik, juga dipengaruhi politik pemerintahan yang tertutup. Dengan pendekatan ini, pemerintah menjadi sistem yang tidak responsif dalam mengakomodasi nilai-nilai dan kebutuhan dari masyarakat. Terjadi represi artifisial terhadap setiap aspirasi masyarakat. B. Strategi dalam Pelayanan Publik Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut: Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapanharapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan public. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi. Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan. 4. PENUTUP A. Kesimpulan Artikel ini membahas tantangan dan permasalahan utama dalam implementasi pelayanan publik di Indonesia. Pelayanan publik yang seharusnya diarahkan kepada manusia seringkali menghadapi kompleksitas tuntutan masyarakat modern, birokrasi yang rumit, dan kurangnya responsivitas. Akibatnya, citra pelayanan publik menjadi berbelit-belit, lamban, dan kadang mahal. Konsep pelayanan publik secara konseptual dijelaskan dengan menganalisis setiap kata, dengan berbagai definisi yang menekankan pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Namun, permasalahan muncul dari lemahnya pengendalian manajemen pemerintahan, kekurangan profesionalisme, dan desain organisasi yang tidak mendukung efisiensi pelayanan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, artikel menyoroti beberapa strategi, seperti penetapan standar pelayanan, pengembangan Standard Operating Procedures (SOP), survei kepuasan pelanggan, dan pengembangan sistem pengelolaan pengaduan. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memberikan kepuasan kepada masyarakat. Artikel juga membahas permasalahan pelayanan publik dari sisi pola penyelenggaraan, sumber daya manusia, dan kelembagaan. Kurangnya responsif, informatif, accessible, koordinasi yang kurang, birokratis, dan inefisiensi menjadi beberapa kelemahan yang perlu diatasi. Dalam konteks strategi, penetapan standar pelayanan menjadi landasan penting, melibatkan partisipasi masyarakat dan pihak terkait. Pengembangan SOP, survei kepuasan pelanggan, dan sistem pengelolaan pengaduan dianggap sebagai langkah-langkah konkret untuk menilai dan memperbaiki kualitas pelayanan. Restrukturisasi birokrasi dan model pelayanan publik inovatif seperti contracting out, franchising, dan privatisasi juga menjadi alternatif yang perlu dieksplorasi. Dengan demikian, artikel ini menggarisbawahi perlunya inovasi dalam pelayanan publik dan penerapan strategi-strategi tersebut untuk menciptakan sistem pelayanan yang lebih responsif, transparan, dan efektif, sesuai dengan harapan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun