Mohon tunggu...
Muhammad Rafli
Muhammad Rafli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengantar Pemikiran Para Sosiolog Klasik: Marx dan Durkheim

10 September 2022   20:25 Diperbarui: 10 September 2022   21:18 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Karl Heinrich Marx

Karl Marx lahir pada 5 Mei 1818 dan menutup usia pada 14 Maret 1883. Karl Marx memiliki banyak pembahasan utama dalam pemikirannya, yaitu: Dialektika Marx, materialisme historis dan dialektis, infrastruktur ekonomi dan super struktur sosial budaya, masyarakat menurut Marx, alienasi manusia, kesadaran kelas dan perjuangan kelas, dan analisa dialektik tentang perubahan sosial.

  • Dialektika Marx

Dialektika berasal dari kata yunani 'dialego' yang berarti pembalikan, atau bisa disebut perbantahan. Dialektika juga biasa dimaknai sebagai suatu seni dalam pencapaian kebenaran melalui cara pertentangan dalam perdebatannya setelah pertentangan berikutnya. Marx memiliki prinsip ontologis yaitu dialektika materi: 1. Kenyataan berkembang melalui proses dialektika, dan 2. Dunia ide (kesadaran) merupakan perwujudan dari dunia realitas.

  • Materialisme Historis dan Dialektis

Latar belakang pemikiran materialisme Marx berasal dari pemikiran George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) yaitu idealisme dan dari pemikiran Ludwig Andreas von Feuerbach (1804-1872) yaitu materialisme, yang akhirnya menghasilkan pemikiran Marx yaitu materialisme historis dan dialektis.

Materialisme historis merupakan sebuah interpretasi dalam mengenai kehidupan masyarakat yang berdasarkan landasan materi. Sedangkan materialisme dialektis merupakan sebuah interprestasi dari segala fenomena alam yang akan terjadi berdasarkan sebuah landasan materi.

Asas dari materialisme dialektis berupa: gerak, berelasi, perubahan dari kuantitatif kepada kualitatif dan sebalinya, dan kontradiksi.

  • Infrastruktur Ekonomi dan Super Struktur Sosial Budaya

Menurut Marx masyarakat harus selalu dipahami dalam kerangka struktur, yang meliputi: Suprastruktur (Sosial, Politik, Budaya, Filsafat, Agama, Pendidikan dan Kesenian) dan basis struktur/infrastruktur (Ekonomi {hubungan produksi dan alat-alat produksi}).

  • Masyarakat Menurut Marx

Menurut Marx, manusia bisa membuat sejarahnya sendiri, akan tetapi meeka tidak bisa membuatnya seperti apa yang mereka inginkan, mereka tidak dapat memilih melainkan harus menghadapi situasi yang langsung dihadapi, yang akan ditentukan dan ditransmisikan dari masa lalu. Tradisi dari semua generasi yang sudah mati akan membeban bagaikan impian buruk di benak para manusia yang masih hidup.

Menurut Marx manusia bisa mempengaruhi, menciptakan, dan merubah sejarah/realitas. Manusia dalam pemahaman Marx bukanlah sebuah subjek ataupun objek yang terpisah, tetapi manusia merupakan subjek sekaligus objek..

Perkembangan masyarakat menurut Marx, meliputi: masyarakat komunis primitif, masyarakat feodal, masyarakat borjuis, masyarakat kapitalis, masyarakat sosialisme, dan masyarakat komunis.

  • Alienasi Masyarakat

Menurut Marx alienasi tidak hanya berarti bahwa manusia tidak akan mengalami dirinya sebagai suatu pelaku ketika dirinya menguasai dunianya (realitas/alam/benda), tetapi juga dirinya asing sebagai manusia dan manusia lain. Alienasi pada dasarnya melanda dunia dan manusia secara pasif dan reseptif sebagai sebuah subyek yang terpisah dengan objek.

  • Dialektika Masyarakat Marx

Menurut Marx Masyarakat terbagi menjadi Borjuis dan Proletas yang pasti akan terjadinya sebuah konflik dan pertentangan kelas. Lalu masyarakat akan mengalami sebuah fenomena yaitu kesadaran palsu dan kesadaran kelas. Kesadaran kelas akan menciptakan sebuah perjuangan kelas.

B. David Emile Durkheim

Durkheim lahir pada 15 April 1858 dan menutup usia pada 15 November 1917, selama hidupnya Durkheim menghasilkan beberapa karya yang besar, yakni: The Devision of Labour in Society (1893), The Rules of Sociology Method (1895), Suicide (1897), dan The Elementary Forms of Religious Life (1912).

Dalam sosiologi dan fakta sosial, Durkheim menjelaskan dalam usulannya bahwa kita harus membatasi sosiologi pada kajian analisis tentang fakta sosial. Dalam sudut pandangnya, sosiologi dalam kesederhananya adalah sebuah 'ilmu dari fakta sosial'. Lalu tugas sosiolog menurut pandangan Durkheim, yaitu mencari relasi antara fakta sosial dan menyingkapkan hukum yang berlaku didalamnya. 

Lalu setelah hukum dalam struktur sosial dan institusi sosial ini ditemukan, baru sosiolog dapat menentukan apakah suatu masyarakat dalam keadaan 'sehat' atau 'patologis' yang kemudian memberikan sebuah solusi yang sesuai.

Masyarakat menurut Durkheim dijelaskan sebagai sesuatu yang hidup, berpikir dan bertingkah laku yang akan dihadapkan kepada fakta-fakta sosial yang seolah-olah berada di luar individu. Lalu, Durkheim menjelaskan bahwa masyarakat memiliki 4 pilar pendukung, yakni Yang Sakral dan Propan, Klasifikasi, Ritus dan Ikatan Solidaritas.

Fakta sosial dalam penjelasan Durkheim bahwa dapat dilihat melalui struktur sosial dan institusi sosial. Fakta sosial bersifat eksternal, koersif, menyebar dan terpisah di luar individu. Fakta sosial dengan demikian adalah suatu kenyataan yang memiliki karakteristik khusus, yakni mengandung tata cara bertindak, berpikir dan merasakan yang terjadi di luar individu, yang lalu ditanamkan dengan kekuatan koersif.

Durkheim membagi faka sosial menjadi 2, yaitu: 1. Fakta sosial material yang dijelaskan sebagai sesuatu hal yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi, yang menjadi bagian dari dunia nyata (external world) yang mengatur individu, dan contohnya seperti masyarakat, komponen sturuktur masyarakat seperti masjid, negara, jadi sesuatu yang real atau entitas material sejauh ia sebagai elemen eksternal. 2. Fakta sosial non material dijelaskan sebagai sesuatu yang dianggap nyata (external) dan merupakan fenomena yang bersifat intersubyektif yang akan muncul dalam kesadaran manusia. Contohnya seperti norma, nilai-nilai dan lain-lainnya.

Solidaritas menurut Durkheim dijelaskan sebagai suatu keadaan relasi antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Biasa didukung oleh nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat, dengan adanya kebersamaan akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat relasi sosial antar mereka.

Menurut Durkheim solidaritas sosial dibagi menjadi dua, yaitu solidaritas mekanik seperti pembagian kerja rendah, kesadaran kolektif kuat, hukum represif dominan, individualisme rendah, relatif saling ketergantungan rendah, dan bersifat primitif atau pedesaan. 

Lalu yang kedua adalah solidaritas organik yaitu pembagian kerja tinggi, kesadaran kolektif rendah, hukum restitutif dominan, individualisme tinggi, saling ketergantungan tinggi, dan bersifat perkotaan. Dan dalam menciptakan keteraturan sosial yang bersifat harmonis dan integratif dalam perkembangan pembagian kerja, maka diperlukan konsensus intelektual dan moral.

Durkheim menjelaskan tentang bunuh diri dari pemikirannya yang merupakan rumusan dari buku 'Suicide(1897)', dijelaskan bahwa orang yang bunuh diri merupakan sebuah fakta sosial atau cerminan masyarakat dan reaksi antara orang lain dari norma-norma ataupun nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Bunuh diri dibagi 4 tipe, yaitu:

1. Bunuh diri egoistik, terjadi karena lemahnya ikatan sosial dirinya dengan masyarakat. Hal ini seperti ia mengalami arus depresi dan kekecewaan yang sangat berat.

2. Bunuh diri altruistik, terjadi karena kuatnya ikatan sosial dirinya dengan masyarakat. Hal ini seperti ia menganggap bahwa bunuh diri sama seperti berkorban demi hal yang lebih baik.

3. Bunuh diri anomik, terjadi karena individu kehilangan tujuan untuk hidup. Hal ini seperti dirinya sangat bimbang dalam memilih tujuan hidupnya.

4. Bunuh diri fatalistik, terjadi karena individu tidak sanggup mewujudkan keinginannya. Hal ini seperti ia dalam kondisi menyerah pada tekanan sosial yang ia tanggung dalam beban hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun